Menu
in ,

RUU HPP Jadi Komponen Penting Reformasi Perpajakan

Pajak.comJakarta – Pemerintah mengapresiasi DPR RI yang telah menyepakati Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) pada Rapat Paripurna DPR RI ke-7, pada Kamis (7/10), proses ini merupakan komponen penting dalam reformasi perpajakan, terutama menuju sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.

Pembahasan antara pemerintah dan parlemen dalam panitia kerja RUU HPP yang merupakan komponen penting dalam reformasi perpajakan ini juga selalu mengedepankan kepentingan masyarakat dan pembangunan nasional, serta dilakukan melalui proses diskusi yang sangat konstruktif dan dinamis.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat memaparkan Pendapat Akhir Pemerintah di hadapan parlemen. Selanjutnya, RUU HPP ini akan disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo untuk ditandatangani dan disahkan menjadi undang-undang.

Yasonna mengingatkan, reformasi perpajakan merupakan proses berkelanjutan yang tidak terputus, sekaligus sebagai bagian dari sistem perpajakan yang menyesuaikan dengan dinamika dan situasi perekonomian.

Tak hanya itu, reformasi perpajakan juga diselaraskan dengan langkah pemerintah dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi, dan meningkatkan kualitas kebijakan fiskal sebagai instrumen kebijakan yang mendukung pembangunan nasional.

“Reformasi perpajakan bertujuan meningkatkan tax ratio dan kepatuhan pajak agar menjadi lebih baik. Reformasi perpajakan juga diharapkan dapat jadi instrumen untuk mewujudkan keadilan, serta lebih memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan,” ucapnya.

Dalam perspektif yang lebih luas, lanjutnya, reformasi perpajakan merupakan suatu dimensi tak terpisahkan dari berbagai agenda reformasi yang sedang dijalankan yaitu reformasi struktural, reformasi fiskal, reformasi sistem keuangan, dan reformasi tata kelola negara.

“Pandemi Covid-19 juga memberikan momentum dan sudut pandang baru dalam menata ulang dan membangun pondasi baru perekonomian nasional, termasuk menata ulang sistem perpajakan agar lebih kuat di tengah tantangan pandemi dan dinamika masa depan yang harus terus diantisipasi,” ungkapnya.

Ia pun menyoroti tentang dimensi reformasi yang berdasarkan atas praktik-praktik terbaik, termasuk mempertimbangkan dimensi dinamika global yang sedang berkembang, dan era digitalisasi.

“Dalam konteks ini, agenda reformasi perpajakan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dinamika perubahan dunia usaha dan tren perpajakan global. Globalisasi ekonomi dan perkembangan teknologi reformasi telah membawa perubahan fundamental terhadap sistem perekonomian global yang ditandai dengan maraknya transaksi lintas negara (cross border transaction) dan ekonomi digital,” lanjutnya.

Menurut Yasonna, lanskap perpajakan internasional diwarnai dorongan untuk meningkatkan mobilitas sumber daya domestik melalui peningkatan penerimaan pajak sebagai sumber pendanaan selama dekade terakhir.

Hal ini meliputi perluasan melalui peningkatan basis pemajakan orang pribadi, kesepakatan pajak minimum global, pengenaan pajak atas kekayaan dan properti, pemajakan atas eksternalitas terhadap lingkungan, pemajakan transaksi digital, dan kenaikan tarif PPN menjadi isu yang menonjol pada tren perpajakan global saat ini.

“Pemerintah menilai saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi struktural di bidang perpajakan untuk mewujudkan cita-cita Indonesia maju. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan APBN yang sehat, yang ditopang oleh basis pemajakan yang luas untuk membangun basis pajak yang luas dan kuat, maka reformasi pajak yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel mutlak diperlukan,” katanya.

Ia pun merinci, adil yang dimaksud memiliki makna keseimbangan beban pajak antarsektor usaha, termasuk antarkelomppok lapisan penghasilan yang memikul beban pajak sesuai dengan kemampuan ekonomis, serta memberikan kepastian hukum bagi seluruh Wajib Pajak.

“Sistem perpajakan menjadi sehat ketika pajak menjadi sumber penerimaan negara yang optimal, adaptif terhadap perubahan, dibangun sesuai international best practice, serta menunjukkan karakter berkelanjutan,” tegasnya.

Selanjutnya, sistem perpajakan disebut efektif ketika dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan secara optimal, dan dapat memberi kemudahan pelayanan untuk menekan biaya kepatuhan Wajib Pajak. Namun, di sisi lain memastikan seluruh Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar.

“Sistem perpajakan juga harus diletakkan dalam prinsip akuntabel, yang menekankan transparansi dalam proses bisnis, dan pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan perundang-undangan,” tandasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version