Menu
in ,

Pajak Karbon Bisa Kendalikan Emisi Gas Rumah Kaca

Pajak Karbon Bisa Kendalikan Emisi Gas Rumah Kaca

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pajak Karbon yang akan diberlakukan pemerintah Indonesia secara bertahap mulai 1 April 2022 di sektor tertentu, bertujuan utama untuk mengendalikan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer yang selama ini telah menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi dan perubahan iklim serta bencana di Indonesia. Pajak karbon ini merupakan salah satu klaster dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah diundangkan sejak 29 Oktober 2021.

Analis Kebijakan pada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febri Pangestu mengatakan, Indonesia menjadi salah satu yang rentan terhadap ancaman perubahan iklim sehingga jika tidak ditanggulangi dengan cepat akan berdampak kepada tekanan perekonomian.

Bahkan, dampak perubahan lingkungan disebut-sebut lebih dahsyat dari dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, karena dapat menyasar banyak hal, tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga masalah ekonomi.

Untuk itulah, dampak perubahan lingkungan menjadi isu penting di tingkat internasional, banyak negara—termasuk Indonesia—berkumpul dan membicarakan bagaimana mereka bekerja sama mengatasi perubahan iklim ini.

“Indonesia sudah berkomitmen di kancah internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 29 persen pada tahun 2030, sesuai dengan konversi perubahan iklim yang sudah disepakati,” katanya dalam webinar Taxcussion: Siapkan Indonesia untuk Reformasi Pajak Lingkungan, Sabtu (13/11).

Febri mengemukakan, tarif pajak karbon yang ditetapkan adalah lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan tarif paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau setara dengan 2 dollar AS per tCO2e.

Ia mengklaim, tarif itu lebih rendah dari negara-negara yang telah lebih dulu memberlakukan pajak karbon seperti Jepang menerapkan tarif 3 dollar AS per tCO2e di semua sektor; Prancis mengenakan sebesar 49 dollar AS per tCO2e di sektor industri, bangunan, dan transportasi; serta Kolombia dengan tarif 4,45 dollar AS per tCO2e di semua sektor.

“Jadi, tarif ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara yang sudah lebih dulu memberlakukan Pajak Karbon karena di Indonesia masih dalam tahap memperkenalkan konsep Pajak Karbon, sehingga tidak mengagetkan masyarakat,” jelasnya.

Yang menarik juga, lanjut Febri, Wajib Pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan emisi karbon atau pengimbangan emisi karbon dapat diberikan pengurangan pajak karbon. Jadi, pemerintah memberikan insentif pengurangan pajak sebagai apresiasi kepada entitas atau pelaku usaha apabila mereka melakukan mitigasi baik dari efisiensi energi maupun penyerapan karbon.

Ia pun memastikan, pemerintah akan menerapkan dengan hati-hati, mengedepankan prinsip keadilan serta keterjangkauan, dan memerhatikan iklim berusaha juga masyarakat kecil. Meskipun sudah diundangkan, Febri bilang bahwa pelaksanaan pajak karbon masih memerlukan pengaturan lebih lanjut melalui peraturan turunan dan berbagai kebijakan pendamping, untuk mengoptimalkan manfaat atau efektivitasnya.

“Jadi, pemerintah saat ini tengah menggandeng kementerian dan lembaga, serta asosiasi untuk mendengarkan masukan-masukan terkait penyusunan aturan teknisnya. Dan, terpenting adalah Pajak Karbon ini akan mempertimbangkan waktu yang tepat, terutama dengan memerhatikan proses pemulihan ekonomi dan terus melakukan kajian mendalam untuk menyiapkan kebijakan yang lebih komprehensif dan efektif dengan melibatkan stakeholders,” tandasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version