Menu
in ,

Negara Himpun Penerimaan PPh Rp 8 T dari PPS

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, Pajak Penghasilan (PPh) yang dihimpun negara dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) mencapai Rp 8,01 triliun, sementara total pengungkapan harta bersih sebesar Rp 79,18 triliun. Data yang dihimpun pada 4 Mei 2022 itu telah diikuti oleh 41.495 Wajib Pajak dengan 47.808 surat keterangan. DJP tak henti mengimbau Wajib Pajak untuk segera memanfaatkan PPS sebelum batas waktu pelaksanaannya berakhir pada 30 Juni 2022 mendatang.

Secara rinci, deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi oleh Wajib Pajak per 4 Mei 2022 mencapai Rp 68,28 triliun. Sementara itu, deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 6,13 triliun. Adapun harta yang diinvestasikan telah mencapai Rp 4,78 triliun.

Seperti diketahui, peserta PPS memiliki pilihan untuk menempatkan investasinya di surat berharga negara (SBN); atau menempatkan dananya secara langsung di 332 sektor pengelolaan sumber daya alam (SDA), energi baru terbarukan (EBT) maupun pendukungnya. Ketentuan ini diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 52/KMK.010/2022 yang diterbitkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 24 Februari 2022 lalu.

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, sebagaimana telah dijelaskan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PPS diberlakukan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Untuk itu, pemerintah tidak memasang target jumlah penerimaan pajak dalam pelaksanaan PPS ini.

“PPS akan memberikan kesempatan pengungkapan sukarela kepada Wajib Pajak yang selama ini belum melaporkan kewajiban perpajakannya. PPS diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan. PPS ini juga kami harapkan juga dapat mendorong aliran modal ke dalam negeri, dan memperkuat investasi di bidang pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan,” ungkap Suryo.

Ia mengingatkan, pelaporan PPS dapat dilakukan secara on-line melalui situs djponline.pajak.go.id dalam jangka waktu 24 jam sehari—tujuh hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).

Bagi Wajib Pajak yang mempunyai pertanyaan dan kendala terkait PPS dapat mengunjungi https://pajak.go.id/pps, layanan chat melalui nomor WhatsApp khusus PPS 081156-15008, dan Kring Pajak 1500-008 pada senin—Jumat pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Selain itu, disiapkan pula helpdesk khusus PPS di Kantor Pusat DJP dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Suryo berharap, Wajib Pajak dapat memanfaatkan kesempatan yang diberikan sebelum DJP menggunakan akses informasi keuangan yang telah dimiliki otoritas untuk pengawasan dan penegakan hukum perpajakannya. Seperti diketahui, saat ini DJP telah menerima data dan informasi dari pelbagai negara melalui skema automatic exchange of information (AEoI). DJP juga telah mendapatkan data dan informasi terkait perpajakan dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP).

“Saya ingin mengingatkan, kami ada catatan data harta bapak/ibu segini yang belum dilaporkan. Kalau memang belum terlaporkan, tolong dilaporkan,” ujarnya.

Apabila belum melaporkan hartanya dalam PPS, Wajib Pajak akan mendapat sanksi berupa denda. Adapun besaran sanksi administrasi yang tidak melaporkan harta, yaitu rentang 200 persen—300 persen. Denda 200 persen diberikan ketika DJP menemukan harta Wajib Pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti PPS.

Atas tambahan harta itu, maka akan dikenai PPh sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017, yakni tarif PPh sebesar 25 persen untuk Wajib Pajak badan, 30 persen untuk Wajib Pajak orang pribadi, dan Wajib Pajak tertentu sebesar 12,5 persen. Rumusan sanksinya adalah tarif PP Nomor 36 Tahun 2017 x nilai harta baru + sanksi UU Pengampunan Pajak 200 persen. Sementara itu, sanksi 300 persen diberikan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana.

“Data harta yang dimiliki (DJP) menjadi tanda keterbukaan akses informasi keuangan Wajib Pajak, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang kini dimiliki DJP. Hal tersebut menjadi salah satu pembeda PPS dengan program tax amnesty (2016—2017). Dengan transparansi keuangan tersebut diharapkan Wajib Pajak dapat melaporkan kewajiban perpajakannya dengan benar ke depan. Apabila terdapat harta tahun-tahun sebelumnya yang belum dilaporkan, Wajib Pajak dapat melunasinya dengan ikut PPS,” jelas Suryo.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version