Sri Mulyani Beberkan Biang Kerok Banjirnya Penyelundupan di Sektor Tekstil
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan penyebab utama atau biang kerok dari maraknya penyelundupan di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia yang telah mengakibatkan kerugian negara triliunan rupiah.
Sepanjang Januari hingga awal November 2024, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat lebih dari 31 ribu kasus penyelundupan, dengan nilai barang mencapai Rp 6,1 triliun serta potensi kerugian negara sebesar Rp 3,9 triliun. Sri Mulyani menyebut, penyelundupan ini semakin meningkat dan naik hingga 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Dapat kami tambahkan, sejak awal tahun 2024 Bea Cukai telah menindak penyelundupan di bidang kepabeanan dan cukai sebanyak 31.275 kali penindakan,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers, dikutip Pajak.com pada Jumat (15/11).
Dari total kasus tersebut, tercatat 12.490 penindakan di bidang impor dengan barang yang sebagian besar berupa TPT dengan nilai mencapai Rp 4,6 triliun. Sementara itu, ada 178 penindakan di bidang fasilitas dengan barang senilai sekitar Rp 38 miliar, yang juga didominasi oleh komoditas TPT.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa maraknya penyelundupan TPT disebabkan oleh kelebihan produksi di sejumlah negara, di mana beberapa negara tujuan pemasaran utama memberlakukan tarif impor tinggi. Hal ini menyebabkan barang-barang tersebut sulit masuk secara resmi dan mencari pasar alternatif di Indonesia melalui jalur ilegal.
“Karena modusnya adalah tadi bahwa ada barang produksi yang berkelebihan di negara lain. Dan beberapa negara destinasi yang biasanya jadi pemasaran melakukan tarif yang sangat tinggi. Sehingga kemudian barang yang berlebihan itu juga salah satunya adalah muntah dalam bentuk illegal activity di Indonesia,” jelas Sri Mulyani.
Adapun, masuknya barang-barang ilegal ini dinilai merusak pasar tekstil dalam negeri dan menyulitkan industri lokal untuk bersaing.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan guna merumuskan kebijakan proteksi di sektor TPT. Sri Mulyani menekankan pentingnya keseimbangan perlindungan di sektor hulu dan hilir dalam industri tekstil.
Menurutnya, jika proteksi hanya diberlakukan di sektor hulu, maka industri garmen di sektor hilir akan terkena dampaknya karena biaya bahan baku menjadi lebih tinggi. “Karena kalau seperti TPT ini bisa untuk yang hulunya tekstil hilirnya garmen atau produk tekstil. Itu dua-duanya membutuhkan proteksi. Kalau diproteksi tinggi di jenis hulunya maka produksi garmen di dalam negeri juga akan mengalami dampak,” imbuhnya.
Selain itu, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kebijakan terkait bea masuk, tarif, dan kuota impor harus dibahas secara menyeluruh dengan kementerian terkait agar kebijakan tersebut bisa berjalan efektif. “Instrumen seperti bea masuk atau tarif itu memang dari kami, tetapi formulasinya didiskusikan bersama kementerian lain,” tambahnya.
Selain TPT, pemerintah juga memberikan perhatian khusus pada komoditas lain seperti keramik dan elektronik. Sri Mulyani menekankan bahwa koordinasi lintas kementerian ini diharapkan dapat menangkal banjirnya barang-barang ilegal yang merugikan industri dalam negeri.
Comments