Menu
in ,

Menkeu Akan Naikkan Pajak “High Wealth Individual”

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah akan mengusulkan perubahan bracket dan lapisan tarif pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP). Ia mengatakan, untuk orang kaya atau high wealth individual  dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun, pajaknya akan berubah dari 30 persen menjadi 35 persen. Hal itu menjadi salah satu bagian dari reformasi perpajakan yang dipaparkannya saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin Siang (24/5).

“Untuk yang high wealth individual, itu kenaikan juga tidak terlalu besar hanya 30 persen ke 35 persen, dan itu untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun. Hanya sedikit sekali orang di Indonesia yang masuk ke dalam kelompok ini, mayoritas masyarakat kita masih tidak berubah dari sisi bracket maupun tarifnya. ” jelasnya.

Untuk diketahui, aturan PPh OP tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pada pasal 17 UU tersebut, ditetapkan ada empat lapisan (layer) tarif pajak orang pribadi berdasarkan penghasilan per tahun.

Pertama, penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 50 juta dalam satu tahun maka PPh sebesar 5 persen. Kedua, di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta sebesar 15 persen. Ketiga, penghasilan di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta dikenakan tarif PPh sebesar 25 persen. Dan keempat, penghasilan kena pajak di atas Rp 500 juta tarif pajak penghasilan orang pribadi senilai 30 persen.

Bendahara negara ini juga menyampaikan, pemerintah akan berfokus kepada kepatuhan pajak tanpa menciptakan perasaan ketidakadilan dari Wajib Pajak. Ia juga mengatakan, pihaknya membutuhkan dukungan DPR untuk mengganti tuntutan pidana dengan sanksi administrasi agar berfokus kepada revenue, yang dikerjasamakan dengan mitra-mitra penagihan perpajakan.

“Kita terus jaga baik dalam kerangka tax amnesty maupun dari sisi compliance dan facility yang kita berikan sehingga masyarakat punya pilihan untuk mereka lebih comply. Dalam reform ini, kita tidak hanya sekadar meng-collect, tetapi juga pada sustainability APBN ke depan,” ucapnya.

Hal reformasi perpajakan lain yang belum termaktub dalam UU Cipta Kerja maupun Perppu No. 1 tahun 2020 yaitu perubahan PPN. Sri Mulyani bilang, PPN menjadi sangat penting dari sisi keadilan atau jumlah sektor yang harus tidak dikenakan atau dikenakan. Ada opsi multitarif, karena negara perlu memberikan fasilitas PPN yang lebih rendah untuk barang/jasa tertentu, dan PPN yang lebih tinggi untuk barang yang dianggap mewah dan PPN final bisa diberlakukan untuk barang/jasa tertentu.

“Ini untuk membuat kita, rezim PPN-nya relatif lebih comparable dan competitive dibandingkan negara-negara lain. Untuk pajak yang berhubungan dengan penunjukan pihak lain dalam pemungutan PPh, PPN, dan PTE. Ini juga disesuaikan dengan dinamika transaksi ekonomi yang makin digitalize dan globalize,” urainya.

Ia juga bilang, pemerintah dan DPR perlu untuk memasukkan secara lebih eksplisit hal-hal tersebut di dalam rezim perpajakan.

Reform di bidang pajak didesain untuk bisa menciptakan keadilan dan kesetaraan, terutama WP badan yang selama ini bisa melakukan avoidance atau evasion, maka kami akan melakukan alternatif minimum tax approach supaya compliance menjadi lebih bisa diamankan,” imbuhnya.

Ia juga mengingatkan negara-negara lain di dunia juga tengah mengeskalasi sisi pengumpulan penerimaan negara.

“Ini mereka lakukan karena banyak defisitnya yang melonjak tinggi dari sisi APBN dan debt-to-GDP ratio mereka yang menjadi tidak sustainable. Jadi, kita juga harus melihat bahwa ini adalah suatu response yang hati-hati dan harus dilakukan oleh sebuah negara pada saat mereka menghadapi situasi extraordinary,” pungkasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version