in ,

Menko Airlangga Beri Sinyal Pajak Minimum Global Batal Diterapkan

Pajak Minimum Global Batal Diterapkan
FOTO: IST

Menko Airlangga Beri Sinyal Pajak Minimum Global Batal Diterapkan

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menetapkan pajak minimum global sebesar 15 persen yang akan berlaku mulai tahun pajak 2025, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, memberi sinyal bahwa kebijakan pajak minimum global bisa batal diterapkan, terutama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, secara resmi menarik negaranya dari kesepakatan pajak global.

Airlangga mengungkapkan bahwa Indonesia terus memantau perkembangan kebijakan global dan berupaya memitigasi dampak dari penerapan pajak minimum global.

“Kita juga belajar bagaimana bekerja untuk memitigasi penerapan pajak minimum global 15 persen. Dan kita cukup positif karena Trump 2.0 tidak mau ini diterapkan, jadi saya kira kita ikuti Trump 2.0,” ujar Airlangga dalam acara Indonesia Economic Summit di Hotel Shangri-La, Jakarta pada Selasa (18/2/2025).

Meski aturan pajak minimum global telah disiapkan, pemerintah tetap berupaya menjaga daya saing investasi di Tanah Air. Airlangga menegaskan bahwa Indonesia masih mengoptimalkan berbagai insentif di antaranya yakni tax holiday dan tax allowance guna menarik investor.

Baca Juga  Sri Mulyani Sebut Indonesia Masuk Daftar Negara Sasaran Perang Tarif Trump

Sebagaimana diketahui bahwa, setelah dilantik kembali sebagai Presiden AS periode 2025–2029, Trump mengeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa negara yang dikenal sebagai “The Big Apple” tersebut tidak akan mengikuti kesepakatan dari solusi 2 Pilar Pajak Global.

Trump juga memerintahkan Departemen Keuangan AS untuk menyusun opsi atau langkah-langkah protektif terhadap negara-negara yang telah atau berpotensi memberlakukan aturan pajak yang dinilai merugikan perusahaan-perusahaan AS.

Kebijakan ini mengembalikan kedaulatan dan daya saing ekonomi bangsa kita dengan memperjelas bahwa Kesepakatan Pajak Global tidak memiliki kekuatan atau efek di Amerika Serikat,” bunyi memorandum.

Kesepakatan pajak minimum global sebesar 15 persen merupakan hasil negosiasi yang dipimpin oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Perjanjian ini disepakati pada Oktober 2021, di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, dengan dukungan dari hampir 140 negara. Namun, Kongres AS tidak pernah menyetujui langkah-langkah untuk menyesuaikan AS dengan perjanjian tersebut.

Baca Juga  Join Venture atau Join Operation: Apakah terdapat Perbedaan Aspek Perpajakan?

Sebagai perbandingan, pajak minimum global di AS saat ini berada di kisaran 10 persen, yang merupakan bagian dari paket pemotongan pajak besar yang disahkan pada 2017 oleh administrasi Trump. Perbedaan ini memungkinkan negara-negara yang telah menerapkan pajak minimum 15 persen untuk mengenakan pajak tambahan (top-up tax) kepada perusahaan-perusahaan AS yang membayar tarif pajak lebih rendah. Trump menyebut tindakan semacam itu sebagai bentuk retaliasi.

“Karena kesepakatan pajak global dan praktik pajak diskriminatif lainnya, perusahaan-perusahaan Amerika mungkin menghadapi rezim pajak internasional yang bersifat retaliatif jika Amerika Serikat tidak mematuhi kebijakan pajak asing,” tulis memorandum tersebut.

Pasalnya, Uni Eropa, Inggris, dan sejumlah negara lainnya telah mengadopsi pajak minimum global sebesar 15 persen. Namun, tanpa partisipasi AS, terdapat risiko ketegangan baru. Mantan Menteri Keuangan AS Janet Yellen, sebelumnya menyepakati perjanjian ini sebagai langkah untuk mengakhiri persaingan penurunan tarif pajak korporasi yang dianggap merugikan secara global.

Baca Juga  IKAPRAMA dan IKPI Jaksel Bantu UMKM Hindari Kesalahan Pelaporan SPT Tahunan 

Namun, Scott Bessent selaku kandidat Menteri Keuangan yang dinominasikan Trump, menentang keras kelanjutan perjanjian ini. “Melanjutkan kesepakatan pajak minimum global akan menjadi kesalahan besar,” tegas Bessent beberapa waktu lalu.

Selain pajak minimum global, OECD juga berupaya merancang aturan baru terkait pembagian hak pajak atas perusahaan multinasional besar, terutama yang mendapatkan keuntungan signifikan di negara-negara tempat produk mereka dijual. Langkah ini ditujukan untuk menggantikan pajak layanan digital sepihak yang sebelumnya diberlakukan oleh negara-negara seperti Italia, Prancis, Inggris, Spanyol, dan Turki.

Namun, pembicaraan mengenai aturan ini, yang dikenal sebagai Pilar 1 mengalami kebuntuan. Tanpa partisipasi AS, negara-negara tersebut mungkin akan mengembalikan pajak digital mereka, yang berisiko memicu tarif balasan dari Washington.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *