Menu
in ,

DJP Dibantu Negara Mitra untuk Tagih Pajak

DJP Dibantu Negara Mitra

Foto: P2Humas DJP

Pajak.com, Jakarta – Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, mekanisme asistensi penagihan pajak global telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dengan demikian, negara mitra dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menagih kewajiban perpajakan Wajib Pajak Indonesia atau sebaliknya.

“Ini bukan menakut-nakuti, tetapi ini sesuatu yang sudah globally sudah kita lakukan. Indonesia sudah menjalin berbagai kerja sama perpajakan secara internasional, yaitu kaitannya nagih-nagih. Kerja sama pada akhirnya akan menutup celah penghindaran pajak,” kata Suryo dalam Sosialisasi UU HPP, dikutip Pajak.com, (24/4).

Ia memastikan, UU HPP akan membuat regulasi mengenai pajak internasional lebih optimal dan berkeadilan. Selain menyesuaikan international best practice, UU HPP juga berupaya mengikuti perkembangan ekonomi digital. Salah satu bentuk implementasinya adalah asistensi penagihan pajak global.

“Misalnya, orang Singapura punya tagihan (pajak). Ternyata orang yang ditagih pajaknya lari ke Indonesia. Negara mitra (Singapura) itu bisa minta bantuan ke Indonesia. Saya (DJP) pun bisa minta bantuan penagihan bagi Wajib Pajak Indonesia yang kebetulan lagi jalan-jalan di Singapura. Karena ini juga menyangkut undang-undang akses informasi setelah tax amnesty,” jelas Suryo.

Selanjutnya, DJP dengan negara mitra menetapkan ketentuan mengenai implementasi Mutual Agreement Procedure (MAP)—merupakan alternatif yang ideal untuk mengeliminasi pajak berganda. DJP dan otoritas pajak negara mitra menandatangani persetujuan penghindaraan pajak berganda (P3B) yang mengupayakan penyelesaian sengketa secara mufakat.

“Kalau pelaksanaan prosedur persetujuan bersama belum menghasilkan persetujuan bersama sampai dengan putusan banding atau putusan peninjauan kembali diucapkan, dirjen pajak tetap dapat berunding ketika materi sengketa yang diputus—bukan merupakan materi yang diajukan prosedur persetujuan bersama,” jelas Suryo dalam slide pemaparannya.

Kemudian, kerja sama internasional berikutnya adalah konsensus pemajakan global. Suryo menjelaskan, pemerintah dapat melakukan perjanjian dengan negara mitra secara bilateral dan multilateral untuk beberapa keperluan, antara lain menghindari pajak berganda, mencegah pengelakan pajak, mencegah penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, dan kerja sama perpajakan lainnya.

Dengan pelbagai kerja sama itu, Suryo mengingatkan Wajib Pajak yang masih memiliki harta di luar negeri untuk segera mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) hingga 30 Juni 2022. Sebab sudah tidak ada celah lagi untuk bersembunyi.

Secara teknis, kepada Pajak.comDirektur Perpajakan Internasional Mekar Satria Utama menyebutkan, ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak tercantum dalam Bab II Pasal 20 A UU HPP.

 “Pelaksanaan bantuan penagihan pajak antara DJP dengan otoritas pajak negara mitra dilakukan sesuai pembahasan dan kesepakatan bersama, berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal. Sebagai contoh, tindakan penagihan pajak di Indonesia akan dilakukan sampai dengan memberitahuan surat paksa oleh negara mitra,” jelas pria yang hangat disapa Toto ini melalui pesan singkat.

Direktorat Perpajakan Internasional DJP mencatat, saat ini Indonesia mempunyai 13 P3B yang mencantumkan pasal bantuan penagihan pajak dengan negara mitra, yaitu dengan Aljazair, Amerika Serikat, Armenia, Belanda, Belgia, Filipina, India, Laos, Mesir, Suriname, Yordania, Venezuela, dan Vietnam.

“Untuk ke depannya, Indonesia akan berkomitmen memperluas jaringan kerja sama bantuan penagihan pajak dengan negara mitra melalui perjanjian multilateral, yaitu konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan,” kata Toto.

Di sisi lain, ia menekankan, pelaksanaan bantuan penagihan pajak global berbeda dengan skema Automatic Exchange of Information (AEoI). Pelaksanaan bantuan penagihan pajak antara DJP dengan otoritas pajak dilakukan berdasarkan pembahasan dan kesepakatan bersama untuk setiap kasus perpajakan (case by case). Sementara AEoI merupakan pertukaran informasi secara otomatis yang dilakukan secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan. Adapun skema AEoI meliputi pertukaran informasi berupa rekening keuangan (financial account), laporan per negara (country by country report), maupun informasi bukti potong Pajak Penghasilan/PPh (withholding tax).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version