Menu
in ,

Menkeu: Manfaat Pajak untuk Subsidi Listrik Hingga Rumah

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, pajak memiliki banyak manfaat untuk masyarakat, diantaranya mulai dari berupa subsidi listrik hingga membantu masyarakat untuk memiliki rumah. Ia menyebut, subsidi listrik yang disalurkan pemerintah di 2021 mencapai Rp 39,65 triliun, sementara untuk perumahan bersubsidi digelontorkan sebesar Rp 19,1 triliun.

“Jadi, buat apa saya bayar pajak? Ya buat perumahan, Anda pakai listrik, minum teh, sarapan nasi goreng, ini LPG (Liquefied Petroleum Gas)-nya, Bahan Bakar Minyak (BBM)-nya ada subsidi pemerintah. Sebagian uang pajak ini dipakai buat Anda juga,” kata Sri Mulyani dalam acara Securitization Summit 2022 di Jakarta, yang juga disiarkan secara virtual (6/7).

Ia mendorong seluruh kementerian/lembaga, khususnya unit vertikal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk dapat menjelaskan pengelolaan pajak dengan tepat dan masif kepada masyarakat. Secara spesifik, Sri Mulyani meminta PT Sarana Multiguna Finansial (SMF) yang menjadi bagian dari Kemenkeu dalam membantu masyarakat di sektor perumahan, juga dapat intens memberi pemahaman mengenai subsidi perumahan yang berasal dari pajak.

“Banyak anggaran yang telah digelontorkan untuk menyubsidi agar masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah, bisa mengakses kepemilikan rumah. Kita dedikasikan anggaran yang besar (untuk sektor perumahan), saya minta jelaskan (pajak) ini kepada rakyat dan fungsi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja). Memang tidak semua merasakan (subsidi rumah), tapi ada banyak uang merasakan manfaat ini dan uangnya dari pajak,” jelas Sri Mulyani.

Ia menyebutkan, pemerintah menggelontorkan dana subsidi Rp 19,1 triliun untuk subsidi perumahan melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di 2021. Dari dana itu digunakan untuk 200 ribu rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

“Dari sisi Kemenkeu sendiri juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan menggunakan instrumen keuangan negara, yakni PPN (Pajak Pertambahan Nilai)-nya DTP (Ditanggung Pemerintah), pembebasan PPN, dan pengenaan PPN hanya 1 persen untuk rumah sederhana dan sangat sederhana. Itu adalah instrumen yang kita gunakan di dalam situasi COVID-19 kemarin untuk melindungi dan memberikan stimulus bagi sektor perumahan supaya tidak terpukul sangat dalam akibat pandemi,” ungkap Sri Mulyani.

Stimulus diberikan karena sektor properti juga berdampak begitu dalam akibat badai pandemi COVID-19. Hal itu ditunjukkan dengan kredit gross-nya yang menurun sangat tajam hingga sepertiganya dari 2019 ke 2020.

“Maka untuk bisa menopang tekanan shock akibat pandemi yang disebut shock absorber dan counter cyclicle, maka APBN sebagai keuangan negara melakukan berbagai upaya memberikan kemudahan atau keringanan dalam bentuk PPN DTP, atau pembebasan PPN, dan PPh (Pajak Penghasilan) final,” kata Sri Mulyani.

Ia menjelaskan, pemerintah telah membuat skema kredit rumah rakyat yang bersubsidi, sebab Indonesia mempunyai permasalahan meliputi dua sisi, yaitu supply side dan demand side. 

“Supply itu yang memproduksi dan membangun rumah dan demand side itu yang membutuhkan rumah. Pasar hanya bisa tercipta jika supply dan demand ketemu,” tambah Sri Mulyani.

Di sisi lain, pemerintah juga konsisten menggelontorkan subsidi pupuk untuk petani selama pandemi COVID-19. Hal itu merupakan upaya pemerintah menjaga ketersediaan pangan. Terlebih isu pangan menjadi sumber terjadinya inflasi global. Maka tak heran bila pangan menjadi perhatian dalam pembahasan Presidensi G20 Indonesia.

“Ini menunjukkan keseriusan pemerintah serius memberikan kesempatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar bisa memenuhi kebutuhan atas papannya. Angka (subsidi rumah) yang tidak kecil mirip dengan subsidi pupuk buat petani, masalah pangan. Di dalam G20, (pangan) akan menjadi salah satu isu yang akan menjadi perhatian. Karena pangan menjadi sumber inflasi dunia dengan adanya perang di Ukraina, yang menimbulkan dampak terhadap supply chain dan supply dari makanan maupun pupuk,” ungkap Sri Mulyani.

Ia menyebut, Indonesia masih mampu menjaga ketersediaan pangan dalam tiga tahun terakhir. Mulai dari produksi beras maupun produk komoditas, Indonesia memiliki kemampuan untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, bahkan bisa melakukan ekspor.

“Namun adanya kemampuan itu bukan berarti membuat Indonesia terlena. Tantangan dan tekanan inflasi dari pangan harus tetap diwaspadai oleh pemerintah dan pemangku kepentingan terkait,” ujar Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version