Menu
in ,

Lima Menkeu Bicara “Global Corporate Minimum Tax”

Lima Menkeu Bicara Pentingnya “Global Corporate Minimum Tax”

FOTO : IST

Pajak.com, AS – Sebanyak lima menteri keuangan (menkeu) dari berbagai negara mengungkapkan betapa pentingnya menentukan pajak minimal perusahaan global atau global corporate minimum tax. Mereka adalah Menteri Keuangan Meksiko Arturo Herrera Gutiérrez, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Afrika Selatan Tito Mboweni, Wakil Kanselir dan Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz, serta Sekretaris Perbendaharaan AS Janet L. Yellen.

Opini tertulis ini menyusul keputusan negara-negara Group of Seven atau G7 yang menyepakati ketetapan pajak minimum global sebesar 15 persen, pada pekan lalu. Hasil dari kesepakatan ini selanjutnya akan dibahas juga bersama negara G20, termasuk Indonesia. Pada The Washington Post, yang dirilis hari ini, Kamis (10/6) waktu setempat, kelima menteri ini mengatakan bahwa setiap negara menghadapi ketidakadilan yang disebabkan oleh perubahan teknologi yang dramatis, kekuatan pasar yang melonjak dari perusahaan-perusahaan besar, dan tekanan persaingan yang ketat akibat mobilitas modal.

Krisis kesehatan global terburuk dalam satu abad juga telah menantang ekonomi dunia—terutama keuangan publik mereka—dengan cara yang luar biasa. Beberapa negara mulai bangkit dari krisis Covid-19, sementara yang lain masih terperosok sangat dalam.

“Masing-masing dari kami, dalam kapasitas sebagai menteri keuangan, melihat dua kekhawatiran mendesak yang dapat mengancam ekonomi kita meskipun ada perbedaan (tekanan) ekonomi,” ungkap mereka.

Pertama, ketimpangan kondisi antara orang kaya dan perusahaan yang jauh lebih baik daripada mereka yang berada di bawah tangga ekonomi. Pekerja berupah rendah dihadapkan dengan pilihan antara kesehatan dan keselamatan anak-anak atau mata pencaharian mereka. Lalu, pelaku usaha mikro dan kecil yang merugi dan terpaksa gulung tikar justru semakin menderita karena ketiadaan pendapatan, sehingga pemerintah dengan paket insentifnya mesti hadir menolong mereka.

Kedua, pemerintah sangat membutuhkan pendapatan untuk memulihkan ekonomi dan melakukan investasi untuk mendukung usaha kecil, pekerja, dan keluarga yang membutuhkan. Dan, negara akan membutuhkan lebih banyak lagi pendapatan saat pandemi mereda, untuk mengatasi perubahan iklim dan masalah struktural jangka panjang. Untuk itu, masing-masing negara ini mesti mencari sumber pendapatan lainnya.

“Sudah sejak lama, pendapatan ditarik terlalu banyak dari pekerja yang pendapatannya mudah dilaporkan dan dihitung. Pendapatan (arus) modal lebih sulit untuk dikenakan pajak karena bersifat mobile dan pendapatan lebih rentan terhadap permainan akuntansi yang canggih,” sebut para menkeu.

Dengan menggunakan trik ini, lanjutnya, badan usaha mengalihkan laba ke yurisdiksi pajak yang lebih rendah untuk mengurangi beban pajak mereka. Sementara di sisi lain, selain merosotnya penerimaan negara, pemerintah juga dilema jika harus membebani perusahaan dengan pajak yang berlebihan dan mengacaukan iklim investasi dalam negeri.

“Kami berdiri bersama untuk memperbaiki masalah ini dengan solusi kolektif: pajak minimum perusahaan global. Setiap pemerintah kita memiliki hak untuk menetapkan kebijakan pajaknya sendiri. Tetapi, dengan menjalankan hak berdaulat ini bersama-sama, kita dapat menempatkan ekonomi kita pada jalur menuju pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif dengan lebih efektif dibandingkan jika kita berdiri sendiri,” urai mereka.

Dinamika yang muncul dalam setengah abad terakhir adalah perlombaan diskon tarif PPh Badan. Tahun ini, negara-negara dunia memiliki kesempatan bersejarah mengakhiri perlombaan penurunan tarif (race to bottom) tersebut, seraya memulihkan sumber daya pemerintah pada saat yang paling dibutuhkan. Melalui naungan OECD dan Group of 20 Inclusive Framework, sebanyak 139 negara bekerja sama menetapkan pajak perusahaan dan penetapan pajak minimum secara global.

“Mewakili lima (yurisdiksi) ekonomi yang sangat berbeda di empat benua, kami mendukung upaya ini untuk membarui sistem pajak internasional untuk abad ke-21. Secara khusus, kami mendukung alokasi hak perpajakan yang lebih adil atas perusahaan terbesar dan paling menguntungkan, untuk menggantikan tindakan sepihak yang tidak terkoordinasi yang telah mengacaukan sistem pajak internasional dalam beberapa tahun terakhir.”

Mereka pun mengawali komitmennya dengan menetapkan tarif pajak minimum global harus setidaknya 15 persen, seperti yang disepakati oleh negara-negara G7 pekan lalu. Dengan pajak minimum global, alih-alih bersaing pada tarif pajak perusahaan yang sangat rendah, persaingan akan terjadi di lapangan yang lebih seimbang—berdasarkan faktor ekonomi nyata seperti inovasi dan efisiensi. Dengan begitu, pemerintah juga bisa fokus pada peningkatan produktivitas dan hasil pertumbuhan di masing-masing negara.

“Bersama-sama, kita dapat memastikan bahwa kapitalisme global kompatibel dengan sistem pajak yang adil dan bahwa pemerintah dapat mengenakan pajak pada perusahaan multinasional. Harapannya tinggi, dan dapat dimengerti bahwa warga negara kita telah menyatakan urgensinya.”

Mereka pun meminta semua negara dalam negosiasi internasional untuk bersama-sama dalam kesepakatan politik, sesuai dengan timeline yang disepakati terutama jelang pertemuan menteri keuangan G20 pada Juli mendatang.

“Langkah-langkah ini akan mendorong baik ekonomi dunia yang berkembang dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif secara luas,” tutupnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version