Kemenkop Dorong Revisi Bea Masuk 0 Persen untuk Susu Impor demi Lindungi Peternak Lokal
Pajak.com, Jakarta – Kementerian Koperasi (Kemenkop) mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk meninjau ulang kebijakan bea masuk 0 persen bagi produk susu impor. Menkop Budi Arie Setiadi menyebut bahwa kebijakan ini, yang menguntungkan eksportir dari Selandia Baru dan Australia, membuat harga susu impor menjadi lebih kompetitif. Pasalnya, kedua negara ini memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, yang memungkinkan mereka untuk menawarkan harga produk susu hingga 5 persen lebih rendah dari harga ekspor global lainnya. Kebijakan ini pun dinilai memicu banjirnya susu impor, sehingga berdampak negatif pada industri peternakan sapi perah dalam negeri.
“Karena regulasi tarif bea masuk, kita perlu meninjau langkah-langkah terkait masalah ini,” kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Pajak.com, Selasa (12/11).
Sebagai informasi, isu ini menjadi sorotan setelah para peternak menggelar aksi protes dengan membuang susu segar di Boyolali, Jawa Tengah, dan Pasuruan, Jawa Timur. Para peternak bahkan membuang hingga 500 ribu liter susu di Pasuruan karena sulit bersaing dengan produk impor.
Aksi mandi susu yang berlangsung di Tugu Susu Tumpah Boyolali juga menjadi simbol protes para peternak terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada mereka. Sebagai langkah mitigasi, Budi Arie menyebut Kemenkop sudah menginstruksikan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) untuk menyediakan pembiayaan bagi koperasi susu agar dapat meningkatkan produksi dan kualitas produk.
“Saya meminta LPDB untuk mengambil langkah jangka pendek, guna menyelesaikan masalah yang dialami Koperasi Produksi Susu Segar di Boyolali dan Pasuruan, dan meminta LPDB mendorong kesiapan Koperasi Produksi Susu Segar sebagai rantai pasok program Makan Bergizi Gratis,” ucapnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga bakal membenahi koperasi susu melalui dari sisi peningkatan standar mutu produksi sesuai dengan kebutuhan pabrik melalui kemitraan antara pabrik dengan koperasi peternak, baik dalam teknologi pengolahan, hingga teknologi penyimpanan. Ia pun menekankan pentingnya kolaborasi antara koperasi dan industri pengolahan susu (IPS) melalui bantuan teknologi dan standar mutu agar produksi susu segar dapat terserap sesuai dengan standar kualitas.
Langkah ini, menurut Budi Arie, bisa membuat IPS lebih terbuka untuk menyerap susu lokal. Pasalnya, selama ini IPS lebih memilih susu impor bubuk susu atau skim ketimbang menyerap susu segar dari peternak lokal.
“Ini struktur pasarnya, IPS-IPS ini mengimpor susu jauh lebih murah. Impor dalam bentuk skim atau bubuk yang harganya lebih murah dari market price, harga pasar dunia,” jelasnya.
Budi Arie juga menyoroti bahwa ke depannya koperasi perlu mengantisipasi atau membuat alternatif lain untuk mengolah susu ke produk turunan lain, seperti minuman pasteurisasi, yoghurt, dan keju.
“Kami dorong koperasi untuk masuk ke hilirisasi produk seperti produksi yoghurt, keju, atau minuman pasteurisasi agar tidak sepenuhnya bergantung pada penyerapan susu segar oleh IPS,” imbuhnya.
Wamenkop Ferry Juliantono pun turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap bea masuk 0 persen ini. Menurutnya, pemerintah dapat kembali mempertimbangkan pemberlakuan tarif sesuai kepentingan nasional yang diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
“Ini bisa dimintakan kembali, dalam rangka melindungi peternak susu sapi perah di Indonesia. Kami meminta ada barrier,” ujar Ferry.
Jika tarif bea masuk yang dikenakan tetap nol persen, Ferry meminta agar Kemendag mempertimbangkan insentif bagi peternak sapi perah lokal untuk menjaga daya saing.
“Yang sedang kami kaji, insentif apa yang diberikan peternak sapi perah, baik koperasi, UD, maupun perorangan, supaya mereka tidak terkena dampak,” pungkasnya.
Comments