Menu
in ,

Menkeu: UU HKPD Perkuat Desentralisasi Fiskal

Pajak.com, Demak – Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) didesain untuk memperkuat dan menjawab berbagai tantangan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal.

“Meskipun 20 tahun sudah mencapai berbagai capaian yang baik, kita mengakui masih banyak PR (pekerjaan rumah) yang harus diselesaikan dan hal hal yang perlu diperbaiki,” kata Sri Mulyani dalam Kick Off Sosialisasi UU HKPD di Demak, (10/03).

Ia menjelaskan, selama 20 tahun terakhir, desentralisasi fiskal telah menunjukkan berbagai kinerja positif. Namun demikian, masih terdapat tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaannya, seperti pemanfaatan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang belum optimal dan struktur belanja daerah yang belum memuaskan.

“Kita melihat bahwa transfer ke daerah masih belum optimal dinilai apakah dari sisi kualitas belanja, maupun dari sisi sinkronisasi antara policy fiskal pusat dengan daerah. Belanja daerah juga masih didominasi oleh belanja yang sifatnya adalah untuk administratif atau dalam hal ini untuk membayar gaji pegawai. Belanja-belanja untuk membangun infrastruktur dan perbaikan sosial masyarakat masih sangat terbatas,” kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, ia menilai tax ratio di daerah juga masih perlu ditingkatkan. Meski pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) mengalami peningkatan, tax ratio di daerah masih berada di angka 1,2 persen pada tahun 2020 akibat pandemi.

“Basis pajaknya juga memang perlu untuk makin ditingkatkan atau diperluas. Saat ini baru 1,2 persen pada tahun 2020,” kata Sri Mulyani.

Adapun pemanfaatan pembiayaan juga masih terbatas. Sri Mulyani mengatakan, daerah bisa lebih fleksibel meminjam, namun dalam rangka  tujuan produktif juga masih belum optimal. Kemudian, sinergi fiskal pusat dan daerah juga masih belum optimal.

“Sinergi pusat daerah yang tidak sinkron menyebabkan kebijakan fiskal APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) dan APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) memberikan dampak yang kurang optimal, baik dari sisi ekonomi dalam bentuk pertumbuhan penciptaan, kesempatan kerja, penurunan kemiskinan, dan dari sisi pelayanan publik,” jelasnya.

Oleh karena itu, pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta masukan secara luas dari masyarakat, akademisi, dan pemerintah daerah, melakukan amandemen UU HKPD untuk mengevaluasi undang-undang sebelumnya. Dengan tujuan UU HKPD perkuat desentralisasi fiskal dan meningkatkan kapasitas fiskal daerah, meningkatkan kualitas belanja di daerah, dan harmonisasi antara kebijakan fiskal pusat dengan fiskal di daerah.

“Harapannya, dapat tercipta hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dampak akhirnya adalah output dan outcome, yaitu layanan kualitas layanan kepada masyarakat membaik,” jelas Sri Mulyani.

Di sisi lain, ia mengapresiasi, pengelolaan administrasi keuangan daerah semakin membaik, ditandai dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang terus naik—banyak daerah yang meraih WTP.

“Pengelolaan administrasi keuangan di daerah juga membaik. Paling tidak, kesadaran untuk membangun laporan keuangan daerah. Statusnya yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi WTP juga meningkat,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version