Peraturan Terkait NJOP Pada Sektor Perkebunan
Peraturan Terkait NJOP Pada Sektor Perkebunan. Penetapan nilai jual objek pajak diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
Peraturan tersebut menggantikan beberapa peraturan penting antara lain terkait dengan peraturan penetapan NJOP pada tahun 2014 hingga 2019 yaitu PMK-139/PMK.03/2014 dan beberapa Peraturan Dirjen Pajak terkait dengan aturan pelaksanaan dari PMK-139/PMK.03/2014.
PMK-186/PMK.03/2019 memiliki setidaknya tiga poin penting yang mengatur terkait PBB P5L yang dikelola oleh pemerintah pusat. Tiga poin tersebut antara lain terkait dengan ketentuan umum, klasifikasi objek pajak dan tata cara penetapan NJOP PBB.
1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum di dalam aturan tersebut terkait dengan pendefinisian ulang istilah-istilah sesuai dengan apa yang dimaksud dan didefinisikan oleh UU PBB, selain itu peraturan tersebut juga menyempurnakan istilah terkait objek sektoral yang diatur pula pada peraturan perundang-undangan pada kementerian lain.
2. Klasifikasi Objek
Klasifikasi objek yang pada aturan sebelumnya terdiri dari empat sektor saja dan disebut dengan PBB P3L, pada aturan baru ini terdapat enam sektor objek dan disebut dengan PBB P5L. Perubahan ini terkait dengan pemecahan sektor pertambangan pada PBB P3L yang menjadi sektor pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan mineral dan batu bara, dan pertambangan panas bumi dan menjadi PBB P5L.
Selain itu diatur pula terkait dengan penentuan objek pajak yang berbasis kepada kawasan. Aturan PMK-139/PMK.03/2014 mengatur bahwa objek pajak yang dikenakan PBB adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha, dan kegiatan usaha tersebut adalah kegiatan usaha yang telah diberikan izin oleh yang berwenang.
Hal ini diubah di dalam peraturan yang baru bahwa objek pajak PBB tersebut adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan. Kawasan tersebut adalah areal yang tercantum di dalam izin, hak, kontrak, dan penugasan, serta areal di luar areal yang tercantum di dalam izin, hak, kontrak, dan penugasan.
Selain dua hal di atas, peraturan terkait dengan klasifikasi objek tidak banyak berubah. Aturan tersebut antara lain terkait dengan pengaturan objek bumi, pengaturan objek pajak di dalam kawasan yang tidak dikenakan PBB sesuai dengan aturan baru bahwa batasan objek PBB adalah kawasan, dan pengaturan terkait objek pajak bangunan.
Objek pajak bumi yang diatur di dalam peraturan ini yaitu terdiri dari permukaan bumi dan tubuh bumi. Permukaan bumi dipisahkan kembali menjadi dua objek yaitu permukaan bumi di darat (onshore) dan permukaan bumi di laut atau pantai (offshore).
3. Tata Cara Penetapan NJOP PBB
Secara umum pengenaan PBB dikenakan berdasarkan SPOP dan LSPOP yang telah dikembalikan oleh wajib pajak ke kantor pelayanan pajak. Pengisian SPOP dan LSPOP tersebut harus dilakukan dengan jelas, benar, lengkap dan ditandatangani serta dilampiri dokumen pendukung.
Jika SPOP dan LSPOP telah diisi sesuai dengan ketentuan administratif dan materiil maka KPP menindaklanjuti dengan melakukan penghitungan NJOP berdasarkan isian SPOP dan LSPOP yang telah dikembalikan oleh wajib pajak tersebut. Penetapan NJOP akan menjadi dasar perhitungan pajak terutang dan KPP akan menindaklanjuti dengan menerbitkan SPPT PBB.
Penghitungan NJOP setelah diberlakukannya peraturan ini berbeda dengan aturan pada tahun sebelumnya yang menggunakan dasar aturan PMK- 139/PMK.03/2014. PMK-186/PMK.03/2019 mengatur bahwa nilai NJOP yang didapatkan dari hasil perhitungan data yang didapatkan dari wajib pajak tidak perlu untuk diklasifikasikan terlebih dahulu menjadi NJOP per meter persegi seperti pada lampiran PMK- 139/PMK.03/2014, sehingga nilai yang didapatkan pada perhitungan NJOP akan langsung menjadi dasar perhitungan pajak terutang.
Selain itu khusus untuk sektor perkebunan dan sector perhutanan untuk Standar Investasi Tanaman (SIT) diganti dengan Biaya Investasi Tanaman (BIT) dan diatur lebih lanjut dengan keputusan dirjen setiap tahunnya yang pada tahun sebelumnya SIT ditentukan oleh keputusan kantor wilayah masing-masing wilayah kerja.
Comments