Kontribusi Pajak Kelas Menengah Hanya 1 Persen ke Kas Negara
Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru-baru ini mengungkapkan bahwa, kontribusi pajak dari masyarakat kelas menengah hanya sekitar 1 persen dari total penerimaan pajak negara. Angka ini mengejutkan, mengingat kelas menengah sering dianggap sebagai tulang punggung ekonomi.
Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak, DJP Kemenkeu Muchamad Arifin mengatakan, rendahnya kontribusi pajak ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah struktur penghasilan yang masih terbatas pada kelompok tertentu.
Sebagian besar penerimaan pajak berasal dari korporasi besar dan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, sementara kelas menengah lebih banyak terlibat dalam sektor informal yang tidak tercatat secara resmi dalam sistem perpajakan, salah satunya di Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Pajak yang dibayarkan orang pribadi kalau ditotal secara nasional dibagi penerimaan relatif tidak besar hanya sekitar 1 persen,” kata Arifin dikutip Pajak.com pada Jumat (27/9).
Menurut Arifin, kebanyakan UMKM di Indonesia beroperasi di sektor informal, di mana banyak pelaku usahanya belum terdaftar secara resmi atau tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini mengakibatkan pendapatan mereka tidak tercatat dalam sistem perpajakan.
“Orang-orang pribadi ini biasanya masuk di sektor UMKM, sektor UMKM informalitasnya sangat tinggi sehingga dia tidak masuk dalam data perpajakan,” jelasnya.
Jumlah Kelas Menengah Turun
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk kelas menengah (middle class) terus turun. Jika pada 2019 masih sebanyak 57,33 juta orang, pada 2021 menjadi 53,83 juta dan pada 2022 turun lagi menjadi 49,51 juta.
Sementara itu, kelas menengah banyak yang turun menjadi kelompok menuju kelas menengah (aspiring middle class) sehingga jumlahnya naik dari 136,92 juta pada 2023 menjadi 137,50 juta pada tahun 2024. Sedangkan, jumlah penduduk kelas atas mengalami penurunan dari 1,26 juta di 2023 menjadi 1,07 juta pada 2024.
Kelompok kelas menengah mencakup masyarakat dengan pengeluaran berkisar Rp 2.040.262 sampai Rp 9.909.844 per kapita per bulan pada 2024. Jumlah itu ditentukan oleh standar Bank Dunia soal kelas menengah dengan perhitungan 3,5-17 kali garis kemiskinan suatu negara.
(PIt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyarankan pemerintah untuk membuat kebijakan yang memperkuat daya beli kelas menengah. Hal ini dikarenakan kelompok ini memiliki kontribusi yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia. Pasalnya, jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 66,35 persen dari total penduduk Indonesia.
Nilai konsumsi pengeluaran dari kedua kelompok tersebut mencakup 81,49 persen dari total konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, kelas menengah memiliki peran krusial sebagai bantalan ekonomi nasional.
“Penguatan daya beli diperlukan tidak hanya untuk kelompok miskin, tapi juga untuk kelas menengah dan menuju kelas menengah. Kalau kelas menengah dan menuju kelas menengah kuat, maka daya beli masyarakat secara keseluruhan akan menjadi kuat,” kata Amalia.
Comments