in ,

LSM dan Gaji di Bawah Rp 4,5 Juta Perlu Lapor SPT Tahunan?

LSM dan Gaji di Bawah Rp 4
FOTO: Tiga Dimensi

LSM dan Gaji di Bawah Rp 4,5 Juta Perlu Lapor SPT Tahunan?

Pajak.com, Jakarta – Untuk pertanyaan kali ini, Pak Jaka dibantu oleh Tax Compliance and Audit Senior Manager TaxPrime Awalludin Anthon Budiyono untuk menjawab mengenai ketentuan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, khususnya bagi Wajib Pajak yang memiliki penghasilan atau gaji sampai dengan Rp 4,5 juta per bulan dan non-governmental organization (NGO) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Tanya:
 Saya merupakan volunteer di salah satu LSM yang bergerak di bidang pendidikan. Saya memiliki penghasilan kurang dari Rp 4,5 juta. Karena saya tidak dikenakan PPh (Pajak Penghasilan), apakah saya masih perlu melaporkan SPT Tahunan? Selanjutnya, apakah LSM sebagai lembaga non-profit juga tetap lapor SPT Tahunan?

Jawab: 

Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), SPT Tahunan wajib dilaporkan untuk setiap warga negara yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pemilik NPWP wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang dimilikinya selama satu tahun.
Artinya, dapat disimpulkan bahwa setiap yang mempunyai NPWP harus melaporkan SPT Tahunan, termasuk pegawai yang memiliki penghasilan atau gaji di bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, ambang batas PTKP adalah Rp 4,5 juta per bulan. Bahkan, bila seseorang tidak bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan pun perlu melaporkan SPT Tahunan. Secara teknis, menggunakan formulir 1770SS status nihil di SPT Tahunan.

Jika Wajib Pajak itu tidak mau melaporkan SPT Tahunan, terdapat alternatif mengajukan permohonan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) agar status NPWP-nya menjadi non-efektif (NE). Status NPWP non-efektif (NE) akan menggugurkan kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan.

Mengacu Peraturan Dirjen Pajak PER-04/PJ/2022, Wajib Pajak bisa ditetapkan NE jika memenuhi beberapa kriteria, pertama, Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Kedua, Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah PTKP. Ketiga, Wajib Pajak orang pribadi yang dengan penghasilan di bawah PTKP yang memiliki NPWP untuk digunakan sebagai syarat administratif, antara lain untuk memperoleh pekerjaan atau membuka rekening keuangan.
Namun, bila individu itu telah kembali memiliki penghasilan di atas PTKP, maka harus mengaktifkan kembali NPWP-nya dan berkewajiban melaporkan SPT Tahunan.
           
Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan mengenai kewajiban pelaporan SPT Tahunan bagi LSM, mari mengacu pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008. Regulasi ini mempertegas bahwa LSM merupakan subjek pajak yang wajib melaporkan SPT Tahunan.

Perlu juga dipahami, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009 sebagaimana telah diganti dengan 68/PMK.03/2020, khusus bagi badan atau lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, sisa lebih dana dikecualikan dari objek PPh, apabila sisa lebih tersebut digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana, dalam jangka waktu 4 (empat) tahun.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2009, sisa lebih yang dikecualikan dari pengenaan PPh tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, pertama yayasan maupun LSM yang bergerak di bidang pendidikan/penelitian wajib membuat surat pernyataan bahwa sisa lebih akan digunakan untuk pembangunan gedung, prasarana pendidikan, dan/atau penelitian serta pengembangan paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Kedua, surat pernyataan tersebut dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak diperolehnya sisa lebih. Ketiga, melampirkan pencatatan tersendiri atas sisa lebih yang diterima dan yang digunakan setiap tahun. Keempat, adanya laporan mengenai penyediaan dan penggunaan sisa lebih dan menyampaikannya kepada kepala KPP terdaftar.

Sementara itu, bagi badan, lembaga maupun yayasan, dan/atau LSM yang tidak bergerak di bidang pendidikan/penelitian, sisa lebih merupakan objek PPh badan. Akan tetapi, apabila seluruh penerimaannya berasal dari sumbangan atau dana hibah,  penerimaan dan pengeluarannya dapat dilakukan koreksi fiskal, sehingga penghasilan kena pajak menjadi nihil. Lain halnya apabila badan, lembaga atau yayasan, dan/atau LSM tersebut men-generate profit, tentu saja profit ini merupakan objek pajak.  

Jadi, dapat disimpulkan, seluruh LSM yang mengelola keuangan wajib melaporkan SPT Tahunan.

Baca Juga  Ketentuan, Jenis, dan Bentuk Bupot PPh 21/26 Sesuai PER-2/2024

Ditulis oleh

Baca Juga  DJP dan BPH Migas Integrasikan Data

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *