Menu
in ,

Target Penerimaan Perpajakan Resmi Naik Jadi Rp 1.783 T

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah resmi melakukan penyesuaian terhadap postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022. Dengan demikian, target penerimaan perpajakan resmi naik sekitar 18,1 persen atau dari Rp 1.510 triliun menjadi senilai Rp 1.783,98 triliun. Perpres Nomor 98 Tahun 2022 diterbitkan untuk melaksanakan kesepakatan antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Perlu dilakukan perubahan rincian APBN 2022 sebagaimana telah diatur dalam Perpres Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2022,” demikian bunyi bagian pertimbangan Perpres Nomor 98 Tahun 2022, dikutip Pajak.com (1/7).

Pepres Nomor 98 Tahun 2022 memerinci, target Pajak Penghasilan (PPh) ditingkatkan sebesar 19,5 persen dari yang semula senilai Rp 680,87 triliun menjadi Rp 813,67 triliun. Selanjutnya, target Pajak Pertambahan Nilai (PPN)/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) juga naik 15,2 persen dari senilai Rp 554,38 triliun menjadi Rp 638,99 triliun.

Sementara itu, target cukai dinaikkan sebesar 7 persen, yakni dari yang semula senilai Rp 203,92 triliun menjadi Rp 220 triliun. Target bea masuk tercatat naik 20,4 persen dari yang awalnya senilai Rp 35,16 triliun menjadi Rp 42,34 triliun dalam postur APBN 2022 yang terbaru. Target bea keluar mencapai Rp 36,69 triliun atau naik 519,7 persen bila dibandingkan dengan target sebelumnya yang hanya senilai Rp 5,9 triliun.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, kenaikan harga komoditas memberikan berkah pada penerimaan negara, sehingga pendapatan negara naik sebesar 22,7 persen dibandingkan pagu yang tercantum dalam APBN 2022.

“Indonesia menghadapi masalah, tetapi tetap relatif lebih baik. Kalau negara lain menghadapi krisis dan tidak punya uang dengan kebutuhan banyak, kita paling tidak punya tambahan Rp 420,1 triliun. Tapi persoalannya adalah mengalokasikan tambahan pendapatan ini untuk tujuan melindungi rakyat, melindungi ekonomi, dan melindungi APBN. Karena tiga-tiganya penting dan tidak boleh dipilih salah satunya. Sehingga dalam situasi global yang begitu masih sangat dinamis ini juga memberikan sinyal komitmen pemerintah bahwa konsolidasi APBN tetap akan kita jaga secara disiplin,” jelas Sri Mulyani, di Gedung DPR, yang juga disiarkan secara virtual (19/5).

Di sisi lain, pemerintah dan DPR sepakat menambah belanja negara mencapai Rp 3.106,4 triliun, naik dari rencana awal sebesar Rp 2.714,2 triliun. Dengan perincian belanja pemerintah pusat bertambah Rp 357,1 triliun menjadi Rp 2.301,6 triliun.

“Penambahan akan dilakukan pada belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang naik dari Rp 945,8 triliun menjadi Rp 948,8 triliun, sedangkan belanja non-K/L melonjak dari Rp 998,0 triliun menjadi Rp 1.532,9 triliun. Belanja non-K/L, terdapat pos belanja subsidi, kompensasi BBM (bahan bakar minyak) dan listrik, penyesuaian anggaran pendidikan, dan penebalan program perlindungan sosial,” urai Sri Mulyani.

Adapun subsidi energi naik dari Rp 134 triliun menjadi Rp 208,9 triliun. Kompensasi harga BBM dan tarif listrik naik dari Rp 18,5 triliun menjadi Rp 293,5 triliun. Sri Mulyani menegaskan, kenaikan anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi itu dilakukan dengan pertimbangan kenaikan harga minyak mentah dunia yang melonjak terutama karena operasi militer khusus Rusia ke Ukraina. Pemerintah juga membuat penebalan program Perlindungan Sosial dengan mengalokasikan dana senilai Rp 18,6 triliun.

“Anggaran Perlindungan Sosial akan diberikan diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 20,65 juta penerima manfaat, termasuk juga untuk para pelaku usaha dalam bentuk Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM). Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk BLT minyak goreng sebesar Rp 7,5 triliun,” urai Sri Mulyani.

Selain itu, akibat penambahan belanja, pemerintah harus melakukan penyesuaian anggaran pendidikan. Hal ini sesuai mandat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan 20 persen belanja negara untuk pendidikan. Dengan demikian, anggaran pendidikan bertambah dari Rp 19 triliun menjadi Rp 43 triliun.

“Jadi, kita gunakan tambahan pendapatan negara Rp 420,1 triliun untuk subsidi BBM, listrik, sebagian besar mandatory spending anggaran pendidikan bertambah serta dana bagi hasil juga naik” tambah Sri Mulyani.

Kemudian, penambahan pendapatan negara turut menaikkan dana yang dibagihasilkan kepada daerah. Oleh karena itu, anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) akan naik dari Rp 769,6 triliun menjadi Rp 804,8 triliun.

“Dengan adanya tambahan pendapatan negara, maka outlook defisit anggaran tahun ini juga akan menurun sebesar Rp 27,8 triliun. Saya minta untuk diturunkan defisit kita, dari Rp 868 triliun ke Rp 840 triliun. Sedikit sekali, hanya Rp 27,8 triliun. Kalau kita mau ambisius fiskalnya, bisa, tapi berarti yang lain lebih kurang,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version