Menu
in ,

DJP: Tarif Pajak Kripto Telah Melalui Kajian Mendalam

DJP: Tarif Pajak Kripto

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan, penetapan tarif pajak kripto telah melalui kajian yang mendalam dan komprehensif. DJP juga sudah berdiskusi dengan para pelaku atau asosiasi kripto sebelum menetapkan kebijakan ini.

Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung menjelaskan, pemerintah memiliki dua pendekatan dalam menentukan tarif pajak kripto. Pertama, pajak kripto tidak melebihi biaya transaksi. Kedua, mengusung konsep keadilan dan menyesuaikan kebijakan kripto di dunia.

“Jangan sampai pajak melebihi biaya transaksi. Karena akan merusak ekosistem aset kripto—itu yang pertama. Kedua, konsep kripto itu pseudonym dan anonim, tidak kelihatan siapa yang bertransaksi, tetapi terlihat di market. Ketika bicara borderless, kita enggak boleh kemaruk. Karena negara lain bisa menerapkan hal yang sama (tarif pajak kripto). Jangan sampai berkali-kali (kena pajak). Kenapa 0,1 persen? karena benchmark-nya salah satunya saham,” jelas Bonar, dalam Media Briefing, di Lantai 16 Kantor Pusat DJP, Jakarta, (6/4).

Seperti diketahui, tarif pajak kripto termaktub dalam PMK Nomor 68/PMK/03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Mengutip Pasal 2 PMK Nomor 68 Tahun 2022, transaksi yang akan dipungut pajak, yakni jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik. Penyelenggara perdagangan termasuk yang menyediakan transaksi jual beli aset kripto dengan mata uang fiat; tukar menukar aset kripto; dan dompet elektronik—meliputi deposit, penarikan dana, pemindahan aset kripto ke akun pihak lain, dan penyediaan dan/atau pengelolaan media penyimpanan aset kripto.

Tarif PPN yang dipungut dan disetor pedagang fisik aset kripto sebesar 1 persen dari tarif PPN atau 0,11 persen dikali dengan nilai transaksi kripto. Bila perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dikali nilai transaksi kripto.

Kemudian, Atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang harus dipungut dan disetor sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen dikali nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang (miner).

“Ibaratnya gini, pedagang mobil dan jam mewah akan bertransaksi. Dalam konteks pengenaan PPN, misalnya X sebagai pedagang mobil bekas akan menjual barangnya kepada seseorang, maka penjualan itu terutang PPN atau X harus mengenakan PPN dalam transaksi tersebut. Analogi lainnya, X akan menukar mobilnya dengan Y yang merupakan penjual jam mewah. Dalam pertukaran itu terjadi dua penyerahan, yakni mobil kepada Y dan jam kepada X, sehingga keduanya kena PPN. Kesannya dua kali (kena PPN), padahal enggak. Karena pengenaan itu terjadi di setiap penyerahan saja. Nah, berarti kripto saya serahkan kepada pembeli, nanti pembeli membayar lewat uang, transaksi terjadi, masuk uangnya, kriptonya saya serahkan, titik—pengenaannya (PPN) di sana. Pengenaan ini dimungkinkan pemungutan oleh fasilitator karena sangat controlable sama keduanya,” jelas Bonar.

Dalam Pasal 19 PMK Nomor 68 Tahun 2022, juga mengatur penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto. Adapun definisi penjual aset kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan ataupun pertukaran aset kripto.

Penjual itu dikenai PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1 persen. Namun, bila penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen. Bagi penambang, pengenaan PPh Pasal 22 bersifat final dengan tarif 0,1 persen.

“Jadi kita sudah memikirkan dalam konteks pengenaan tarif pajak kripto konsep berbagi dan keadilan. Sebenarnya, diskusi kita dengan para pelaku di awal-awal, sempat berbisik 0,5 persen (tarif PPh). Tapi janganlah, ini kan masih awal-awal,” ungkap Bonar.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version