Menu
in ,

Restoran dan Perhotelan Pulih, Pajak Daerah Rp 37,9 T

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, sektor restoran, perhotelan, maupun hiburan pada kuartal I-2022 (Januari—Maret) telah menunjukkan sinyal pemulihan dari dampak badai pandemi. Hal itu tecermin dari penerimaan pajak daerah yang semakin meningkat, yakni mencapai Rp 37,9 triliun pada Maret 2022 atau tumbuh hingga 12,8 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2021 sebesar Rp 33,67 triliun berkat restoran dan perhotelan pulih serta pajak hiburan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, meningkatnya penerimaan pajak daerah menjadi sinyal positif terhadap pemulihan ekonomi nasional. Adapun komponen pendorong pertumbuhan itu berasal dari sektor-sektor yang bersifat konsumsi, misalnya pajak hiburan, restoran, dan perhotelan.

“Tumbuhnya penerimaan pajak dari sana menunjukkan sektor-sektor tersebut tumbuh dengan baik. Ada kenaikan (penerimaan pajak daerah) lebih dari 10 persen. Ini menggambarkan bagaimana kegiatan ekonomi atau konsumsi masyarakat mulai muncul, karena pajak daerah itu menggambarkan pajak hiburan, restoran, dan hotel, aktivitas traveling,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), dikutip Pajak.com (22/4).

Kendati demikian, ia mengakui, terdapat pos penerimaan pajak daerah lainnya yang belum pulih secara optimal. Fenomena ini disebabkan oleh dampak COVID-19 yang belum sepenuhnya dapat diatasi.

“Nah, nanti itu terkonfirmasi pajak di tingkat pusat yang menunjukkan juga ada kenaikan. Menunjukkan peningkatan aktivitas ekonomi, terutama untuk bidang-bidang yang selama ini terpukul pandemi,” ujar Sri Mulyani.

Selain itu, Kemenkeu juga mencatat, penerimaan retribusi daerah pada Maret 2022 tercatat senilai Rp 1,02 triliun, turun dari kinerja 2021 pada periode yang sama senilai Rp 1,63 triliun. Lalu, Penerimaan Asli Daerah (PAD) tercatat sebesar Rp 5,42 triliun atau masih turun dari 2021 yang senilai Rp 9,91 triliun.

“Pemerintah daerah masih perlu terus mengoptimalkan potensi Pajak Asli Daerah yang dimiliki agar kinerja tersebut dapat dipertahankan pada tahun berjalan,” kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, ia menyoroti turunnya belanja daerah. Kemenkeu mencatat, realisasi belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD) hingga Maret 2022 mencapai Rp 93,45 triliun atau 8,47 persen dari total belanja sebesar Rp 1.103,91 triliun. Realisasi itu turun 11,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 105,94 triliun atau 9,34 persen dari total belanja APBD 2021 Rp 1.134,64 triliun.

“Belanja APBD 2022 tetap harus diperbaiki. Karena pendapatannya tinggi tetapi belanja didaerah ini justru mengalami penurunan hingga 11,8 persen. Harusnya, realisasi belanja dapat meningkat cukup signifikan di April (2022) karena terdapat penyaluran bansos dan THR (Tunjangan Hari Raya) untuk ASN (Aparatur Sipil Negara) pusat, sementara di pemerintahan daerah terdapat pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP),” jelas Sri Mulyani.

Tidak terakselerasinya penyerapan belanja pemerintah daerah menyebabkan dana mengendap di bank mencapai Rp 202,35 triliun per Maret 2022. Padahal, pada Maret 2020 dan 2021 dana pemerintah daerah di di bank mampu dijaga di bawah Rp 200 triliun, yakni sebesar Rp 177,52 triliun (2020) dan Rp 182,3 triliun (2021).

“Ini menggambarkan sebetulnya pemda punya potensi besar untuk mendorong pemulihan ekonomi dengan menggunakan dananya, APBD-nya untuk bisa mengakselerasi pemulihan di masing-masing daerah,” ungkap Sri Mulyani.

Ia pun mendorong pemerintah daerah dapat mengakselerasi belanja seiring dengan percepatan transfer dana dari pemerintah pusat dan peningkatan penerimaan pajak daerah. Sri Mulyani menyebutkan, Jawa Timur menjadi daerah dengan jumlah dana mengendap di bank terbesar, yakni mencapai Rp 26,85 triliun. Sedangkan daerah dengan dana di bank terkecil adalah Sulawesi Barat sebesar Rp 1,14 triliun.

“Pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan eksekusi belanja, maka kita harap pada kuartal II dan III (2022) nanti akselerasi pemulihan ekonomi bisa terjaga. Karena sekarang perekonomian sedang menghadapi tekanan dengan lonjakan harga komoditas yang sangat tinggi,” tegas Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version