Menu
in ,

Indonesia-OECD Sepakati JWP, Dorong Kepatuhan Pajak

Pajak.com, Bali – Indonesia dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) resmi menyepakati Joint Work Programme (JWP) 2022-2025. Kesepakatan ini akan berfokus pada beberapa isu prioritas, salah satunya terkait peningkatan kepatuhan pajak. Penandatanganan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann ini merupakan rangkaian dari Pertemuan Tingkat Deputi (Finance and Central Bank Deputies/FCBD Meeting) dan Pertemuan Tingkat Menteri (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG Meeting) ketiga di Nusa Dua, Bali.

“Melalui kerja sama dengan Indonesia tersebut, OECD akan meningkatkan kapasitas dalam mendiseminasikan standar kebijakan ke lebih banyak negara, meliputi kepatuhan pajak, kebijakan makroekonomi, investasi, sumber daya manusia, serta pembangunan berkelanjutan,” ungkap Cormann dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (15/7).

Melalui JWP 2022-2025 ini, OECD akan membantu Indonesia dalam mengimplementasikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2025; memulihkan perekonomian nasional; serta membantu Indonesia dalam memenuhi standar-standar yang ditetapkan OECD, salah satunya terkait konsensus pajak global.

Penandatanganan JWP bukan pertama kalinya untuk Indonesia dan OECD. JWP pertama dilakukan pada tahun 2015-2016, yang telah membawa hasil yang signifikan, khususnya di bidang tata kelola yang baik. Sementara di periode 2017-2018, JWP berfokus pada reformasi iklim usaha dan pertumbuhan dinamis, kebijakan sosial dan pertumbuhan inklusif, tata kelola pemerintahan yang baik, serta pertumbuhan hijau.

Cormann menilai, JWP juga membantu Indonesia dalam menerapkan komitmennya di bawah Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Sehingga JWP kali ini juga akan mendukung Indonesia dalam mendorong reformasi kebijakan sesuai agenda prioritas pemerintah pada mencapai pemulihan yang resilien dan berkelanjutan dari krisis pandemi COVID-19 dan mendekatkan pada standar kebijakan dan praktik OECD.

“Kerja sama dengan Indonesia melalui JWP pada tahun-tahun sebelumnya telah memperkuat reformasi kebijakan domestik dan menyelaraskan kebijakan pemerintah dengan standar OECD,” tambah Cormann.

Sri Mulyani mengungkapkan, Indonesia merupakan salah satu mitra strategis OECD pertama yang menandatangani Perjanjian Kerangka Kerja Sama pada tahun 2012. Sehingga Indonesia turut serta dalam 11 badan yang berada dalam naungan OECD. Sementara, kerja sama antara Indonesia dan OECD sudah berjalan sejak 2007. Kala itu, OECD resmi menetapkan Indonesia, Brasil, Tiongkok, India, dan Afrika Selatan sebagai mitra strategis. Sejak saat itu cakupan kerja sama Indonesia dan OECD meliputi kebijakan perpajakan, makroekonomi, dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.

“Indonesia merupakan negara mitra strategis OECD yang selama ini berperan sebagai penggerak penting untuk meningkatkan kerja sama yang lebih jauh, termasuk dilaksanakannya peluncuran Program Regional Asia Tenggara pada tahun 2014 untuk mendukung kawasan ASEAN dalam prioritas domestik, reformasi kebijakan, dan upaya integrasi regional yang pada akhirnya memunculkan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Blueprint),” ungkap Sri Mulyani.

Selain itu, Indonesia bersama negara anggota G20 lain juga memberi mandat kepada OECD untuk mengatasi tantangan perpajakan yang muncul dari digitalisasi ekonomi, yang pada akhirnya menjadi 15 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan.

“Indonesia juga tergabung dalam BEPS Inclusive Framework dan telah menyatakan persetujuan untuk bergabung dalam upaya multilateral melawan penggerusan basis pajak dan pergeseran laba melalui konsensus two-pillar solution to address the tax challenges arising from the digitalisation of the economy, termasuk pajak minimum 15 persen,” ujar Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version