Kyoto Berencana Naikkan Pajak Penginapan Hingga Rp1 Juta per Malam, Tertinggi di Jepang
Pajak.com, Kyoto – Pemerintah Kota (Pemkot) Kyoto berencana naikkan tarif maksimal pajak penginapan bagi tamu hotel dan ryokan (penginapan tradisional khas Jepang) hingga 10.000 yen (sekitar Rp1 juta) per orang per malam. Padahal, pajak tersebut saat ini berkisar antara 200 yen hingga 1.000 yen (sekitar Rp20 ribu hingga Rp100 ribu) per orang per malam, tergantung harga penginapan.
Menurut Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, wacana kenaikan pajak di Kyoto ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah, sekaligus mengatasi masalah overtourism atau kepadatan wisata yang semakin parah. Adapun 11 kota di Jepang, termasuk Tokyo dan Kanazawa, telah memperkenalkan pajak penginapan yang dikenal sebagai pajak tujuan non-statutory. Selain itu, Pemkot Atami di Prefektur Shizuoka dan Desa Akaigawa di Hokkaido juga tengah mempersiapkan penerapan pajak serupa.
Adapun rencana perubahan pajak ini akan dibahas di Majelis Kota Kyoto pada Februari mendatang. Jika disetujui, tarif pajak baru akan mulai berlaku pada Maret 2026. Rencananya, pajak tertinggi sebesar 10.000 yen per malam hanya akan berlaku untuk kamar dengan tarif 100.000 yen (sekitar Rp10 juta) atau lebih. Artinya, kenaikan tarif pajak ini akan menjadikan Kyoto sebagai kota dengan pajak penginapan tertinggi di Jepang.
Di sisi lain, pajak minimum sebesar 200 yen tetap berlaku, tetapi hanya untuk penginapan yang biayanya tidak melebihi 4.999 yen (sekitar Rp500 ribu) per malam. Untuk memastikan beban pajak tetap adil, tiga tingkatan pajak yang ada saat ini akan diubah menjadi lima tingkatan. Dengan kenaikan ini, pendapatan pajak diproyeksikan lebih dari 10 miliar yen (sekitar Rp1 triliun), atau dua kali lipat dari pendapatan saat ini.
Namun, rencana ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat dan pelaku industri pariwisata. Presiden Spirit of Japan Travel Masaru Takayama mengatakan, pajak yang lebih tinggi dikhawatirkan akan membuat wisatawan lebih memilih untuk menginap di kota terdekat, seperti Osaka, dan tetap melakukan perjalanan sehari ke Kyoto. Menurutnya, hal ini tidak akan menguntungkan operator hotel di Kyoto dan tidak akan efektif dalam mengurangi jumlah wisatawan.
“Memang ada dua sisi dari argumen ini. Overtourism adalah masalah di banyak bagian Kyoto pada waktu-waktu tertentu, tetapi saya yakin wisatawan asing akan segera menyadari bahwa mereka bisa menginap di kota tetangga dan hanya mengunjungi Kyoto selama sehari,” ujarnya dikutip dari South China Morning Post, Sabtu (11/01).
Takayama juga menyebutkan dampak lain yang mungkin belum dipertimbangkan oleh Pemkot Kyoto. Ia menambahkan, meskipun Jepang tetap menjadi tujuan wisata murah bagi wisatawan asing karena nilai yen yang lemah, harga-harga di Jepang akan tetap terasa lebih tinggi bagi penduduk lokal.
Ia meyakini wisatawan Jepang yang biasanya mengunjungi Kyoto sepanjang tahun mungkin akan memilih kota lain.
“Rencana ini pasti akan memengaruhi wisatawan domestik juga,” ujarnya.
Namun, Takayama menekankan bahwa yang terpenting adalah bagaimana uang dari pajak tambahan ini akan digunakan. “Pendapatan tambahan ini seharusnya digunakan untuk mengatasi dampak overtourism dan meningkatkan infrastruktur pariwisata. Pemerintah perlu lebih transparan tentang bagaimana dana tersebut akan dibelanjakan,” tegasnya.
Sejak Oktober 2018, Kota Kyoto telah memberlakukan pajak penginapan sebesar 200 yen per orang per malam untuk biaya menginap hingga 19.999 yen (sekitar Rp2 juta), 500 yen (sekitar Rp50 ribu) untuk biaya menginap antara 20.000 yen hingga 49.999 yen (sekitar Rp2 juta hingga Rp5 juta), dan 1.000 yen (sekitar Rp100 ribu) untuk penginapan dengan biaya lebih dari 50.000 yen (sekitar Rp5 juta). Dengan meningkatnya jumlah wisatawan asing setelah pandemi COVID-19, pendapatan pajak di tahun fiskal 2023 mencapai rekor tertinggi sebesar 5,2 miliar yen (sekitar Rp520 miliar).
Wali Kota Kyoto Koji Matsui, yang mulai menjabat pada Februari lalu, menjanjikan kenaikan pajak ini sebagai bagian dari kampanye pemilihannya untuk memperbaiki lingkungan wisata di kota tersebut. Sementara itu, Kota Kyoto berharap kenaikan pajak ini juga mendorong wisatawan asing untuk menjelajahi bagian lain dari Jepang, sejalan dengan tujuan pemerintah pusat untuk menarik wisatawan mengunjungi daerah-daerah yang kurang tereksplorasi di luar rute populer Tokyo-Kyoto-Osaka.
Comments