Menu
in ,

Pemerintah Kaji Pengenaan Cukai BBM Hingga Detergen

Pajak.com, Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan, saat ini pemerintah tengah mengkaji tiga jenis barang yang akan dikenakan cukai, antara lain ban karet, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan detergen.

“Dalam konteks pengendalian konsumsi, ke depan akan terus dikaji, seperti ban karet, BBM, detergen. Tentunya rencana tersebut sejalan dengan kebijakan ekstensifikasi cukai yang tengah didorong oleh pemerintah. Disisi lain, tujuannya guna membatasi konsumsi terhadap ketiga jenis barang yang akan dikenakan cukai tersebut,” kata Febrio di Rapat Panitia Kerja bersama Asumsi Dasar Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang disiarkan secara virtual, (13/6).

Secara simultan, pemerintah juga sedang mempersiapkan pengenaan cukai terhadap plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Hal ini juga sebagai upaya mengurangi konsumsi plastik dalam mendukung kelestarian lingkungan.

“Kita melakukan persiapan terus untuk plastik dan juga minuman berpemanis dalam kemasan. Di sisi lain, bapak dan ibu mungkin sangat memahami sekali, bahwa (penerimaan) kepabeanan dan cukai masih didominasi hasil tembakau dan baru ada tiga barang yang kena cukai, yaitu hasil tembakau, MMEA (minuman mengandung etil alkohol), dan etil alkohol. Dan kita lihat evolusinya dalam beberapa waktu terakhir,” kata Febrio.

Ia mengulas, pada masa pandemi 2020, realisasi penerimaan cukai cenderung menurun akibat terbatasnya aktivitas perdagangan internasional, yakni menjadi Rp 213,7 triliun. Kemudian, sepanjang 2021, penerimaan bea keluar semakin meningkat signifikan seiring kenaikan harga komoditas dan mobilitas yang kian longgar.

“Potensi penerimaannya (bea dan cukai tahun 2022) masih dapat dioptimalkan melalui ekstensifikasi barang kena cukai,” kata Febrio.

Dalam APBN 2022, penerimaan perpajakan (bea dan cukai serta pajak) ditargetkan sebesar Rp 1.510 triliun. Namun, karena kenaikan harga komoditas, Kemenkeu optimistis penerimaan perpajakan mengalami peningkatan menjadi Rp 1.784 triliun. Secara spesifik, target penerimaan bea dan cukai diprediksi bisa mencapai Rp 299 triliun dari yang semula ditargetkan sebesar Rp 245 triliun. Disusul penerimaan pajak juga diproyeksi mengalami peningkatan menjadi Rp 1.485 triliun dari target Rp 1.265 triliun dalam APBN 2022.

“Proyeksi kenaikan penerimaan pajak tahun 2022 ini sebagai bukti perekonomian nasional kembali membaik. Sebelum pandemi 2022, rata-rata pertumbuhan perpajakan 2017-2019 tumbuh 6,5 persen. Tahun 2018 perpajakan tumbuh 13 persen disebabkan harga komoditas membaik (commodity boom),” ungkap Febrio.

Hingga akhir April 2022, total penerimaan bea dan cukai telah mencapai Rp 108,4 triliun atau 44,2 persen dari target APBN 2022 yang sebesar Rp 245 triliun. Capaian ini tumbuh 37,7 persen dari realisasi Maret 2022 yang sebesar Rp 79,3 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, pertumbuhan bea dan cukai sepanjang 2022 sangat kuat dan semakin baik.

“Capaian tersebut didukung oleh bea masuk yang tumbuh sebesar 33,2 persen sebagai dampak membaiknya ekonomi nasional. Faktor lainnya dipengaruhi oleh impor nasional berupa barang modal, bahan baku, dan barang konsumsi yang masih tumbuh tinggi di sektor perdagangan maupun untuk gas dan otomotif. Sementara, cukai tumbuh 30,8 persen dipengaruhi implementasi kebijakan cukai dan efektivitas pengawasan, juga kebijakan relaksasi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan membaiknya sektor perhotelan serta pariwisata,” urai Sri Mulyani.

Ia memerinci, pos penerimaan bea keluar mengalami kenaikan sangat tinggi dibandingkan periode April tahun 2021, yaitu sebesar 102,1 persen. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya harga dan meningkatnya volume ekspor tembaga diakibatkan adanya pelarangan ekspor crude palm oil (CPO).

“Kita berharap dengan pemulihan kembali, kebijakannya akan bisa mengembalikan lagi tren untuk penerimaan dari CPO kita. Selain itu, realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada Januari hingga April 2022 sebesar Rp 76,29 triliun atau tumbuh 30,98 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tarif tertimbang juga naik menjadi 14,2 persen dari kenaikan rata-rata tahun 2022 yang sebesar 12,5 persen. Peningkatan produksi hasil tembakau masih tumbuh 3,4 persen,” ungkap Sri Mulyani.

Kemudian, kinerja realisasi MMEA mencapai Rp 2,19 triliun atau tumbuh 25,90 persen pada April 2020, sejalan dengan mulai dibukanya berbagai kegiatan pariwisata.

“Suatu perkembangan yang menarik adalah MMEA produksi dalam negeri sangat tinggi mencapai 99 persen. Ini cukup bagus. Berarti sekarang dilakukan berbagai produksi dalam negeri untuk mensubstitusi impor MMEA,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version