Implementasi PPh 21 Lewat Skema TER: Benarkah Pajak Semakin Membebani Masyarakat?
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah resmi implementasi tarif efektif rata-rata (TER) untuk pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Kendati resmi diberlakukan tujuh bulan lalu terhitung sejak 1 Januari 2024, namun skema penghitung PPh Pasal 21 lewat TER masih menimbulkan kesimpangsiuran. Bahkan, muncul isu yang bikin geger masyarakat dengan menyebutkan penghitungan PPh Pasal 21 lewat TER justru semakin membebani masyarakat dengan tarif pajak jumbo. TER yang diklaim sebagai upaya pemerintah menyederhanakan penghitungan PPh Pasal 21 disebut-sebut hanya akal-akalan belaka.
Terkait itu, Tax Compliance and Audit Manager at TaxPrime Penni Arumdati justru berpikir sebaliknya. Hitung-hitungan PPh Pasal 21 lewat skema TER bukan sebuah regulasi untuk merampok rakyat. Justru, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 (PP 58/2023) yang mengatur ketetapan itu adalah bentuk kehadiran pemerintah yang sedang berupaya untuk memangkas mekanisme penghitungan PPh yang sebelumnya rumit dan berbelit.
Hanya saja, sosialisasi regulasi dinilai belum memadai. Imbasnya masyarakat justru banyak mencerna informasi sesat yang kemudian menimbulkan persepsi miring terkait implementasi penghitung PPh Pasal 21 lewat TER.
Bagi Penni, sosialisasi mesti digencarkan supaya masyarakat benar-benar paham maksud dan tujuan penerapan skema TER.
“Memang banyak di luar sana isu yang berkembang dengan TER ini pajak di kita menjadi semakin lebih besar. Jadi, saya rasa penting sekali bagi perusahaan di awal implementasi PP 58/2023 ini untuk melakukan sosialisasi kepada karyawannya. Jadi, ini untuk meredam berita-berita yang belum tentu benar di luar sana, karena kan pasti kalau urusan gaji itu kan meresahkan takutnya mengganggu kinerja karyawan,” kata Penni kepada Pajak.com dalam sebuah wawancara di Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta, (29/8).
“Jadi penting bagi perusahaan untuk segera melakukan sosialisasi terkait perhitungan TER kepada karyawan. Bagaimana sih sebenarnya TER itu? Apakah benar pajak yang dipotong menjadi lebih besar? Kan, sebenarnya tidak seperti itu,” tambahnya.
Penni melanjutkan, sosialisasi harus mencakup keseluruhan penghitungan PPh Pasal 21, misalnya saja besaran pajak periode Januari hingga November, lalu besaran pajak pada Desember termasuk utang pajak dan kelebihan bayar periode Januari hingga November yang mesti diselesaikan pada Desember.
Adapun penghitungan PPh Pasal 21 periode Januari sampai November memang berbeda dengan penghitungan Desember. Acap kali penghitungan PPh Pasal 21 di Desember jauh lebih besar atau bahkan jauh lebih kecil ketimbang periode Januari sampai November, itu disebabkan kurang bayar atau lebih bayar pada periode sebelumnya yang kesemuanya diakumulasikan pada bulan tersebut.
Hal-hal seperti ini, lanjut Penni, wajib diberitahu perusahaan kepada karyawan demi meminimalkan kesimpangsiuran penghitungan PPh Pasal 21 lewat mekanisme TER.
“Nah ini bisa juga di-sounding di awal, mungkin tadi yang di dalam sosialisasi itu bahwa ada kemungkinan beberapa skenario nih dengan TER misalnya skenario yang nanti kurang bayarnya besar sekali di Desember atau skenario yang sebaliknya lebih bayar. Jadi, perusahaan harus menyiapkan ini terutama untuk yang kurang bayarnya nanti akan besar di Desember,” ujarnya.
Di samping itu, perusahaan juga mesti melakukan edukasi agar karyawan bijak berkeuangan, minimal bisa menabung sebagai langkah antisipasi untuk menambal kekurangan bayar periode Januari sampai November yang mesti dituntaskan di Desember.
“Jadi, maksudnya supaya karyawan itu tidak terlena ketika mereka mendapatkan take home pay segini. Oh iya, ini bisa dipakai semuanya padahal sebenarnya kalau mau aman take home pay tersebut bolehlah disisakan sebagian untuk jaga-jaga ketika nanti di akhir tahun kurang bayarnya besar banget,” ucapnya.
“Nah ini penting banget, takutnya karyawan merasa ada tadi beban pajak yang bertambah jadinya mungkin timbul kehebohan atau bagaimana. Jadi, ini sebenarnya bisa diredam di awal tahun seperti itu sih untuk memberikan pemahaman kepada karyawan,” tambahnya.
Menurutnya, penghitungan PPh Pasal 21 lewat mekanisme TER sebetulnya tak sukar dipahami apabila sosialisasi dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sosialisasi ini sekaligus sebagai bahan literasi pajak bagi para pegawai sebagai bekal hitung-hitungan pemotongan PPh Pasal 21 pada masa mendatang.
“Saya rasa TER ini peraturan yang lebih mudah dipahami. Mereka karyawan diharapkan juga aktif untuk mempelajari tentang TER. Jadi, mereka juga punya knowledge tentang penghasilan mereka sendiri karena ini terkait diri mereka sendiri juga kan,” katanya lagi.
Di sisi lain, wanita yang menempuh pendidikan di Universitas Indonesia ini menilai sosialisasi saja tidak cukup, sebab peraturan ini sudah terlanjur diberlakukan. Mesti ada upaya lain supaya regulasi ini bisa diterima masyarakat. Salah satunya adalah perusahaan pemberi kerja membuat sistem supaya penghitungan TER menjadi lebih sederhana dan ringkas.
Sebab meski TER ini adalah upaya pemerintah menyederhanakan penghitungan PPh Pasal 21, namun terdapat sejumlah peraturan turunan yang buat orang awam rumit untuk mengerti. Ini sekaligus menjadi kelemahan TER.
“Jadi perusahaan mungkin bisa mulai memikirkan sistem yang bisa otomatis nih ketika kita input penghasilan seorang karyawan langsung ketahuan dia dapat TER dengan tarif berapa, mungkin itu akan jauh lebih memudahkan, itu yang kedua,” pungkasnya.
Comments