Menu
in ,

OECD Luncurkan “Database” Inovasi Teknologi Perpajakan

OECD Luncurkan Database Perpajakan

FOTO IST

Pajak.com, Jakarta – Forum on Tax Administration (FTA) Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) meluncurkan database inovasi teknologi sistem administrasi perpajakan 78 yurisdiksi (otoritas pajak). Ketua FTA Bob Hamilton menegaskan, database ini penting untuk membantu yurisdiksi lain yang tengah melakukan digitalisasi atas sistem administrasi perpajakan di negaranya.

“Digitalisasi merupakan inti dari tax administration 3.0 yang memiliki visi mendorong sistem perpajakan yang mulus serta mampu meningkatkan kepatuhan dan mengurangi beban Wajib Pajak,” ungkap Bob dalam keterangan tertulis yang dirilis melalui kanal resmi OECD (www.oecd.org), yang dikutip Pajak.com (11/4).

Direktur pada Center for Tax Policy and Administration OECD Pascal Saint-Amans menambahkan, database disusun berdasarkan Digital Transformation Maturity Model yang telah diterbitkan OECD sebelumnya.

“Melalui model tersebut dapat diketahui seberapa jauh digitalisasi yang telah dilakukan oleh otoritas pajak pada suatu yurisdiksi dan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan teknologi dan kapasitas sistem administrasi perpajakan. Database ini merupakan instrumen yang penting bagi otoritas pajak di berbagai yurisdiksi untuk mengidentifikasi peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menekan tax gap dan beban administrasi,” jelas Saint-Amans.

Sebagai informasi, database inovasi teknologi sistem administrasi perpajakan ini dirilis melalui sistem Inventory of Tax Technology Initiatives (ITTI), yakni sebuah perangkat teknologi dan solusi digitalisasi. Fase selanjutnya, database akan lebih banyak berisi kasus-kasus spesifik yang ditindaklanjuti otoritas guna mendukung inisiatif digitalisasi sistem administrasi perpajakan global.

Beberapa lembaga yang terlibat dalam ITTI, antara lain International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), Inter-American Center of Tax Administrations (CIAT), African Tax Administration Forum (ATAF), hingga Study Group on Asia-Pacific Tax Administration and Research (SGATAR). Adapun Indonesia masuk dalam SGATAR.

“Otoritas pajak yang belum tercatat dalam database ini diperkenankan untuk turut serta dengan cara mengisi survei yang telah disediakan oleh Sekretariat FTA atau lembaga terkait,” harap Saint-Amans.

Sejak beberapa tahun terakhir, OECD memang fokus berupaya menciptakan kesetaraan perlakuan pelaporan pajak global di era digital. Pada 3 Juli 2020, OECD menerbitkan dokumen publik yang berisi panduan pelaporan pajak bertajuk sharing and gig economy.  

Secara simultan, OECD juga menetapkan ketentuan dalam dokumen OECD/G-20 Base Erosion and Profit Shifting Project Addressing the Tax Challenges Arising From The Digitalisation of The Economy. Laporan itu merilis ketentuan Pilar I dan II.

Pilar I merupakan usulan solusi yang berupaya menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan sistem pajak internasional yang tidak lagi berbasis kehadiran fisik. Salah satu poin usulan pada Pilar I, yaitu skema 20 persen—30 persen dari residual profit (seluruh laba di atas 10 persen dari penghasilan) akan diberikan pada yurisdiksi pasar dengan suatu formula alokasi. Dengan demikian, Pilar I mensyaratkan tiap negara untuk membatalkan kebijakan pajak digital yang bersifat unilateral, seperti digital services tax.

Secara bersamaan, untuk menjamin kepastian pajak, penerapan Pilar I harus diiringi dengan mekanisme penyelesaian sengketa pajak internasional yang efektif dalam mengantisipasi pajak berganda. Pilar I direncanakan akan berlaku mulai 2023 bagi negara anggota OECD/G-20 Inclusive Framework—termasuk Indonesia. 

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version