Mulai 2025 UMKM Tak Bisa Lagi Gunakan Tarif PPh Final 0,5 Persen? Ini Penjelasan Dirjen Pajak
Pajak.com, Jakarta – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengingatkan, usaha mikro kecil menengah (UMKM) Wajib Pajak orang pribadi tidak bisa lagi menggunakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen mulai tahun 2025. Ketentuan ini berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi yang telah memanfaatkan fasilitas tersebut selama 7 tahun.
Seperti diketahui, fasilitas PPh final 0,5 persen untuk UMKM Wajib Pajak orang pribadi mulai diberikan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018. Dengan demikian, UMKM yang telah memanfaatkan fasilitas sejak tahun 2018 harus mulai menggunakan tarif PPh normal mulai tahun 2025.
“Wajib Pajak orang pribadi UMKM yang di tahun ke-7 harus naik kelas menjadi Wajib Pajak yang tidak lagi menggunakan PPh final. Untuk itu, kami akan tetap menjalankan sosialisasi dan edukasi sampai kantor kami yang terbawah, diujung-ujung (Kantor Pelayanan Pajak/KPP dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan/KP2KP) di seluruh Indonesia,” jelasnya dalam Konferensi Pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kinerja dan Fakta (KiTa), dikutip Pajak.com, (15/8).
Suryo kembali menegaskan, pembatasan pemanfaatan fasilitas PPh final 0,5 persen ini merupakan amanat dari PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan dipertegas dalam PP Nomor 55 Tahun 2022. Regulasi ini juga menetapkan bahwa Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma, mendapatkan tarif 0,5 persen paling lama 4 tahun. Sementara, Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas, paling lama 3 tahun masa pajak.
PP Nomor 23 Tahun 2018 juga mengatur pengenaan PPh untuk tahun pajak 2025 dan seterusnya dapat menggunakan Norma Penghitungan apabila telah memenuhi syarat dan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar atau menggunakan tarif normal dan menyelenggarakan pembukuan jika omzet di atas Rp 4,8 miliar.
“Ketentuan yang berlaku umum sebetulnya ada 2 ketentuan. Ketentuan umum memperhitungkan dengan catatan penghasilan dan biaya yang dapat dikurangkan sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Normal, seperti halnya berhitung untung dan rugi—berapa dijual dan berapa biaya atas barang yang dijualnya. Dapat juga menggunakan Norma Penghitungan bagi Wajib Pajak orang pribadi. Norma Penghitungan itu adalah presentase tertentu dikalikan omzet untuk menentukan berapa penghasilan kena pajak dari Wajib Pajak yang bersangkutan sebelum dikalikan tarif normalnya. Namun, untuk memakai norma itu harus memberikan pemberitahuan paling tidak saat menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan pada Maret 2025 paling lambat,” jelas Suryo.
Merujuk Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif normal pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah sebagai berikut:
- Penghasilan Rp 0 – Rp 60 juta (dikenakan tarif PPh 5 persen);
- Penghasilan di atas Rp 60 juta – Rp 250 juta (15 persen);
- Penghasilan di atas Rp 250 juta – Rp 500 juta (25 persen);
- Penghasilan di atas RP 500 juta – Rp 5 miliar (30 persen); dan
- Penghasilan di atas Rp 5 miliar (35 persen).
UU HPP juga menetapkan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) dikenakan tarif pajak sebesar 22 persen yang mulai berlaku pada tahun 2022.
Comments