Menu
in ,

Pengurangan Sanksi Bagi Pelanggar Pajak di RUU HPP

Pengurangan Sanksi Bagi Pelanggar Pajak di RUU HPP

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) telah mengatur pengurangan sanksi bagi pelanggar pajak. Pemerintah berharap hal itu dapat menciptakan kepatuhan sukarela Wajib Pajak (WP). Berikut daftar pengurangan sanksi dalam RUU yang telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu:

Pertama, sanksi pemeriksaan untuk WP yang tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan atau kurang bayar pajak penghasilan (PPh) akan dikenakan denda bunga 20 persen. Jika dibandingkan dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sanksi yang dikenakan 50 persen. Denda bunga ini telah menyesuaikan pasar (suku bunga acuan), sehingga WP tidak kena denda yang sangat tinggi.

Kedua, PPh kurang potong juga akan dikenakan denda tambahan 20 persen. Jika dibandingkan UU KUP, sanksi pelanggaran ini dikenakan sanksi 100 persen.

Ketiga, PPh dipotong tetapi tidak disetor kena denda 75 persen. Sebelumnya dalam UU KUP dikenakan denda 100 persen.

Keempat, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kurang bayar dikenakan denda 75 persen. Sementara dibandingkan dengan UU KUP, denda yang ditetapkan sebesar 100 persen.

Kelima, bagi WP yang mengajukan keberatan atau pengadilan, tetapi perkara justru dimenangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maka WP akan kena denda 30 persen. Denda itu juga lebih rendah dibandingkan UU KUP, yakni 50 persen.

Keenam, jika WP kembali banding dan DJP memenangkan lagi perkara itu, maka sanksi denda yang dikenakan lebih tinggi, yaitu 60 persen. Persentase ini juga lebih rendah dibandingkan UU KUP yang menetapkan denda 100 persen. Ketujuh, penghapusan pidana penjara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, UU HPP ini berusaha memberi kepastian hukum dan keadilan bagi pengemplang pajak yang kasusnya masuk sampai tahap persidangan. Sri Mulyani menyebut, WP akan diberi kesempatan untuk mengembalikan kerugian negara dengan cara membayar pokok pajak dan sanksi, sehingga tidak perlu dituntut pidana penjara.

“Dalam peraturan ini memang akan memberikan gambaran mengenai sanksi yang relatif lebih rendah, tapi tetap memberikan pencegahan terhadap berbagai upaya untuk penghindaran pajak,” kata Sri Mulyani.

Menurutnya, pengurangan sanksi pada saat pemeriksaan juga seirama dengan UU Cipta Kerja. Pemerintah berharap hal ini dapat menciptakan kepatuhan pajak sukarela.

Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, pengurangan sanksi dalam UU HPP itu dinilai sudah ideal, khususnya tentang penghapusan pidana penjara bagi pelanggar pajak. Pengurangan sanksi dalam RUU HPP merupakan hasil dari kompromi antara pemerintah dan DPR yang telah mewakili masyarakat Indonesia.

“Dari sudut tujuan penyusunan RUU HPP berupa peningkatan kepatuhan sukarela atau voluntary compliance, saya melihat kebijakan pengenaan sanksi di UU HPP sudah memadai karena tidak memberatkan Wajib Pajak,” kata Prianto.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version