Sumbangsih Bekal Kebijakan Pemerintahan Prabowo, Haula Rosdiana Luncurkan Buku “Sambung Pemikiran Politik Pajak Sumitro Djojohadikusumo”
Pajak.com, Depok – Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia UI) Haula Rosdiana meluncurkan karya terbaru berupa buku berjudul Sambung Pemikiran Politik Pajak Sumitro Djojohadikusumo & Politik Hukum Pajak Transformatif Edi Slamet Irianto: Mewujudkan Indonesia Maju dan Sejahtera’, di Auditorium EDISI 2020, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UI, Depok, (15/10). Buku ini diharapkan menjadi sumbangsih bekal penyusunan kebijakan perpajakan pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Buku ini diawali dengan menggali kembali pemikiran politik pajak transformatif Sumitro Djojohadikusumo yang merupakan begawan ekonomi, menteri keuangan (periode 1955-1956), serta menteri perdagangan (1968-1973) Sumitro Djojohadikusumo—sekaligus ayah dari presiden terpilih Prabowo. Senapas dengan pemikiran Sumitro, dielaborasi juga gagasan politik hukum pajak transformatif Guru Besar Hukum Politik Perpajakan Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Edi Slamet Irianto (ESI).
“Politik hukum pajak transformatif ESI sebagai paradigma baru untuk menciptakan keadilan perpajakan, keadilan sosial, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Seperti halnya Pak Sumitro, Pak Edi Slamet Irianto berpendapat kebijakan insentif pajak (relaksasi perpajakan) tetaplah perlu, namun harus jitu, yaitu tepat tujuan, tepat sasaran, tepat instrumen dan tepat waktu agar tercipta multiplier effect yang berdampak pada kesejahteraan rakyat,” ungkap Haula dalam sambutannya.
Oleh sebab itu, politik pajak memiliki peran strategis yang jauh lebih luas daripada sekadar alat mengumpulkan penerimaan negara. Penerimaan pajak dapat menjadi instrumen penggerak sosial, politik, dan ekonomi guna mempercepat pencapaian Indonesia sejahtera secara lebih berkelanjutan.
“Politik memiliki potensi besar sebagai instrumen untuk mendorong perubahan sosial yang signifikan. Dengan kebijakan perpajakan yang tepat, kita dapat menciptakan distribusi ekonomi yang adil dan merata. Politik pajak perlu dipandang sebagai alat strategis dalam membangun fondasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, yang mampu menjawab tantangan serta kebutuhan masyarakat di masa depan,” ujar Haula.
Dengan demikian, mengacu pada pemikiran Sumitro, ia mendorong gagasan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai langkah kritis yang perlu diambil pemerintahan selanjutnya. Lembaga ini berperan untuk memusatkan pengelolaan penerimaan negara yang selama ini tersebar di berbagai lembaga, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengumpulan pajak.
“Berlandaskan filosofi politik pajak Sumitro, Bapak ESI menggagasan simplifikasi berbagai pungutan negara, baik pajak pusat, pajak daerah, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) khususnya PNBP SDA (sumber daya alam), serta integrasi berbagai jenis pungutan negara yang mempunyai pertalian subjek dan obyek, kombinasi global dan schedular taxation, serta hybrid sytem dalam indirect tax on consumption. Sumitro menekankan pentingnya transformasi kelembagaan perpajakan,” ujar Haula.
Ia berhipotesis, BPN dapat meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 23 persen. Pembentukan BPN ditargetkan dapat memperkuat pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan pajak sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional.
“Pak Sumitro meyakini usaha memperbaiki organisasi, kemudian tata-usaha fiskal, mengandung harapan akan membawa hasil yang nyata dalam waktu yang tidak terlalu lama. Keyakinan pemikiran ini sejalan dengan dengan urgensi pembentukan BPN sebagai salah satu quick win untuk mencapai ketahanan penerimaan negara dan ketahanan fiskal yang tangguh,” ujar Haula.
Ia berharap, buku ini mampu melahirkan dialog dan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam merumuskan strategi perpajakan yang efektif dapat semakin kuat.
“Hal ini juga dapat menjadi bekal bagi pemerintahan Bapak Prabowo – Gibran dalam menciptakan kebijakan yang adil dan transparan serta mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dengan sinergi yang solid, diharapkan kebijakan perpajakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendukung pembangunan nasional,” jelas Haula.
Acara peluncuran ini diiringi pula dengan sesi bedah buku oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak (periode 1993-1998) dan Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan VII Fuad Bawazier, Dirjen Perimbangan Keuangan (2001-2005) sekaligus Dirjen Pajak (2000-2001) Machfud Sidik, serta Dirjen Pajak (2011-2014) Ahmad Fuad Rahmany.
Comments