Menu
in ,

Pemprov Jabar Jadi “Pilot Project” Integrasi Data DJP

Pemprov Jabar Jadi “Pilot Project”

FOTO: IST

Pajak.com, Jawa Barat – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai pilot project pelaksanaan integrasi data perpajakan. Integrasi dilakukan secara host-to-host antara Pemprov Jabar dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Sejatinya, integrasi data perpajakan antara pemerintah daerah (pemda) dan DJP merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan; UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP); serta UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (HKPD).

Kepala Badan Pendapatan (Bapenda) Pemprov Jabar Dedi Taufik menyampaikan, integrasi data perpajakan antara pusat dan daerah berpeluang mendongkrak pendapatan daerah maupun nasional. Kebijakan ini merupakan tahapan penting dalam agenda Reformasi Perpajakan Jilid III.

“Salah satu jenis data yang dipertukarkan antara Bapenda Pemprov Jabar dengan DJP adalah data kepemilikan kendaraan bermotor. Integrasi data ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak pusat dan pajak daerah,” ungkap Dedi dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (22/7).

Atas komitmen itu, Pemprov Jabar mendapat penghargaan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan DJP sebagai pemangku kepentingan yang mendukung reformasi perpajakan. Penghargaan itu langsung diberikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Perayaan Hari Pajak Nasional, di Kantor Pusat DJP, (19/7).

“Alhamdulillah, kami menerima apresiasi dari bu Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati atas dukungan terbaik dalam reformasi perpajakan nasional,” ungkap Dedi.

Sejatinya, UU Nomor 9 tahun 2017 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, telah untuk memberikan kewenangan kepada DJP untuk mendapatkan akses informasi keuangan secara otomatis. Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31, membuka ruang bagi DJP untuk mengakses data dan informasi dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya (ILAP). Saat ini sudah ada 80 negara, 69 instansi, dengan 337 jenis data yang bisa diakses dan dikulik otoritas termasuk data transaksi, identitas, hingga perizinan.

Sri Mulyani memastikan, keberadaan UU akses informasi serta UU HPP menjadi salah satu lompatan pemerintah dalam mendorong terciptanya landasan sinergi semua pihak untuk mendorong sistem perpajakan yang lebih baik.

“Waktu itu Perppu menjadi (UU) yang mengatur automatic exchange of information (AEoI). Pajak Diberikan power untuk bisa mengakses informasi. Kita kemudian juga mengikuti internasional tax agreement untuk menghindari best erotion profit shifting,” jelas Sri Mulyani.

Integrasi data antara pusat dan daerah telah dimanfaatkan DJP untuk membidik Wajib Pajak potensial dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Program yang berjalan 1 Januari 2022 – 30 Juni 2022 itu memanfaatkan data kepemilikan tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan data kepemilikan aset kendaraan dari Polri. Berdasarkan data yang diterima itu, DJP kemudian menawarkan Wajib Pajak yang belum melaporkan hartanya secara benar untuk mengikuti PPS.

“Kita enggak mungkin terus membangun perpajakan di Indonesia yang baik tanpa dukungan dari para stakeholders. Jadi kami berterima kasih semuanya memberi kontribusi yang luar biasa penting bagi kami,”ungkap Sri Mulyani.

Sebelumnya, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Kemenkeu Astera Prima menuturkan, UU HKPD telah mengamanahkan pemda, DJP, maupun Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), untuk saling melakukan pertukaran data perpajakan. Sinergi ini memiliki beragam manfaat, antara lain meningkatkan rasio pajak dan retribusi daerah, PAD, penerimaan pajak nasional, serta membangun layanan publik yang lebih baik.

“Kita mendorong adanya kerja sama pertukaran data yang selama ini sudah banyak dilakukan. Kalau tidak salah, ada hampir 300 daerah ikut MoU (memorandum of understanding) antara pemda, DJP, DJPK. Terdapat lebih dari Rp 20 triliun dari pajak daerah dan (pajak) pusat yang bisa dikumpulkan dengan melakukan rekonsiliasi fiskal tersebut,” ungkap Prima.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni. Melalui UU HKPD, Kemendagri mendorong pemda kreatif meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), utamanya dalam menggali potensi pajak dan retribusi melalui kegiatan estensifikasi dan intensifikasi.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version