DJP Tegaskan Semua Buku Cetak dan Digital Bebas PPN, Kecuali Ini
Pajak.com, Jakarta – Di tengah dialektika perdebatan penetapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) gencar mengingatkan barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN. Salah satunya, adalah buku. DJP menegaskan bahwa semua buku cetak dan digital dibebaskan dari PPN, kecuali buku yang mengandung unsur tertentu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Dwi Astuti menyebut, ketentuan tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 5/PMK.010/2020. Dalam regulasi ini buku didefinisikan sebagai karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.
“Sesuai dengan PMK Nomor 5/PMK.010/2020 dinyatakan bahwa semua buku, baik cetak maupun digital, adalah buku pelajaran umum yang bebas PPN,” jelas Dwi dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (26/11).
Adapun merujuk Pasal 3 PMK Nomor 5 Tahun 2020, buku pelajaran umum adalah buku pendidikan dan/atau buku umum yang mengandung unsur pendidikan.
Namun, ketentuan tersebut dikecualikan untuk buku yang mengandung unsur pornografi, bertentangan dengan Pancasila dan SARA (suku, ras, agama, dan antar-golongan), serta lain-lain.
“Pembuktian tentang kandungan unsur tersebut harus melalui putusan pengadilan. Dengan demikian, sepanjang tidak ada putusan pengadilan, semua buku bebas PPN,” imbuh Dwi.
Buku Dibebaskan Bea Masuk
Selain itu, pemerintah melalui PMK Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman juga membebaskan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) untuk buku impor, meliputi buku ilmu pengetahuan dan teknologi, pelajaran umum, kitab suci, pelajaran agama, dan ilmu pengetahuan lainnya.
Sementara yang dikecualikan dari pembebasan bea masuk maupun PDRI adalah buku hiburan, roman populer, sulap, iklan, promosi satuan usaha, katalog di luar pendidikan, karikatur, buku horoskop, horor, komik, dan reproduksi lukisan.
Pada kesempatan yang berbeda, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai) Hatta Wardhana menjelaskan bahwa Bea Cukai sebagai trade facilitator terus berupaya menciptakan perlakuan perpajakan dan memberikan fasilitas kepabeanan yang adil bagi masyarakat, termasuk melalui upaya peningkatan literasi.
“Jika suatu barang impor dibebaskan dari PPN, maka atas barang impor tersebut tidak dipungut Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22. Hal ini sesuai dengan PMK Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain,” jelas Hatta.
Comments