Menu
in ,

DPR-Pemerintah Sepakat Rasio Pajak Hingga 10 Persen

Pajak.com, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menyepakati rasio pajak (tax ratio) pada 2023 berada pada kisaran 9,3 persen hingga 10 persen. Sementara penerimaan perpajakan berpotensi mencapai Rp 1.978 triliun di tahun depan.

“Jalan tengahnya kalau 9,3 persen sampai dengan 9,59 persen (usulan pemerintah), Komisi XI usulannya 9,45 persen sampai 10 persen. Nah, bisa tidak 9,3 persen batas atas dari Komisi XI dan batas atas dari Komisi XI di 10 persen. Setuju? Setuju,” jelas Ketua Badan Anggaran (Banggar) Komisi XI DPR Said Abdullah di Rapat Panitia Kerja Asumsi Dasar bersama Badan Anggaran Komisi XI DPR dan pemerintah, di Gedung Parlemen DPR, yang juga disiarkan secara virtual, (14/6).

Ia menjelaskan, kesepakatan itu ditetapkan berdasarkan pelbagai faktor akibat ketidakpastian global di tengah harga komoditas yang tinggi. Ketidakpastian ini merupakan imbas dari kebijakan suku bunga tinggi The Fed serta kondisi geopolitik Rusia dan Ukraina.

“Karena ada ketidakpastian, kita tidak bisa semata-mata berbicara penerimaan perpajakan naik sampai 15,3 persen (proyeksi pertumbuhan penerimaan pajak di tahun 2022) karena harga komoditas tinggi melambung,” jelas Said.

Sebelumnya, target rasio pajak yang telah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023, yakni sebesar 9,3 persen hingga 9,59 persen. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menilai, proyeksi penerimaan dan rasio pajak yang telah disepakati oleh DPR itu merupakan gambaran ketidakpastian yang masih tinggi.

“Dengan dinamika seperti ini, kalau dibuka ke bawah kembali 9,3 persen, kami berterima kasih karena mencerminkan hal tersebut. Dan kalau buka 9,59 persen ke atas, mencapai 10 persen, mencerminkan implementasi dari UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan) dan optimisme pemulihan ekonomi yang semakin membaik. Dengan demikian, kami dari pemerintah dapat menerima keputusan tersebut,” kata Febrio.

Ia mengungkapkan, target rasio pajak pada tahun 2023 juga tidak terlepas dari besarnya penerimaan perpajakan pada tahun 2022 yang diperkirakan sebesar Rp 1.784 triliun atau tumbuh 15,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Prediksi penerimaan itu melampaui target APBN 2022 sebesar Rp 1.510 triliun karena didorong oleh peningkatan harga komoditas global. Adapun penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.784 triliun terdiri dari penerimaan pajak Rp 1.485 triliun serta bea dan cukai Rp 299 triliun.

“Sebelum pandemi 2022, rata-rata pertumbuhan perpajakan 2017-2019 tumbuh 6,5 persen. Tahun 2018 perpajakan tumbuh 13 persen disebabkan harga komoditas membaik (commodity boom),” tambah Febrio.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menegaskan, proyeksi penerimaan perpajakan pada tahun 2023 sebesar Rp 1.978 triliun merupakan hasil kesepakatan antara DPR dan pemerintah dalam pembahasan awal menuju pembahasan Rancangan APBN 2023 nantinya. Adapun jenis pajak yang berkontribusi terbesar di 2023 diproyeksi sama seperti tahun sebelumnya, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

“Melalui basis pajak yang lebih tinggi, pemberian insentif pajak juga selektif (diberikan) hanya pada sektor yang mendukung pertumbuhan dan kemudahan investasi,” kata Neil.

Menilik dokumen KEM-PPKF 2023 yang disusun Kemenkeu, tiga fokus utama kebijakan penerimaan perpajakan di tahun 2023. Pertama, memperluas basis dan meningkatkan rasio perpajakan melalui ekstensifikasi dan penggalian potensi, optimalisasi penerimaan pajak untuk ekonomi digital, serta tindak lanjut pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Kedua, melakukan penguatan administrasi, peningkatan kepatuhan, dan penyempurnaan regulasi. Ketiga, memberikan insentif perpajakan yang terarah dan terukur dengan cara tetap menjaga efektivitas dan diarahkan pada kegiatan ekonomi strategis yang menghasilkan multiplier effect yang besar.

“Kebijakan penerimaan perpajakan tahun 2023 diarahkan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19 dan memastikan implementasi reformasi perpajakan berjalan dengan efektif dalam rangka penguatan konsolidasi fiskal,” tulis Kemenkeu dalam dokumen KEM-PPKF 2023 itu.

Di sisi lain, Kemenkeu juga mewaspadai kinerja penerimaan perpajakan tahun 2023 yang diperkirakan masih menghadapi pelbagai tantangan, meliputi ketidakpastian harga komoditas utama dunia; perubahan struktur perekonomian dengan semakin meningkatnya penggunaan transaksi elektronik; masih relatif rendahnya basis pajak dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version