Menu
in ,

Seluk-Beluk Penyitaan dalam Penagihan Pajak

Pajak.com, Jakarta – Setelah pemblokiran rekening dilakukan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang melakukan penyitaan bila Wajib Pajak tidak kunjung melunasi utang pajaknya. Pajak.com akan mengajak pembaca memahami seluk-beluk penyitaan dalam proses penagihan pajak berdasarkan aturan yang berlaku.

Apa itu penyitaan? 

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak.

Siapa yang berwenang melakukan penyitaan?

Tindakan penyitaan dapat dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan berdasarkan pada surat perintah melaksanakan penyitaan yang telah diterbitkan oleh pejabat. Juru sita pajak merupakan pelaksana dari tindakan penagihan pajak, yang meliputi penagihan dalam seketika dan sekaligus, memberitahukan adanya terbitan dari surat paksa, penyitaan, dan penyanderaan.

Mengapa DJP melakukan penyitaan?

Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak, yakni Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang memiliki tanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk ke dalamnya adalah wakil yang ditunjuk untuk menjalankan hak dan kewajiban dari Wajib Pajak yang bersangkutan sesuai ketentuan Undang-Undang.

Penyitaan kepada penanggung pajak akan dilaksanakan apabila terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat paksa yang telah diberitahukan kepada penanggung pajak, namun utang pajak tidak kunjung dilunasi juga dalam jangka waktu 2×24 jam.

Bagaimana mekanisme penyitaan?

Dalam menjalankan tugasnya sebagai juru sita pajak, berikut ini merupakan ketentuan dalam tindak penyitaan:

  1. Ketika penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak. Selain itu, disaksikan sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi yang telah dewasa, merupakan penduduk Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak, dan dapat dipercaya.
  2. Juru sita pajak harus memperlihatkan kartu tanda pengenal sebagai juru sita pajak, memperlihatkan surat perintah melaksanakan penyitaan, serta memberitahukan maksud dan tujuan atas penyitaan yang dilakukan.
  3. Juru sita pajak harus membuat berita acara pelaksanaan sita setiap melaksanakan tindak penyitaan dengan ditandatangani oleh juru sita pajak, penanggung pajak, dan saksi-saksi.
  4. Apabila penanggung pajak menolak menandatangani berita acara pelaksanaan sita, maka juru sita pajak harus mencantumkan penolakan dalam berita acara pelaksanaan sita. Kemudian, serta berita acara itu harus ditandatangani oleh juru sita pajak dan saksi-saksi sebagai bukti.
  5. Tindak penyitaan akan tetap dilakukan apabila penanggung pajak tidak hadir, namun dengan adanya saksi yang berasal dari pemerintah daerah (pemda) setempat, atau sekurang-kurangnya setingkat sekretaris kelurahan atau sekretaris desa.
  6. Apabila penanggung pajak tidak hadir dalam pelaksanaan penyitaan, maka berita acara pelaksanaan sita akan ditandatangani oleh juru sita pajak dan saksi-saksi sebagai bukti.
  7. Salinan atas berita acara pelaksanaan sita dapat ditempel pada barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak dan barang tidak bergerak yang disita itu berada, atau pada tempat-tempat umum.

Salinan berita acara pelaksanaan sita harus disampaikan kepada:

  1. Penanggung pajak.
  2. Kepolisian atas barang bergerak yang dimana kepemilikannya terdaftar.
  3. Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tanah yang dimana kepemilikannya sudah terdaftar.
  4. Pemda dan Pengadilan Negeri (PN) setempat atas tanah yang kepemilikannya belum terdaftar.

Apa saja barang yang disita?

Barang-barang milik penanggung pajak yang dapat disita merupakan barang yang berada di tempat tinggal, tempat kedudukan, tempat usaha, maupun tempat lainnya yang masih termasuk dalam penguasaan penanggung pajak, namun berada di tangan pihak lain atau yang menjadi jaminan sebagai pelunasan utang tertentu, meliputi:

  1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, saldo rekening koran, tabungan, giro, obligasi, saham, surat berharga lainnya, piutang, penyertaan modal pada perusahaan lain, dan bentuk lainnya yang serupa.
  2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, serta kapal dengan isi kotor tertentu.
  3. Bagi penanggung pajak orang pribadi, penyitaan juga dapat dilakukan atas barang yang merupakan miliki pribadi yang bersangkutan, barang miliki istri dan anak yang masih dalam tanggungan, dikecualikan apabila secara tertulis adanya kehendak perjanjian pemisahan harta dan penghasilan antara suami dan isteri.
  4. Bagi penanggung pajak badan, penyitaan dapat dilakukan atas barang-barang milik perusahaan, milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, dan pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal yang bersangkutan, maupun di tempat yang lainnya.

Sebagai catatan, penyitaan didahulukan pada barang bergerak, terkecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang yang tidak bergerak. Untuk urutan barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang disita dapat ditentukan oleh juru sita pajak dengan memerhatikan jumlah dari utang pajak dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualan, atau pencairannya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version