KEM-PPKF 2026 Ungkap Tantangan dan Arah Baru Perpajakan, Simak Kebijakan Lengkapnya!
Pajak.com, Jakarta — Perlambatan ekonomi global, harga komoditas yang tak stabil, hingga ketegangan geopolitik menjadi bayang-bayang yang menyelimuti perekonomian 2026. Melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, pemerintah memetakan langkah fiskal untuk menjaga penerimaan negara tetap kokoh—tanpa mengorbankan pemulihan ekonomi maupun iklim investasi. Fokus utamanya adalah pada sektor perpajakan, kepabeanan, dan cukai—tiga pilar utama penerimaan negara yang harus diperkuat di tengah tekanan dari dalam dan luar negeri. Lalu, apa saja kebijakan perpajakan yang telah disiapkan pemerintah untuk tahun 2026?
Tantangan Penerimaan dan Reformasi Perpajakan
Pemerintah menjelaskan, kinerja penerimaan perpajakan Indonesia dalam tiga tahun terakhir menunjukkan tren yang cukup positif, meskipun menghadapi berbagai tantangan. Pada 2023, penerimaan perpajakan tumbuh 5,3 persen secara tahunan. Pertumbuhan tersebut didorong oleh keberhasilan pelaksanaan reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang memperkuat basis pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Memasuki tahun 2024, kinerja penerimaan perpajakan tetap solid, didukung oleh sektor utama penerimaan dan kebijakan optimalisasi perpajakan baik di bidang pajak, kepabeanan, maupun cukai, meskipun harga komoditas mulai mengalami moderasi. Penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menjadi penopang utama berkat aktivitas konsumsi yang terjaga dan berkurangnya restitusi, meski pemerintah mencatat tekanan pada komponen cukai akibat penurunan produksi dan fenomena downtrading.
Sepanjang 2025, pemerintah mengklaim bahwa kinerja penerimaan perpajakan tetap positif. Hingga triwulan I 2025, realisasi penerimaan sudah mencapai Rp400,1 triliun atau 16,1 persen dari target APBN, ditopang oleh pertumbuhan ekonomi domestik serta kelanjutan kebijakan dan reformasi perpajakan. Penerimaan yang solid ini juga didukung oleh implementasi sistem administrasi perpajakan baru seperti Coretax dan CEISA, yang meningkatkan efektivitas administrasi dan pengawasan.
Namun, pemerintah menyadari bahwa tahun 2026 akan menghadirkan tantangan lebih besar. Tekanan dari kondisi global yang dinamis, termasuk konflik geopolitik, proteksionisme, serta gejolak pasar keuangan, berpotensi menekan penerimaan negara. Ketidakpastian ini dapat memicu volatilitas harga komoditas serta memberikan tekanan pada inflasi, nilai tukar, dan suku bunga—faktor-faktor yang sangat memengaruhi penerimaan perpajakan.
Dari sisi domestik, perubahan struktur ekonomi Indonesia yang bergeser ke ekonomi digital serta dominasi sektor informal belum sepenuhnya terakomodasi dalam sistem perpajakan. Oleh karena itu, keberlanjutan reformasi perpajakan menjadi sangat penting.
Pemerintah menekankan penguatan administrasi, sumber daya manusia, dan infrastruktur perpajakan agar sistem dapat beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa mengorbankan potensi penerimaan negara. Selain itu, pemerintah fokus pada perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak melalui penguatan sistem administrasi perpajakan berbasis teknologi informasi.
“Untuk mencapai target perpajakan yang optimal, diperlukan penguatan di berbagai aspek, termasuk administrasi, SDM, dan infrastruktur, sehingga sistem perpajakan dapat lebih mendukung peningkatan penerimaan negara sekaligus menjaga stabilitas ekonomi di tengah dinamika global,” kata pemerintah dalam KEM-PPKF 2026, dikutip Pajak.com, Kamis (29/5/2025).
Pemerintah mengemukakan, tantangan global yang dihadapi tidak hanya menjadi ancaman, tetapi juga menjadi momentum untuk mempercepat reformasi perpajakan dan membangun fondasi fiskal yang lebih kuat, sehat, dan adaptif. Pemerintah tetap optimistis dapat menjaga kinerja penerimaan positif meski menghadapi perlambatan ekonomi global, penurunan harga komoditas, serta tren menurunnya pertumbuhan perdagangan dan investasi dunia.
“Kinerja perpajakan tahun 2026 diharapkan dapat mendukung dan menjaga APBN tetap sehat, efisien, dan efektif melalui upaya mobilisasi pendapatan negara yang lebih kuat,” papar pemerintah.
Kebijakan Perpajakan di Tahun 2026
Kebijakan umum perpajakan tahun 2026 diarahkan untuk mendukung statecraft Indonesia dalam menghadapi guncangan global, sekaligus memitigasi risiko dan tantangan yang ada.
Fokus kebijakan ini meliputi:
- Perluasan basis perpajakan, melalui intensifikasi dan ekstensifikasi untuk mendukung ketahanan fiskal, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan melindungi masyarakat.
- Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, dengan pengawasan berbasis teknologi informasi, penguatan sinergi dan joint program, serta penegakan hukum untuk memperbaiki sistem administrasi dan organisasi perpajakan.
- Penguatan reformasi perpajakan dan harmonisasi internasional, untuk mendorong peningkatan penerimaan dan rasio perpajakan.
- Pengelolaan insentif perpajakan yang lebih terarah dan terukur, guna mendukung akselerasi investasi dan hilirisasi industri bernilai tambah tinggi.
Kebijakan Teknis Perpajakan 2026
Sebagai implementasi dari kebijakan umum tersebut, berikut ini kebijakan teknis di bidang perpajakan:
1. Optimalisasi perluasan basis pemajakan, melalui:
- Intensifikasi dan ekstensifikasi berbasis data dan manajemen risiko.
- Pemanfaatan Coretax dan CRM-IRE dalam penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4).
2. Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, melalui:
- Optimalisasi joint program Kementerian Keuangan.
- Penyusunan Compliance Improvement Plan yang efektif.
- Pelaksanaan joint audit, joint analysis, joint investigation, joint collection, dan joint intelligence.
- Penyusunan strategi kepatuhan berbasis rekomendasi TADAT.
3. Optimalisasi pemberian insentif perpajakan, yang mendukung iklim investasi, daya beli masyarakat, serta pembangunan ekonomi hijau.
4. Penyusunan regulasi yang adil dan pasti secara hukum, mencakup:
- Penyusunan regulasi pelaksanaan UU HPP.
- Penegakan hukum perpajakan yang memberikan efek jera (deterrent effect).
Kebijakan Teknis Kepabeanan dan Cukai 2026
Kebijakan teknis di bidang kepabeanan dan cukai dirancang untuk mendukung pengelolaan fiskal, perlindungan masyarakat, optimalisasi penerimaan, serta penguatan organisasi. Rinciannya sebagai berikut:
1. Mendukung fiskal yang sehat dan berkelanjutan, melalui:
a. Pemberian fasilitas kepabeanan untuk menarik investasi, mendorong ekspor, dan mendukung hilirisasi.
b. Optimalisasi kawasan khusus untuk mendukung pertumbuhan wilayah.
c. Peningkatan ekspor produk UMKM melalui klinik ekspor dan kolaborasi.
d. Penguatan kerja sama kepabeanan internasional dan diplomasi ekonomi.
2. Perlindungan masyarakat dan dukungan ekonomi yang efektif, melalui:
a. Penguatan kapasitas pengawasan dan revitalisasi pengawasan laut.
b. Pengawasan di perbatasan, pesisir, pelabuhan, dan bandara utama.
c. Pencegahan dan pemberantasan BKC ilegal.
d. Pengawasan atas barang yang dilarang atau dibatasi ekspor-impor.
e. Pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor (NPP).
f. Penanganan kejahatan lintas negara.
g. Penegakan hukum dan audit yang lebih efektif.
3. Mendukung penerimaan negara yang optimal, melalui:
A. Intensifikasi penerimaan:
- Kebijakan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) berbasis empat pilar: pengendalian konsumsi, penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan pengawasan rokok ilegal, dengan Dana Bagi Hasil CHT sebagai bantalan.
- Penyesuaian tarif bea masuk untuk komoditas tertentu.
B. Ekstensifikasi cukai, termasuk penambahan objek cukai baru.
C. Perluasan basis penerimaan bea keluar.
D. Penguatan nilai pabean dan klasifikasi barang yang adaptif.
E. Penguatan program kolaboratif Kementerian Keuangan (joint program).
4. Penguatan organisasi, SDM, dan teknologi informasi, melalui:
- Penguatan organisasi yang dinamis dan adaptif.
- Penyempurnaan proses bisnis kepabeanan dan cukai.
- Pemenuhan dan penguatan SDM yang berintegritas dan berkompeten.
- Pengembangan core system dan smart customs.
- Peningkatan kualitas komunikasi, publikasi, pembinaan pengguna jasa, dan kerja sama antarlembaga.
Comments