in ,

Pajak Karbon di Indonesia, Kapan Diterapkan?

Pajak Karbon di Indonesia
FOTO: IST

Pajak Karbon di Indonesia, Kapan Diterapkan?

Pajak Karbon di Indonesia, Kapan Diterapkan?. Masih dalam suasana reformasi perpajakan yang sedang digalakkan oleh DJP melalui UU HPP, sejatinya terdapat kebijakan yang hingga kini berlaku. Kebijakan tersebut adalah penerapan pajak atas karbon, yang telah disebutkan pada BAB VI UU HPP.

Sesuai namanya, pajak karbon merupakan pungutan pajak yang dikenakan atas emisi karbon dan gas rumah kaca lainnya. Pada BAB tersebut telah dijelaskan secara garis besar bagaimana pengaturan pajak karbon, mulai dari subjek pajak karbon, objek pajak karbon, saat terutang pajak karbon, tarif, alokasi penerimaan pajak karbon, dan ketentuan lainnya.

Ditetapkannya pajak karbon menjadi komitmen pemerintah dalam rangka pengendalian perubahan iklim dengan jalan membatasi emisi karbon dan mewujudkan net zero emission. Rencananya, pajak karbon diterapkan di Indonesia dengan mekanisme cap and trade and tax dengan tarif Rp30 per Kg CO2 ekuivalen sebagaimana disebutkan dalam UU HPP. Tarif ini diturunkan dari sebelumnya dibahas dalam RUU yakni sebesar Rp75 per Kg CO2 ekuivalen.

Mekanisme cap and trade dan tax artinya setiap subjek pajak diberikan suatu batasan emisi karbon tertentu, dan diberikan opsi untuk membeli cap dari subjek pajak lain apabila subjek pajak lain tersebut memiliki sisa cap emisi karbon. Namun apabila seorang subjek pajak telah mengeluarkan emisi karbon melebihi cap yang ditetapkan, dan ia tidak membeli tambahan cap, maka kelebihan tersebut akan dipajaki oleh pemerintah.

Baca Juga  Pajak Sepatu Impor Picu Somasi Ke Bea Cukai dan DHL

Pengaturan tentang pajak karbon juga telah diturunkan ke Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Dalam peraturan tersebut disebutkan 4 mekanisme carbon pricing, yakni perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja/merit, pungutan atas karbon, dan mekanisme lainnya. Berbagai pengaturan tentang nilai ekonomi terkait karbon juga telah disebutkan dalam peraturan ini, sehingga tinggal bagaimana pelaksanaannya di lapangan.

Jika nanti diterapkan, pajak karbon diprediksi memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya diantaranya adalah pajak karbon dapat diberlakukan secara luas untuk semua jenis bahan bakar fosil sehingga dapat menyeluruh mengurangi emisi gas rumah kaca.

Kemudian pajak karbon dapat diterapkan dengan tarif jelas dan dapat pula mengikuti tarif pajak karbon yang diterapkan di berbagai negara. Tarif ini pun dapat disesuaikan secara berkala menyesuaikan dengan kondisi perekonomian, karena tentunya akan berdampak pada pasar.

Kemudian terkait administrasi, pemerintah dapat menunjuk pemungut pajak karbon sebagai layaknya pemungut pajak pada umumnya dengan syarat dan ketentuan tertentu.

Sedangkan kelemahannya adalah diizinkannya membeli sertifikat emisi untuk menambah cap masing – masing penghasil emisi. Dengan adanya peluang untuk membeli cap ini, perusahaan – perusahaan besar yang memiliki kemampuan lebih cenderung untuk terus membeli cap supaya dapat menghasilkan emisi lebih banyak.

Fenomena ini bisa menjadi peluang untuk monopoli bagi perusahaan yang memiliki sertifikat emisi dengan jumlah banyak, dan tentu dapat mendistorsi proses pemungutan pajak karbon. Kelemahan lainnya adalah perlunya edukasi komprehensif bagi para subjek pajak karbon, karena penerapan pajak karbon memiliki dampak terhadap sosial dan perekonomian.

Baca Juga  Jelang Lebaran, DJP Imbau Wajib Pajak Tidak Berikan Parsel

Pajak karbon rencananya akan diimplementasikan di masyarakat pada April 2022 lalu, bersamaan dengan diterapkannya perubahan tarif PPN. Namun, implementasi ini mengalami beberapa kali penundaan hingga tak menentu kapan akan benar – benar diterapkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada HSBC Summit 2022 lalu menjelaskan bahwa ditundanya penerapan pajak karbon di Indonesia dikarenakan situasi ekonomi yang masih rentan, serta adanya ancaman krisis pangan dan energi.

Perekonomian yang belum sepenuhnya pulih akibat dilanda pandemi COVID-19 masih membutuhkan waktu untuk dapat berdiri tegak dan back on track. Insentif pajak COVID-19 yang sedikit demi sedikit dilonggarkan pun tentu akan memberikan dampak bagi iklim usaha masyarakat, ditambah lagi dengan penerapan tarif PPN 11%.

Karena itu dirasakan bahwa masyarakat membutuhkan jeda untuk dapat mempersiapkan diterapkannya pajak karbon supaya tidak lagi terjadi deadweight loss yang besar pada perekonomian nasional nantinya.

Krisis pangan dan energi juga menjadi isu yang menjadi perhatian pasca pandemi ini. Volatilitas harga pangan seperti gandum dan minyak goreng yang terdampak tidak beraturnya situasi geopolitik dunia akibat konflik Ukraina – Rusia, mengganggu daya beli masyarakat. Konflik ini utamanya berdampak pada produksi pertanian, rantai pasokan, dan perdagangan yang cukup terganggu hingga saat ini.

Harga energi, salah satunya CPO dunia juga turut mengalami kenaikan akhir – akhir ini, yang turut menjadikan para produsen energi berlomba – lomba untuk beralih ke energi terbarukan. Indonesia pun menaikkan harga BBM subsidi untuk mengalihkan penerimaan pajak ke subsidi energi terbarukan berupa kendaraan listrik. Berbagai fenomena yang terjadi ini menjadi batu sandungan bagi penerapan pajak karbon yang rencananya diterapkan April dan Juli 2022 lalu.

Baca Juga  Selain Lapor SPT, Berikut Layanan Perpajakan yang Bisa Diakses di PJAP 

Kendati penerapan pajak karbon ditunda, hal ini tidak menghentikan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan beralih ke energi terbarukan. Sebagaimana disebutkan diatas dan telah diatur dalam Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2019, pemerintah berkomitmen untuk mempercepat peredaran kendaraan bermotor listrik di Indonesia demi menggantikan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Kedua pengaturan ini menjadi satu kesatuan program pemerintah yang bersamaan menjadi rencana jangka panjang menuju target net zero emission.

Untuk itu, pemerintah menunggu momen yang tepat supaya peta jalan penerapan pajak karbon dapat diterapkan dengan maksimal. Kapanpun itu, pajak karbon harus diterapkan dengan peraturan dan sarana prasarana yang memadai supaya tak menjadi kebijakan gagal. Kita tunggu saja bagaimana penerapan pajak karbon di Indonesia nantinya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *