Pajak Ditanggung Pemerintah, Pasar Mobil “Hybrid” Ditargetkan Semakin Menggeliat
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah semakin serius dalam mendorong pertumbuhan industri otomotif nasional, terutama di segmen kendaraan ramah lingkungan. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah pemberian insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP) untuk mobil hybrid. Kebijakan ini diharapkan mampu menggairahkan kembali pasar otomotif yang mengalami perlambatan dalam beberapa tahun terakhir.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa industri otomotif memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. “Kami memberikan apresiasi atas penyelenggaraan International Motor Show (IIMS) karena terbukti menunjukkan tren yang positif dan telah turut membantu upaya pemerintah untuk menggairahkan industri otomotif nasional,” kata Agus saat membuka IIMS 2025 di Jakarta, dikutip Pajak.com pada Jumat (14/2/2025).
Pemerintah menyadari perlunya langkah konkret untuk mendukung industri otomotif, terutama di tengah tantangan ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat. Salah satu terobosan yang telah diambil adalah pemberian insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah untuk mobil hybrid.
“Alhamdulillah, akhirnya pemerintah memutuskan untuk memberikan insentif mobil hybrid. Jadi, tentu saya berharap atas kegiatan IIMS tahun ini, akan mampu menggairahkan kembali minat calon konsumen untuk belanja otomotif,” ujar Agus.
Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam transisi menuju energi hijau dan pengurangan emisi karbon. Selain itu, insentif ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat terhadap kendaraan hybrid, yang selama ini masih tergolong mahal dibandingkan kendaraan berbahan bakar konvensional.
Industri Otomotif Masih Lesu, Butuh Stimulus
Berdasarkan laporan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales (produsen ke dealer) pada Januari 2025 mengalami penurunan 11,3 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sepanjang tahun 2024, penjualan wholesales hanya mencapai 866.000 unit, turun 13,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Agus menilai, kondisi ini membutuhkan solusi bersama dari seluruh pemangku kepentingan. “Tentu dengan kondisi market yang sedang lesu ini, kita semua stakeholders termasuk pemerintah perlu mencari terobosan-terobosan agar konsumen kembali bisa atau memiliki minat untuk belanja otomotif,” paparnya.
Gelaran IIMS 2024 sendiri mencatatkan pencapaian luar biasa dengan total penjualan 19.200 unit dan transaksi sebesar Rp6,7 triliun. “Ini merupakan lompatan signifikan sebesar 54,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya pada IIMS 2023,” ungkap Agus.
Tidak hanya dari sisi transaksi, jumlah pengunjung IIMS 2024 juga mencapai lebih dari 560 ribu orang. Dengan tingginya animo masyarakat, pemerintah optimistis bahwa sektor otomotif masih memiliki potensi besar untuk bangkit. “Dengan antusiasme yang semakin berkembang, saya yakin pencapaian ini akan terulang, bahkan semakin meningkat pada IIMS 2025, dengan kehadiran 36 brand kendaraan dan 149 perusahaan industri otomotif yang berpartisipasi,” tambahnya.
Agus menjelaskan bahwa industri otomotif memiliki dampak luas terhadap perekonomian nasional melalui dua aspek, yaitu backward linkage dan forward linkage. “Karena di dalam sektor ini ada yang kita sebut dengan backward linkage dan juga forward linkage, yang pada gilirannya bisa memperkuat atau bisa memperlemah ekonomi nasional,” jelasnya.
Berdasarkan perhitungan, penurunan penjualan mobil pada tahun 2024 berdampak pada backward linkage sebesar Rp5,4 triliun dan forward linkage sebesar Rp4,6 triliun. “Tentu secara umum, ke depan perekonomian, termasuk industri manufaktur ini telah dan akan dihadapkan pada kondisi atau challenge yang sangat unik dan berat,” kata Agus.
Selain faktor domestik, industri otomotif nasional juga menghadapi tantangan eksternal, seperti dinamika geopolitik global. Agus menyoroti pengaruh situasi politik di Amerika Serikat (AS) terhadap ekonomi dunia, termasuk industri dalam negeri. “Ini harus terus-menerus kita ikuti, tentu akan memengaruhi industri dalam negeri dan pada gilirannya juga akan memengaruhi perekonomian nasional,” lanjutnya.
Dalam menghadapi tantangan ekonomi dan geopolitik, pemerintah menilai pentingnya regulasi yang mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif. “Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi-regulasi yang dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif serta dapat membangun industri nasional yang tangguh dan juga progresif,” tutup Agus.
Dengan adanya insentif pajak untuk mobil hybrid serta upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas industri otomotif, diharapkan sektor ini dapat kembali bergairah dan memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.
Untuk diketahui, insentif PPnBM DTP tersebut dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025 yang mengatur PPN DTP untuk penyerahan kendaraan listrik roda empat berbasis baterai tertentu serta kendaraan listrik berbasis baterai bus tertentu.
Berdasarkan pertimbangan dalam beleid tersebut, kebijakan ini bertujuan untuk mendukung industri kendaraan bermotor rendah emisi sekaligus mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
Penerbitan PMK 12/2025 juga merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menjaga keberlanjutan kebijakan kendaraan rendah emisi karbon. Selain itu, insentif pajak ini diharapkan dapat memperkuat sektor industri otomotif yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian nasional.
Comments