in ,

“Tax Amnesty” Dipandang Sebagai Kebijakan Kurang Ideal tapi Dibutuhkan, Ini Penjelasan APINDO

“Tax Amnesty” Kebijakan Kurang Ideal
FOTO: Tiga Dimensi 

“Tax Amnesty” Dipandang Sebagai Kebijakan Kurang Ideal tapi Dibutuhkan, Ini Penjelasan APINDO

Pajak.com, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025. Artinya, pemerintah akan kembali menjalankan tax amnesty jilid III setelah sebelumnya telah dilakukan pada tahun 2016 dan 2022. Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ajib Hamdani berpandangan, tax amnesty itu merupakan kebijakan kurang ideal tapi dibutuhkan.

“Kebijakan tax amnesty akan selalu menimbulkan polemik dan diskursus yang bertentangan. Pertama, tax amnesty ini akan memberikan rasa ketidakadilan terhadap Wajib Pajak yang telah patuh. Karena masyarakat yang mengikuti program tax amnesty, berarti mengakui bahwa sebelumnya mereka tidak patuh dalam melakukan kewajiban perpajakan. Kedua, masyarakat akan cenderung ‘meremehkan’ kebijakan-kebijakan umum perpajakan, karena secara rutin pemerintah mengeluarkan program tax amnesty. Kedua hal inilah yang membuat tax amnesty disebut sebagai program yang kurang ideal,” jelas Ajib kepada Pajak.com(20/11).

Di sisi lain, ia menilai bahwa secara umum masyarakat Indonesia masih mempunyai literasi perpajakan yang rendah. Masyarakat yang telah memahami pajak pun masih belum memiliki budaya taat pajak. Hal ini tecermin dari tingkat rasio pajak Indonesia yang berada pada kisaran 10 persen.

“Tahun 2025, kebijakan core tax system akan diberlakukan dan ini membutuhkan prasyarat utama, yaitu Wajib Pajak harus mempunyai pemahaman dan kepatuhan pajak yang lebih baik. Hal ini yang membuat tax amnesty dibutuhkan oleh masyarakat,” ujar Ajib.

Dari sisi pemerintah, ia memetakan 3 manfaat dari kebijakan tax amnesty. Pertama, kebutuhan budgetair, yaitu menambah penerimaan untuk anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Kedua, harta bersih yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dapat dioptimalkan—setelah sebelumnya menjadi bagian underground economy. Artinya, harta bersih itu bisa masuk ke sistem keuangan Indonesia dan selanjutnya menjadi aset produktif yang masuk dalam putaran perekonomian nasional.

Ketiga, bisa membantu memberikan daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi 8 persen, sebab tidak ada kekhawatiran masyarakat untuk membelanjakan uang yang telah diakui dalam program tax amnesty tersebut.

Baca Juga  Ketua Komisi XI DPR Blak-blakan Soal Urgensi RUU “Tax Amnesty”

Secara prinsip, fungsi pajak adalah untuk keuangan negara atau fungsi budgeteir dan fungsi mengatur ekonomi atau regulerend. Dalam konteks kebijakan tax amnesty ini, aspek budgetair dan regulerend bisa didorong bersama dan memberikan manfaat. Kesimpulannya, kebijakan tax amnesty adalah program yang kurang ideal, tapi dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah,” imbuh Ajib.

Ia mengingatkan, tax amnesty jilid I yang berlaku pada tahun 2016 diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Kebijakan ini, meliputi pengampunan atas pajak terutang serta tidak dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan dengan membayar uang tebusan. Hasilnya negara mengumpulkan uang tebusan sebesar Rp 130 triliun, data deklarasi Rp 4.813,4 triliun, dan repatriasi sebesar Rp 146 triliun.

Selanjutnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berlaku 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2022, sesuai dengan amanah dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi dan Peraturan Perpajakan (HPP). Program yang juga dikenal dengan tax amnesty jilid II telah mengumpulkan dana dari setoran Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 61,01 triliun dan harta bersih yang diungkap sebesar Rp 594,82 triliun.

“Tax amnesty jilid II memang tidak sesukses jilid I, diantaranya karena pembatasan peserta dan juga tarif yang cenderung kurang menarik,” pungkas Ajib.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *