Menu
in ,

Malaysia Pangkas Pajak Ekspor Sawit Hingga 50 Persen

Pajak.com, Malaysia – Kementerian Komoditas Malaysia mengusulkan pangkas pajak ekspor minyak sawit hingga 50 persen untuk menumbuhkan pangsa pasar sekaligus membantu mengisi kekurangan minyak nabati global. Usulan ini salah satunya lahir sebagai imbas kebijakan larangan ekspor sawit dan turunannya yang dilakukan pemerintah Indonesia.

Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Zuraida Kamaruddin menuturkan, pihaknya telah mengusulkan rencana pemangkasan pajak ini kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kemudian, Kemenkeu telah membentuk sebuah komite untuk melihat lebih rinci usulan kebijakan.

“Dalam usulan, pemerintah akan memangkas pajak ekspor sawit dari yang saat ini sebesar 8 persen menjadi 4 persen hingga 6 persen. Pemotongan itu kemungkinan akan bersifat sementara dan keputusan dapat dibuat pada awal Juni. Dalam masa krisis ini, mungkin kita bisa sedikit bersantai agar lebih banyak minyak sawit yang bisa diekspor,” kata Zuraida kepada Reuters, dikutip Pajak.com (11/5).

Ia memastikan, pemerintah tengah berupaya mencari cara untuk meningkatkan pangsa pasar minyak nabati di tengah gangguan pengiriman minyak bumi akibat operasi militer khusus Rusia ke Ukraina dan langkah Indonesia untuk melarang ekspor minyak sawit. Seperti diketahui, sebelum larangan ekspor dikeluarkan Indonesia, Malaysia menempati posisi kedua sebagai eksportir sawit terbesar di dunia. Adapun posisi terbesar pertama adalah Indonesia. Sawit dari Malaysia kini menyumbang hampir 60 persen dari pengiriman minyak nabati global.

“Negara-negara pengimpor telah meminta Malaysia untuk mengurangi pajak ekspornya. Mereka merasa itu terlalu tinggi karena tingginya biaya di seluruh rantai pasokan, karena harga minyak nabati. Beberapa negara seperti India, Iran, dan Bangladesh bahkan mengusulkan perdagangan barter untuk minyak sawit. Mengusulkan untuk barter produk pertanian, seperti beras, gandum, buah-buahan dan kentang untuk minyak sawit Malaysia.” ungkap Zuraida.

Saat ini harga minyak sawit mentah berjangka telah melonjak sekitar 35 persen ke level tertinggi. Kondisi itu pun semakin memperburuk inflasi pangan global. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia telah memproyeksi, harga pangan akan mencapai rekor tertinggi pada Maret 2022 dan masih dapat naik hingga 20 persen sebagai akibat kondisi geopolitik Rusia dan Ukraina. Bila kelangkaan sawit dan turunannya terjadi berkepanjangan, maka dapat meningkatkan risiko malnutrisi di seluruh dunia.

Di sisi lain, Zuraida mengungkap, produksi sawit di Malaysia sebenarnya sudah tertekan dalam dua tahun terakhir akibat krisis tenaga kerja yang disebabkan oleh pembatasan perbatasan pandemi COVID-19—menghentikan masuknya pekerja migran.

“Dengan pembatasan perjalanan yang sekarang dilonggarkan, pekerja asing akan mulai berdatangan pada pertengahan Mei,” kata Zuraida.

Maka dari itu, Malaysia juga akan memperlambat implementasi mandat biodiesel B30—mengharuskan sebagian biodiesel negara dicampur dengan 30 persen minyak sawit. Hal ini dilakukan untuk memprioritaskan sawit kepada industri makanan.

“Kita harus memprioritaskan sawit untuk memberikan makanan kepada dunia terlebih dahulu,” tambah Zuraida.

Sebelumnya, Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi mengeluarkan aturan rinci mengenai larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022. Dalam aturan yang berlaku mulai 27 April itu, pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO); Refined, Bleache, and Deodorized palm oil (RBD palm oil); Refined, Bleached, and Deodorized palm olein (RBD palm olein), dan Used Cooking Oil (UCO). Pelarangan diterapkan hingga tersedianya minyak goreng curah di masyarakat seharga Rp 14 ribu per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

“Saya ingin menegaskan, bagi pemerintah, kebutuhan pokok masyarakat adalah yang utama. Ini prioritas pemerintah dalam membuat keputusan. Saya sebagai presiden tak mungkin membiarkan itu terjadi. Sudah empat bulan kelangkaan berlangsung dan pemerintah sudah mengupayakan berbagai kebijakan namun belum efektif. Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan dan minyak goreng ke luar negeri. Larangan itu berlaku untuk ekspor dari seluruh wilayah Indonesia termasuk dari kawasan berikat,” jelas Presiden Joko Widodo.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version