in ,

Wajib Pajak Bisa Lapor SPT Tahunan Meski Belum Validasi NIK

Lapor SPT Tahunan Meski Belum Validasi NIK
Foto: Aprilia Hariani

Wajib Pajak Bisa Lapor SPT Tahunan Meski Belum Validasi NIK

Pajak.com, Jakarta – Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor memastikan, Wajib Pajak bisa tetap Lapor SPT Tahunan Meski Belum Validasi NIK sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

“Jadi, bisa dilakukan penyampaian SPT tahunan walapun belum validasi NIK. Namun, untuk kenyamanan administrasi, kami mengimbau lebih baik dilakukan pelaporan (SPT tahunan) setelah dilakukan pemadaman NIK dengan NPWP. Ini agar Wajib Pajak bisa menikmati kenyamanan akses semua yang ada di pajak.go.id,” jelas Neil dalam Podcast Cermati yang disiarkan di YouTube DJP, (9/2).

Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022, batas validasi NIK jadi NPWP sampai 31 Desember 2023. Artinya, mulai tahun 2024, pengurusan administrasi untuk hak dan kewajiban pajak hanya memanfaatkan satu nomor identitas saja, yakni cukup melalui NIK.

Baca Juga  Cara Lapor SPT Tahunan PPh Pasal 21 Dari Dua Pemberi Kerja

“Mulai 2024 juga, NPWP tidak lagi dibutuhkan dan tidak lagi menjadi persyaratan layanan administrasi pajak. Meskipun, data-data NPWP akan tetap tersimpan dan dipelihara DJP untuk kebutuhan internal. Jadi kita enggak punya banyak-banyak nomor, Wajib Pajak enggak perlu mendaftarkan lagi registrasi NPWP karena sudah punya NIK. Nanti diarahkan dengan NIK yang sudah ada di KTP (Kartu Tanda Penduduk) kita masing-masing itu. Ini adalah nomor yang resmi untuk melakukan pembayaran pajak,” jelas Neil.

Ia juga menegaskan, dengan validasi NIK, bukan berarti seluruh masyarakat wajib membayar pajak. Ada syarat dan kriteria khusus individu menjadi Wajib Pajak. Pertama, Wajib Pajak merupakan orang dewasa, yakni berusia di atas 18 tahun. Apabila seseorang berusia di bawah 18 tahun, namun sudah memiliki penghasilan, maka penghasilannya akan digabungkan dengan orangtua untuk dihitung jumlah pajak terutangnya. Hal ini diatur dalam Pasal 8 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Baca Juga  Hati-Hati Penipuan, DJP Tak Mungkin Kirim Surat Tagihan Pajak dalam Format Apk

Kedua, orang yang dikenakan pajak merupakan orang yang penghasilannya berada di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Berdasarkan UU HPP, batas PTKP, yakni Rp 54 juta per tahun atau setara dengan Rp 4,5 juta sebulan. Artinya, bila berpenghasilan di bawah PTKP, maka individu tidak akan dikenakan pajak.

“Kalau dia punya NIK, dia dewasa, kemudian dia punya penghasilan (baru dikenakan pajak). Itu pun (jika) penghasilannya di bawah PTKP, ya tidak kena pajak, enggak bayar pajak. Jadi NIK belum tentu harus bayar pajak,” jelas Neil.

Berdasarkan UU HPP, tarif pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) adalah sebagai berikut:

  • Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta (tarif 5 persen).
  • Penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta (tarif 15 persen).
  • Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta (tarif 25 persen).
  • Penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar (tarif 30 persen).
  • Penghasilan di atas Rp 5 miliar (tarif 35 persen).
Baca Juga  Penerimaan Tertinggi Kanwil DJP Nusra di NTT pada Januari 2024

Ia menjelaskan, perhitungan PPh pun mengacu pada besaran PTKP. Misalnya, individu (belum menikah) memiliki penghasilan Rp 5 juta, maka perhitungannya sebagai berikut:

  • Penghasilan Kena Pajak (PKP) per tahun (PKP) – PTKP x 5 pesen.
  • Rp 60 juta – Rp 54 juta = Rp 6 juta.
  • Rp 6 juta x 5 persen = Rp 300.000.

Dengan demikian, pekerja dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan akan dikenakan pajak sebesar Rp 300.000 setiap tahunnya atau sebesar Rp 25.000 per bulan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *