Menu
in ,

Memahami Latar Belakang Hingga Implementasi AEoI

Pajak.com, Jakarta – Sepanjang sosialisasi Program Pengungkapan Sukarela (PPS), pemerintah hingga asosiasi pengusaha kembali mengingatkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memiliki data dan informasi yang semakin komprehensif dari luar negeri berdasarkan konsensus global melalui skema pertukaran informasi secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Dengan begitu, sejatinya, Wajib Pajak semakin sempit dan sulit melakukan praktik penghindaraan pajak. Pajak.com akan mengajak pembaca memahami latar belakang hingga implementasi AEoI.

Lantas, apa yang melatarbelakangi global menyepakati penerapan AEoI? Dan, apa manfaat AEoI serta bagaimana implementasinya di Indonesia? Pajak.com mengulasnya secara komprehensif berdasarkan sumber yang berasal dari buku, aturan, hingga penjelasan dari Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Mekar Satria Utama.

Apa itu AEoI?

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan AEoI sebagai sistem pertukaran informasi keuangan secara otomatis yang dilakukan antar negara. Berdasarkan International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) International Tax Glossary, AEoI adalah pertukaran informasi yang melibatkan transmisi sistematis dan periodik atas informasi Wajib Pajak yang dilakukan secara masif oleh negara asal ke negara tempat Wajib Pajak terdaftar sebagai residen pajak.

Apa saja data dan informasi yang dipertukarkan dalam AEoI?


Informasi Wajib Pajak yang bisa dipertukarkan dalam program AEoI, meliputi berbagai jenis penghasilan, seperti dividen, bunga, royalti, gaji, dan pensiun. Informasi yang dipertukarkan otomatis biasanya dihimpun di negara asal secara rutin melalui pelaporan transaksi oleh payer, yakni lembaga keuangan, pemberi kerja, dan lain lain.

AEoI juga dapat digunakan untuk mengirim jenis informasi penting lain, seperti perubahan tempat tinggal, pembelian atau keberadaan harta tak bergerak, pengembalian pajak pertambahan nilai, dan lain lain.

Dengan demikian, AEoI bermanfaat bagi otoritas pajak negara tempat Wajib Pajak terdaftar untuk memeriksa Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, sehingga dapat memverifikasi keakuratan atas penghasilan dari luar negeri yang telah dilaporkan. Contoh, meski Anda memiliki tabungan/aset di negara A, data dan informasi itu tetap akan dapat diakses oleh DJP.

Apa latar belakang diberlakukannya AEoI? 


Gabriel Zucman, dalam buku The Hidden Wealth of Nation: The Scourge of Tax Havens mengungkapkan, sebagian dari kekayaan global ditempatkan di negara-negara tax haven (surga pajak). Namun, 80 persen dari dana yang ditempatkan itu tidak diketahui oleh otoritas pajak.

Salah satu fakta itu memicu inisiatif digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) The Group of Twenty (G20) Leader Summit 2009, di London. KTT menghasilkan komitmen untuk mendorong transparasi data keuangan perbankan demi menghalau praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan  pengelakan pajak (tax evasion) lintas batas yang dilakukan perusahaan maupun perorangan. Singkatnya, pertemuan para pemimpin negara G20 itu sepakat untuk mengakhiri era kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan. Konsensus diwujudkan melalui Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes, yang disepakati oleh 161 negara/otoritas pajak, termasuk Indonesia.

Upaya global itu terus bergulir. Di tahun 2013, G20 Leader Summit digelar di St. Petersburg, Rusia dan secara khusus memberikan mandat kepada OECD untuk menetapkan standar global dalam pelaksanaan pertukaran informasi keuangan secara otomatis. Standar global ini kemudian dikenal dengan Common Reporting Standard (CRS).

Selanjutnya, dalam pertemuan G20 di Brisbane, Australia tahun 2014, disepakati pengimplementasian AEoI secara resiprokal berdasarkan CRS. Hingga akhirnya, konsensus global menyatakan otoritas pajak di berbagai negara dapat saling bertukar informasi keuangan secara otomotis dan periodik setiap tahun.

Berdasarkan Global Forum Annual Report2020, pertukaran AEoI yang dilakukan oleh 98 otoritas pajak tercatat sebanyak 84 juta informasi mengenai financial account dengan total nilai sebesar 10 triliun euro di 2019.

Bagaimana implementasi AEoI di Indonesia?


Setelah kesepakatan global di 2014, Indonesia mulai menandatangani Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) on Automatic Exchange of Financial Account Information pada 3 Juni 2015. Untuk memenuhi persyaratan ketersediaan regulasi domestik, diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang. Setelahnya, terbitlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2017 s.t.d.t.d PMK Nomor 19 Tahun 2018 sebagai petunjuk teknis mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

AEoI didefinisikan sebagai kegiatan untuk menyampaikan, menerima, dan/atau memperoleh informasi keuangan yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan perjanjian internasional yang bertujuan untuk:

1. Mencegah penghindaran pajak.
2. Mencegah pengelakan pajak.
3. Mencegah penyalahgunaan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) oleh pihak-pihak yang tidak berhak.
4. Mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Sementara, berdasarkan Nomor 19 Tahun 2018 perjanjian internasional diartikan sebagai perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional, antara lain mengatur pertukaran informasi mengenai hal yang berkaitan dengan perpajakan. Perjanjian internasional itu meliputi:

1. P3B.
2. Persetujuan untuk pertukaran informasi berkenaan dengan keperluan perpajakan (tax information exchange agreement).Konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan (convention on mutual administrative assistance in tax matters).
3. Persetujuan multilateral antarpejabat yang berwenang untuk pertukaran informasi rekening keuangan secara otomatis (multilateral competent authority agreement on automatic exchange of financial account information).
4. Persetujuan bilateral antarpejabat yang berwenang untuk pertukaran informasi rekening keuangan secara otomatis (bilateral competent authority agreement on automatic exchange of financial account information).
5. Persetujuan antarpemerintah untuk mengimplementasikan undang-undang kepatuhan perpajakan rekening keuangan asing (intergovernmental agreement for foreign account tax compliance act) atau perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.

Dengan demikian, Direktorat Perpajakan Internasional DJP menekankan, tidak sembarang otoritas pajak bisa saling bertukar data informasi. Setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi yakni:

  1. Ketersediaan regulasi domestik.
  2. Adanya perjanjian internasional.
  3. Sistem yang andal untuk mentransmisi data.
  4. Serta tersedianya sistem kerahasiaan dan keamanan data.

Direktorat Perpajakan Internasional DJP memastikan, Indonesia telah memenuhi keempat syarat itu sejak 2017 dan memulai bertukar di tahun 2018.

DJP dipastikan telah mempunyai infrastuktur dengan transmisi data. Dalam pengiriman data, DJP menggunakan Sistem Penyampaian Informasi Nasabah Asing (SiPINA) yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Portal EoI yang kembangkan oleh DJP. Lalu, sistem untuk transmisi data dari dan ke yurisdiksi mitra menggunakan Common Transmission System (CTS) yang disediakan oleh OECD.

 Bagaimana teknis implementasi AEoI di DJP?


1. Data dan informasi yang diterima dari pelbagai negara akan masuk dalam sistem CTS dan dapat diakses oleh Direktorat Perpajakan Internasional.
2. Secara sistem, data akan divalidasi oleh Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP.
3. Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) akan melakukan penyandingan data yang diterima dari negara dengan basis data DJP. Hal ini dinamakan matching process.
4. Setelah itu, data akan didistribusikan ke Kantor Wilayah (Kanwil) atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Negara mana saja yang memberi data dan informasi dalam skema AEoI ke Indonesia?


Berdasarkan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor 1 Tahun 2022, DJP telah menerima data dan informasi dalam skema AEoI dari 113 negara, antara lain Australia, Austria, Belgia, Brasil, Brunei Darussalam 19, Tiongkok, Denmark, Hong Kong, Jepang, Malaysia, Qatar, Arab Saudi, Singapura, Swedia, Turki, Uni Emirat Arab (UEA), Inggris, dan lainnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version