Menu
in ,

Tidak Pungut Pajak, Akses “Exchanger” Kripto Akan Diputus

Pemutusan Akses Exchanger Kripto

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bonarsius Sipayung menegaskan, apabila exchanger kripto dari luar negeri yang ditunjuk sebagai pemungut pajak tidak pungut pajak, maka pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan pemutusan akses. Seperti diketahui, pemerintah berwenang untuk menunjuk exchanger yang berada di luar Indonesia sebagai pemungut pajak atas aset kripto, baik itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh). Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Adapun exchanger didefinisikan sebagai perusahaan yang memberikan akses dan fasilitas kepada investor untuk bertransaksi dan membeli aset kripto.

“Pemerintah bisa memutus akses atas pemungut PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) yang tak melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar. Direktorat Jenderal Pajak sedang merancang aturan khusus yang memerinci tentang pemutusan akses atas pemungut pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan. Dengan ancaman pemutusan akses saja itu mereka khawatir dan rasa-rasanya mereka tidak mau bermain-main hanya gara-gara 0,1 persen. Dia nanti tidak bisa melakukan kegiatan usaha lagi di sini,” jelas Bonarsius dalam webinar yang diselenggarakan oleh Intact UK bertajuk From Crypto to LPG, dikutip Pajak.com (18/4).

Ia mengatakan, PMK Nomor 68 Tahun 2022 merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam UU HPP ditegaskan, subjek pajak dalam negeri atau luar negeri yang terlibat langsung atau hanya memfasilitasi transaksi, dapat ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.

“Bila pihak yang ditunjuk tidak melaksanakan kewajiban pemungutan pajak tersebut, pemerintah dapat memberikan sanksi teguran dan dilanjutkan dengan pemutusan akses,” jelas Bonarsius.

Dengan demikian, dalam konteks ini exchanger aset kripto bakal diwajibkan memungut PPN Final dan PPh Pasal 22 yang bersifat final atas transaksi jual beli aset kripto. Pengenaan pajak ini mulai dilakukan pada 1 Mei 2022.

Dalam PMK Nomor 68 Tahun 2022, diatur tarif PPN sebesar 0,11 persen dikenakan bila penyerahan aset kripto dilakukan lewat exchanger terdaftar Bappebti. Bila exchanger tidak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), tarifnya naik menjadi 0,22 persen. Selain itu, pemerintah juga mengenakan PPh Pasal 22 final dengan tarif 0,1 persen atas penghasilan yang diperoleh dari penjualan aset kripto lewat exchanger terdaftar Bappebti. Jika tidak terdaftar, tarifnya naik menjadi 0,2 persen.

Bonarsius memastikan, penetapan tarif pajak kripto telah melalui kajian yang mendalam dan komprehensif. DJP juga sudah berdiskusi dengan para pelaku atau asosiasi kripto sebelum menetapkan kebijakan ini.

“Pemerintah memiliki dua pendekatan dalam menentukan tarif pajak kripto. Pertama, pajak kripto tidak melebihi biaya transaksi. Kedua, mengusung konsep keadilan dan menyesuaikan kebijakan kripto di dunia.  Jangan sampai (investor) berkali-kali (kena pajak),” ungkapnya.

Dilansir dari situs resmi Bappebti, berikut daftar exchanger kripto yang terdaftar resmi:

  • PT Indodax Nasional Indonesia (Indodax)
  • PT Crypto Indonesia Berkat (Tokocrypto)
  • PT Zipmex Exchange Indonesia (Zipmex)
  • PT Indonesia Digital Exchange (Idex)
  • PT Pintu Kemana Saja (Pintu)
  • PT Luno Indonesia LTD (Luno)
  • PT Cipta Koin Digital (Koinku)
  • PT Tiga Inti Utama
  • PT Upbit Exchange Indonesia
  • PT Rekeningku Dotcom Indonesia
  • PT Triniti Investama Berkat

Bappebti memastikan, exchanger itu telah memenuhi sejumlah persyaratan. Pertama, harus memiliki modal disetor paling sedikit Rp 80 miliar. Kedua, mempertahankan ekuitas paling sedikit sebesar 80 persen dari modal yang disetor. Ketiga, memiliki struktur organisasi minimal divisi informasi teknologi, divisi audit, divisi legal, divisi pengaduan pelanggan aset kripto, divisi client support, divisi accounting and finance. Pedagang fisik aset kripto juga wajib memiliki sistem dan atau sarana perdagangan on-line yang dipergunakan untuk memfasilitasi penyelenggaraan perdagangan pasar fisik aset kripto yang terhubung dengan Bursa Berjangka dan Lembaga Kliring Berjangka.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version