Menu
in ,

IKPI: Posisi Konsultan Pajak Perlu Diperkuat di RUU KUP

Pajak.comJakarta – Wakil Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan mengusulkan, posisi konsultan pajak bisa diperkuat dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) agar lebih mendapatkan trust dari WP dan fiskus.

“Jadi kami minta dicantolkan dalam RUU KUP pasal 32, bahwa dalam hal kuasa diberikan kepada konsultan pajak, maka pengaturannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang konsultan pajak. Jadi semuanya komplet, undang-undang formalnya ada, undang-undang materialnya ada, dan undang-undang intermediary-nya ada,” urainya dalam Diskusi Panel IKPI secara virtual, Jumat (27/8).

Ia beralasan, hal itu perlu dilakukan karena konsultan pajak memiliki peran intermediary antara DJP dan WP sangat strategis.

“Konsultan pajak berada di tengah—loyal terhadap klien tapi juga loyal terhadap peraturan. Loyalitas terhadap peraturan ini dikonkretkan dengan hubungan yang baik, melaksanakan pekerjaan berdasarkan peraturan perpajakan,” ucapnya.

Ia pun menyatakan, selama ini regulasi profesi konsultan pajak hanya diatur melalui aturan setingkat Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Padahal, menurut Ruston, konsultan pajak seharusnya diberikan penguatan melalui regulasi di tingkat undang-undang yang secara substansi terdapat aturan yang jelas dan mengikat dalam mengatur profesi konsultan pajak, seperti bagaimana praktik profesi baik dari sisi hak dan kewajiban.

“Jadi kalau hak dan kewajiban diatur dalam undang-undang, hak dan kewajiban fiskus diatur dalam undang-undang, sementara kami konsultan pajak juga membutuhkan undang-undang agar hak dan kewajiban kami jelas dan dilindungi. Tidak hanya selevel peraturan menteri keuangan,” kata Ruston.

Senada dengan Ruston, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebut, konsultan pajak menjadi bagian dalam reformasi perpajakan dan membangun ekosistem pajak.

Yustinus mengemukakan, dalam kerangka membangun ekosistem pajak yang baik mengandalkan beberapa hal yaitu kebijakan yang jelas, regulasi yang memberi kepastian hukum dan adil, serta administrasi yang semakin sederhana dan transparan.

“Membangun ekosistem perpajakan menjadi sebuah keniscayaan. Tidak ada otoritas yang mampu mengemban tugas seberat ini, maka dibutuhkan partisipasi dari semua pihak termasuk konsultan pajak sebagai intermediaries,” ujar Yustinus.

Selain Direktorat Jenderal Pajak dengan beberapa keterbatasannya tak mungkin bisa berjalan sendiri, lanjutnya, konsultan pajak berperan strategis karena berada di tengah-tengah antara kepentingan Wajib Pajak dan otoritas pajak. Inilah mengapa perlu lebih diakui dan diperkuat hak dan kewajibannya.

“Kedudukan yang lebih setara antara DJP dan WP, dan di tengahnya ada intermediary yang semakin diakui dan diperkuat,” ucapnya.

Di sisi lain, Yustinus menjelaskan bahwa pajak adalah instrumen yang akan menjamin pembiayaan pembangunan, tetapi tetap harus diletakkan dalam kerangka fairness—atau setidaknya mendekati keadilan. Untuk itu, RUU KUP merupakan ikhtiar bagi pemerintah untuk menciptakan keadilan bagi semua pihak.

“Pemerintah tidak berpretensi mempunyai tafsir tunggal atau penafsir tunggal tentang keadilan. Ada fakta bahwa sistem pemungutan PPN belum cukup optimal. Ada fakta juga penghindaran pajak cukup agresif masih terjadi, ada loopholes yang perlu ditangkal. Di sisi lain juga perlu perbaikan administrasi untuk mempermudah Wajib Pajak menjalankan kewajiban, termasuk kepastian hukum sehingga di lapangan penerapan undang-undang dapat dilakukan dengan lebih baik,” urainya.

Ia pun memastikan, DJP bersama seluruh pemangku kepentingan—termasuk asosiasi konsultan pajak—telah melaksanakan focus group discussion (FGD) dan menerima semua masukan dari berbagai pihak agar substansi RUU KUP bisa mewakili semua kepentingan.

“DJP bersama BKF dan DJBC telah melakukan 10 putaran FGD yang diikuti oleh hampir semua perwakilan stakeholders mulai dari akademisi, praktisi, serikat buruh, sampai dengan LSM. Semoga ini menjadi preseden yang baik bagaimana formulasi kebijakan ke depannya dapat melibatkan pemangku kepentingan,” imbuhnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version