Menhub: Pajak Impor Suku Cadang Penyebab Harga Tiket Pesawat Mahal
Pajak.com, Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyoroti salah satu penyebab utama tingginya harga tiket pesawat di Indonesia, yaitu pajak impor suku cadang pesawat.
Dalam konferensi pers terkait Kinerja Sektor Transportasi 10 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (1/10), Budi mengungkapkan bahwa pajak ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi biaya operasional maskapai penerbangan.
“Spare part kita dipajakin, Singapura, Malaysia tidak dipajakin. Nah, bayangin kalau kita punya 400 pesawat,” ujar Budi dikutip Pajak.com pada Rabu (2/10).
Menurutnya, kebijakan pajak atas suku cadang pesawat yang diimpor menyebabkan beban tambahan bagi maskapai penerbangan. Hal ini pada akhirnya berdampak pada tingginya harga tiket pesawat di dalam negeri.
Ia juga menambahkan bahwa, beberapa negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, sudah tidak lagi memberlakukan pajak untuk suku cadang pesawat. Budi menegaskan bahwa, hal ini perlu segera diselesaikan untuk meringankan beban maskapai di Indonesia.
Budi menjelaskan bahwa, masalah pajak impor suku cadang pesawat ini sebenarnya sudah hampir selesai. Dengan dihapusnya pajak tersebut, Budi berharap, harga tiket pesawat di Indonesia bisa lebih kompetitif dibandingkan negara lain.
“Ini katanya sih hampir selesai, katanya. Harus diselesaikan itu,” ucap Budi.
Lebih lanjut, Menhub juga menyoroti pentingnya sinergi dan koordinasi antara berbagai pihak dalam menyelesaikan masalah ini. Ia menyebutkan bahwa untuk menyelesaikan persoalan mahalnya harga tiket pesawat, dibutuhkan kontribusi dari semua pihak, termasuk pemerintah dan pelaku industri penerbangan.
Selain pajak impor suku cadang, Budi Karya juga menyinggung faktor lain yang turut mempengaruhi harga tiket pesawat, yakni harga avtur. Ia menyatakan bahwa harga avtur di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. “Kalau harga avtur bisa sama dengan negara lain, maka hal itu bisa menurunkan harga tiket pesawat di tanah air,” katanya.
Budi mengungkapkan bahwa, ia sudah melakukan rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, untuk mencari solusi mengenai harga avtur. Dalam pertemuan tersebut, Budi mengungkapkan bahwa, masalah monopoli penyedia avtur di Indonesia menjadi salah satu kendala yang menyebabkan harga avtur sulit turun.
“Dan negara lain itu ada multi provider. Saya langsung menunjuk bahwa satu provider yang buat harga monopoli,” jelasnya.
Faktor lain yang juga disoroti oleh Budi adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi penumpang dan avtur. Menurutnya, pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap transportasi udara saat ini sudah tidak relevan lagi, mengingat pesawat sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat.
“PPN di pesawat ini kena 10 persen. Dulu waktu saya kecil, lihat pesawat itu sudah wah hebat banget gitu, kalau sekarang kan kita ke mana-mana pakai (pesawat) 737, sudah jadi kebutuhan primer,” katanya.
Budi menambahkan bahwa, transportasi udara kini tidak lagi dianggap sebagai kemewahan, melainkan sebagai kebutuhan dasar, terutama di negara kepulauan seperti Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah dapat mengevaluasi kembali pengenaan PPN terhadap sektor penerbangan. Hal ini penting untuk membantu menekan harga tiket pesawat sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat.
Menhub juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk mengatasi masalah harga tiket pesawat. “Kalau kita nggak saling berkolaborasi, masalah ini nggak akan selesai,” ujarnya menegaskan. Menurutnya, perbaikan harga tiket pesawat tidak bisa hanya bergantung pada satu pihak saja, melainkan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.
Lebih jauh, Budi berharap bahwa dengan adanya koordinasi yang baik, masalah pajak impor suku cadang pesawat serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tiket pesawat dapat segera diatasi. Ia yakin, dengan adanya solusi terhadap masalah-masalah tersebut, harga tiket pesawat di Indonesia bisa lebih kompetitif dan terjangkau bagi masyarakat luas.
Comments