Setoran Pajak Anjlok 30,19 Persen Hanya Capai Rp187,8 Triliun, Imbas “Core Tax Error”?
Pajak.com, Jakarta – Penerimaan pajak negara mengalami penurunan signifikan pada awal tahun 2025. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga 28 Februari 2025 hanya capai Rp187,8 triliun. Angka ini turun drastis sebesar 30,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp269,02 triliun.
“Penerimaan perpajakan [keseluruhan] Rp240,4 triliun atau 9,7 persen dari target tahun ini,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTA, dikutip Pajak.com pada Jumat (14/3/2025).
Dari total penerimaan perpajakan tersebut, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp52,6 triliun atau 14,7 persen dari target tahunan.
Penerapan “Core Tax” Diduga Sebagai Penyebab Perlambatan
Anjloknya penerimaan pajak pada awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini diindikasi karena implementasi core tax yang menghadapi berbagai kendala sejak pertama kali diluncurkan pada 1 Januari 2025 lalu.
Bagaimana tidak, indikasi kontraksi penerimaan negara akibat core tax mulai tercium saat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan kunjungan kerja bersama Menkeu Sri Mulyani dan jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ke Kantor Pusat DJP pada Senin (3/2/2025).
Menurut Airlangga, kunjungan tersebut bertujuan untuk memastikan perbaikan sistem berjalan optimal demi menjaga stabilitas penerimaan negara. “Kami melakukan peninjauan langsung dan melihat progres implementasi sistem core tax ke Kantor Pusat DJP dengan tujuan untuk melihat proses perbaikan sistem tersebut sehingga tidak mengganggu penerimaan negara,” ujar Airlangga.
Ia juga menekankan pentingnya penyempurnaan sistem agar tidak menghambat Wajib Pajak dalam melaporkan dan membayar pajaknya. “Menurut saya, implementasi aplikasi core tax ini perlu terus dilakukan penyempurnaan agar layanan administrasi pajak yang seharusnya bisa memudahkan para Wajib Pajak melaporkan dan membayar pajaknya tidak terkendala hingga dampaknya dapat mempengaruhi anggaran pemerintah,” tegasnya.
Indikasi bahwa core tax menjadi salah satu biang kerok anjloknya penerimaan negara semakin kuat setelah DJP merilis data penerimaan pajak di Jawa Timur yang hanya mencapai Rp19,05 triliun hingga 31 Januari 2025. Angka ini setara dengan 6,83 persen dari target Rp278,96 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi kontraksi sebesar 2,70 persen.
Dalam rilis yang diunggah pada laman Pajak.go.id tersebut, DJP mengungkapkan bahwa penurunan ini terutama disebabkan oleh kebijakan pemusatan pembayaran dan administrasi Wajib Pajak cabang, serta kendala dalam penerapan sistem core tax.
Dalam kesempatan itu, DJP menjelaskan bahwa kebijakan pemusatan pembayaran menyebabkan perpindahan pencatatan pajak dari kantor pajak di Jawa Timur ke kantor pusat Wajib Pajak yang berada di luar wilayah tersebut. Selain itu, penerapan core tax yang masih dalam tahap penyesuaian berdampak pada kelancaran administrasi perpajakan, termasuk penerbitan faktur pajak.
“Serta belum optimalnya implementasi sistem perpajakan baru (core tax DJP), yang berdampak pada kelancaran administrasi perpajakan,” tulis DJP.
Selain itu, menurut ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Rijadh Djatu Winardi, terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap perlambatan penerimaan pajak di awal tahun 2025. Salah satunya adalah implementasi core tax, yang meskipun memiliki tujuan baik dalam memperbaiki tax gap dan manajemen basis data perpajakan di Indonesia.
Menurutnya, kapasitas dan arsitektur sistem core tax belum didesain untuk menangani lonjakan volume data secara optimal. “Infrastruktur server yang digunakan nampaknya belum dioptimalkan untuk menangani high-volume data processing dan kompleksitas transaksi perpajakan dalam skala besar,” jelasnya.
Sejak diluncurkan pada Januari 2025, sistem ini menghadapi banyak tantangan. Meski dirancang untuk memperbaiki tax gap dan administrasi perpajakan, banyak Wajib Pajak mengeluhkan gangguan layanan serta kendala teknis yang dinilai memperlambat proses pelaporan dan pembayaran pajak.
Kendati demikian, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Abimanyu tidak menyebut kendala di sistem core tax sebagai penyebab perlambatan penerimaan pajak di awal tahun. Ia lebih menekankan bahwa penerimaan pajak Januari-Februari 2025 memiliki pola musiman yang spesifik, di mana penerimaan cenderung turun setelah peningkatan di bulan Desember akibat efek Nataru dan akhir tahun anggaran.
Selain itu, perlambatan penerimaan pajak pada awal 2025 juga dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas global. Beberapa harga komoditas utama yang melambat antara lain batu bara (-11,8 persen), Brent (-5,2 persen), dan nikel (-5,9 persen).
“Penerimaan pajak Januari hingga Februari 2025 melambat dibandingkan tahun 2024 akibat harga komoditas,” jelasnya,
Comments