Menu
in ,

NIK jadi NPWP, DJP Jamin Data Wajib Pajak Tetap Rahasia

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjamin keamanan dan kerahasian data Wajib Pajak, meskipun Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai tahun 2023. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menegaskan, keamanan data sudah dijamin dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pasal 34.

“Karena bukan berarti dengan adanya perpaduan sistem, sana sini (kementerian/lembaga) bisa baca. Jadi, data Wajib Pajak tetap rahasia. Saat ini dalam waktu dekat untuk peraturan pelaksanaannya sedang disiapkan oleh DJP dan kementerian keuangan,” jelas Neil kepada awak media di acara Tax Gathering 2022 Kanwil DJP Jakarta Selatan I, (6/6).

Ia menyebut, DJP telah melakukan adendum dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) mengenai pertukaran atau penggunaan data NIK sebagai NPWP. Adendum juga diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 yang mewajibkan pencantuman NIK dan/atau NPWP dalam layanan publik. Dalam perpres itu, kegiatan pemadanan, pemutakhiran data kependudukan, serta basis perpajakan wajib dilaksanakan.

“Perjanjian bertujuan untuk memperkuat integrasi data antara DJP dan Ditjen Dukcapil, utamanya terkait NIK dan NPWP. Melalui adendum ini DJP dan Ditjen Dukcapil akan mengintegrasikan data kependudukan dengan basis data perpajakan. Ini meningkatkan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam mengakses dan menerima layanan perpajakan, sekaligus mendukung kebijakan satu data Indonesia,” kata Neil.

Integrasi NIK dan NPWP juga akan memperkuat upaya peningkatan kepatuhan dan pengawasan. Sebab, data kependudukan merupakan data sumber yang biasa digunakan oleh instansi atau swasta. Khususnya, dalam membeli aset, NIK merupakan syarat administrasi yang harus dilampirkan. Dengan begitu, Wajib Pajak tidak melakukan praktik penghindaran pajak.

Neil juga mengungkapkan, DJP juga tengah mempersiapkan validasi NIK dan NPWP dari sisi sistem. Karena hingga saat ini masih ditemukan NPWP ganda atau NIK lama maupun kesalahan data yang harus divalidasi.

“Barulah setelah ini selesai, ada proses transisi dan aktivasi. Tunggu terbit PMK (peraturan menteri keuangan), ya. Teknisnya nanti ada transisi. Jadi kalau Wajib Pajak yang pada saat transisi itu mau mendaftarkan (NPWP), dia tidak perlu mendapatkan NPWP yang seperti sekarang. Dia hanya menggunakan NIK dengan melakukan aktivasi, kalau dia mau aktivasi,” ujarnya.

Neil juga mengimbau, masyarakat tidak perlu khawatir dengan pengintegrasian NIK dan NPWP. Sebab bukan berarti semua masyarakat Indonesia harus membayar pajak. Syarat pembayar pajak adalah mereka yang sudah memiliki penghasilan tetap dan masuk ke dalam klaster pembayaran Pajak Penghasilan (PPh).

Seperti diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpapajakan (UU HPP), bila pemilik NIK yang berpenghasilan kurang dari Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun, maka tidak akan dikenakan pajak. Masyarakat dengan penghasilan ini masuk kategori penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Kemudian, berapa tarif penghasilan kena pajak (PKP)? Dalam UU HPP ada lima klaster tarif, yaitu:

  1. Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta (tarif Pajak Penghasilan/PPh final 5 persen.
  2. Penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta (tarif PPh final 15 persen).
  3. Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta (tarif PPh final 25 persen).
  4. Penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar (tarif PPh final 30 persen).
  5. Penghasilan di atas Rp 5 miliar (tarif PPh final 35 persen).

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, di Indonesia jumlah orang yang memiliki NPWP masih sedikit dibandingkan total jumlah penduduknya. Dengan demikian, integrasi NIK dengan NPWP diharapkan akan mendorong peningkatkan tax ratio atau rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“Saat ini pemilik NPWP masih sekitar 45 juta orang. Jumlahnya terbilang kecil dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang di atas 270 juta orang. Minimnya basis pajak dan jumlah Wajib Pajak yang aktif membayar pajak menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rasio pajak Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara lain, peer country,” kata Suryo. 

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version