Menu
in ,

DPR Minta Rasio Pajak Capai 10 Persen di 2023

Pajak.com, Jakarta – Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Negara Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah menaikkan rasio pajak mencapai 10 persen pada tahun 2023. Sebab saat ini pemerintah telah melakukan beragam reformasi perpajakan, salah satunya dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan perpajakan (HPP).

Sekilas mengulas, apa itu rasio pajak (tax ratio)? Rasio pajak adalah perbandingan antara total penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) di periode yang sama. Sementara PDB adalah total nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara, dikurangi nilai barang dan jasa yang digunakan dalam produksi. Di Indonesia, rasio pajak juga mempunyai arti luas, yakni membandingkan total nilai penerimaan perpajakan, penerimaan sumber daya alam minyak dan gas, serta pertambangan minerba dengan PDB nominal.

Apa saja yang memengaruhi rasio pajak sebuah negara?


1. Faktor yang bersifat makro, diantaranya tarif pajak, tingkat pendapatan perkapita , dan tingkat optimalisasi tata laksana pemerintahan yang baik.
2. Faktor yang bersifat mikro, diantaranya tingkat kepatuhan Wajib Pajak, komitmen dan koordinasi antar lembaga negara, serta kesamaan persepsi antara Wajib Pajak dan petugas pajak.

“Pemerintah akan menindaklanjuti hasil rapat Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR sebagai berikut, meningkatkan tax ratio penerimaan perpajakan pada 2023 menjadi 9,45 persen sampai dengan 10 persen,” jelas Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pusat Statistik BPS, yang disiarkan secara virtual (8/6).

Ia menegaskan, pemerintah harus terus memobilisasi pendapatan negara lebih optimal untuk mencapai konsolidasi dan kesinambungan fiskal. DPR menghitung, setidaknya pemerintah harus bisa mengumpulkan penerimaan sebesar Rp 1.978 triliun di 2023 bila ingin mencapai level rasio pajak mendekati 10 persen.

“Jika tax rasio diproyesikan sama dengan tax ratio pada tahun 2019 yang sebesar 9,77 persen, maka pendapatan perpajakan pada tahun 2023 akan diproyesikan pada kisaran Rp 1.978 triliun,” kata Amir.

Untuk mencapai target rasio pajak itu, Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR meminta agar pemerintah menjaga efektivitas implementasi UU HPP. Di sisi lain, pemerintah juga dapat memberikan insentif perpajakan yang terarah. Dengan begitu, reformasi perpajakan yang dilakukan bisa mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Dalam rangka mencapai konsolidasi fiskal yang berkualitas dan mendukung kesinambungan fiskal, pemerintah akan terus menggenjot pendapatan negara dengan lebih optimal pada tahun 2023 dengan tetap menjaga iklim investasi dan berkelanjutan dunia usaha,” jelas Amir.

Secara simultan, pemerintah harus berupaya meningkatkan optimalisasi Penerimaan Negara Bukan pajak (PNBP) dan hibah dengan tetap menjaga daya beli, iklim investasi, dan perlindungan terhadap masyarakat dan lingkungan.

“Untuk itu, pemerintah akan terus mendorong efektivitas reformasi perpajakan, reformasi pengelolaan aset dan layanan,” kata Amir.

Berdasarkan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2023, rasio pajak tahun 2022 diperkirakan akan mencapai 8,44 persen, turun dari 2021 dari 9,12 persen. Sebelumnya, rasio pajak sempat mencapai 10,24 persen di tahun 2018, namun turun menjadi 9,76 persen di 2019, dan semakin rendah di 2020 sebesar 8,33 persen.

“Beberapa faktor diantaranya adalah perkembangan ekonomi global dan nasional, dinamika harga komoditas, serta kebijakan perpajakan dalam menghadapi tekanan dari dampak pandemi COVID-19, khususnya di tahun 2020-2021,” tulis Kemenkeu dikutip dari dokumen KEM-PPKF 2023.

Pada 2018 dan 2021, rasio pajak meningkat karena terdapat tren peningkatan harga komoditas (commodity boom) yang berdampak pada meningkatnya kinerja ekspor, sehingga penerimaan dari pajak perdagangan internasional juga mengalami kenaikan. Komoditas ini juga mendongkrak setoran pajak dari sektor pertambangan dan pelaku usaha terkait.

Namun, pada 2019 terjadi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang menekan perekonomian global, sehingga menyebabkan rasio pajak turun. Beranjak di tahun 2020, pandemi COVID-19 menurunkan aktivitas perekonomian dan memengaruhi kinerja penerimaan perpajakan.

“Sebagai salah satu respons kebijakan fiskal di masa pandemi, pemerintah memberikan insentif perpajakan dan stimulus fiskal yang masif pada 2020 sehingga rasio pajak saat itu menurun. Kebijakan tersebut terlihat hasilnya pada 2021, perekonomian Indonesia mulai pulih dan tumbuh sehingga mendorong meningkatnya penerimaan dan rasio pajak,” tulis dokumen KEM-PPKF 2023.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai rekomendasi yang disampaikan Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR sejalan dengan langkah reformasi fiskal yang dilakukan pemerintah. Pemerintah akan melakukan berbagai langkah optimalisasi penerimaan perpajakan dengan mengimplementasikan UU HPP.

“Saya rasa yang direkomendasi sesuai dengan arah reform yang kita lakukan, pelaksanaan UU HPP, dan berbagai langkah-langkah yang harus kita terus perbaiki,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version