Menu
in ,

Pemerintah Godok PMK Implementasi NIK sebagai NPWP

Pemerintah Godok PMK

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, pemerintah saat ini masih menyiapkan secara matang aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dari implementasi penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini paralel dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang tengah difinalisasi dan segera dirilis ke publik.

Sebagaimana diketahui, kebijakan baru itu tercantum dalam klaster Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Di KUP ada sembilan PMK, lebih ke arah mengartikulasikan apa yang kami tulis di PP (Peraturan Pemerintah), termasuk implementasi NIK sebagai NPWP, tata cara pembayaran, tata cara penagihan, dan juga kuasa Wajib Pajak,” kata Suryo saat konferensi pers APBN KiTa edisi April 2022, dikutip Pajak.com, Jumat (22/4).

Ia juga menyebut, penyusunan PMK dan PP tersebut sekaligus ancang-ancang pemerintah untuk implementasi core tax system di tahun 2023. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa implementasi NIK sebagai NPWP baru akan dimulai pada 2023 mendatang. Penggabungan ini bertujuan untuk integrasi satu data nasional, yang kemudian menjadi acuan dari setiap dokumentasi, aktivitas bisnis, maupun kewajiban perpajakan masyarakat.

“Yang kami lakukan dalam penyusunan PMK dan PP ini memang dalam kerangka persiapan untuk implementasi core tax di tahun 2023Jadi sekalian kami menyusun PMK yang nantinya akan diimplementasikan untuk proses bisnis yang ada di dalam sistem informasi yang sedang kami susun saat ini,” imbuhnya.

Sebelumnya, Suryo mengemukakan DJP dapat melakukan aktivasi NIK jika nantinya aturan ini telah diimplementasikan, sehingga Wajib Pajak yang memiliki pendapatan di atas ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak perlu mendaftarkan diri ke kantor pajak dan membuat NPWP.

Ia juga kembali menegaskan, penggunaan NIK sebagai NPWP tidak serta merta menyebabkan orang pribadi membayar pajak, karena baru dikenakan apabila penghasilan dalam setahun berada di atas PTKP.

“Masyarakat Indonesia itu tak perlu daftar-daftar lagi jadi Wajib Pajak. Ya semuanya adalah Wajib Pajak, yang membedakan adalah dia teraktivasi atau tidak, punya penghasilan atau tidak. Kalau tidak punya penghasilan, kami tidak akan mengaktivasinya,” ujarnya.

Menurutnya, integrasi itu akan menjadi solusi atas tidak sinkronnya data administrasi perpajakan saat ini. Seringkali, data dan informasi Wajib Pajak yang dimiliki DJP berbeda dengan yang dipunya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Tentunya, hal ini berdampak kepada kualitas data Wajib Pajak yang sulit ditelaah.

“Jadi nanti misalnya ada transaksi gede-gede, maka saya kukuhkan dengan NIK bertindak sebagai Wajib Pajak. Jadi ke depan, basisnya NIK ini mengurangi kesulitan pelaksanaan administrasi. Kalau penghasilannya lebih dari PTKP maka hukumnya wajib bayar pajak penghasilan,” sambungnya.

Tak hanya itu, Suryo meyakini bahwa kebijakan NIK sebagai NPWP juga akan menyumbang basis pajak baru. Pasalnya, berdasarkan data DJP, Wajib Pajak yang terdaftar hingga saat ini baru mencapai 45 juta, sedangkan yang wajib membayar pajak dan menyampaikan SPT Tahunan hanya 19 juta Wajib Pajak.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version