Dirjen Pajak Ungkap Kabar Terbaru Soal Perpanjangan PPh Final UMKM pada 2025
Pajak.com, Jakarta – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto mengungkap perkembangan terbaru mengenai kelanjutan kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada tahun 2025.
Bimo memastikan bahwa meskipun masa pemanfaatan tarif PPh final 0,5 persen untuk Wajib Pajak Orang Pribadi telah berakhir pada 2024, pelaku UMKM tetap bisa memanfaatkan tarif tersebut pada 2025.
Dalam kesempatan itu, Bimo menyampaikan bahwa saat ini pemerintah tengah memproses perubahan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang menjadi dasar pengaturan PPh final UMKM. “Perubahan PP 55 tahun 2022 untuk mengatur jangka waktu PPh final UMKM sedang dalam proses penyusunan,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA dikutip Pajak.com pada Kamis (19/6/25).
Kebijakan PPh final dengan tarif 0,5 persen merupakan insentif perpajakan yang diberikan pemerintah kepada pelaku UMKM untuk mendorong kepatuhan dan memudahkan administrasi perpajakan, terutama bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Masa berlaku insentif ini sebelumnya dibatasi selama tujuh tahun sejak diterapkan.
“UMKM Orang Pribadi memang sudah habis 7 tahun untuk memanfaatkan PPh final yang 0,5 persen tahun 2024. Tetapi masih tetap dapat membayar PPh final 0,5 persen tersebut di tahun 2025,” jelas Bimo.
Lebih lanjut, Bimo menambahkan bahwa status terkini dari perubahan PP tersebut masih berada dalam antrean jadwal pembahasan antarkementerian. “Status PP-nya saat ini masih menunggu jadwal pembahasan antarkementerian dari Kementerian Sesneg,” kata dia.
Sebelumnya, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) turut mendorong pemerintah agar segera menerbitkan aturan mengenai perpanjangan fasilitas PPh final 0,5 persen. Ketiadaan regulasi hingga saat ini dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya bagi Wajib Pajak orang pribadi.
Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld mengungkapkan bahwa situasi ini menyebabkan dilema bagi Wajib Pajak orang pribadi yang ingin menunaikan kewajiban pembayaran PPh masa Januari dan Februari 2025. Tanpa kejelasan hukum, keterlambatan pembayaran bisa menimbulkan berbagai risiko perpajakan, termasuk potensi penurunan penerimaan negara.
“Kami mengharapkan pemerintah segera mengambil langkah untuk menerbitkan ketentuan terkait perpanjangan PPh final 0,5 persen. Jika aturan tersebut diterbitkan sejak awal tahun, maka Wajib Pajak bisa langsung memanfaatkannya mulai Januari 2025,” jelas Vaudy dalam keterangan tertulis pada (17/3/25).
Ia mengingatkan bahwa rencana perpanjangan fasilitas PPh final hingga akhir 2025 sudah diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers pada 16 Desember 2025. Rencana ini menjadi bagian dari Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan.
Vaudy menegaskan, perpanjangan seharusnya mencakup perubahan pada PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Pasal 5 beleid tersebut menyatakan bahwa fasilitas PPh final 0,5 persen hanya berlaku selama tujuh tahun.
Dalam kesempatan tersebut, Vaudy menekankan bahwa ketiadaan aturan perpanjangan hingga Maret 2025 ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Wajib Pajak. “Wajib Pajak orang pribadi dengan peredaran bruto di bawah Rp500 juta, yang sebelumnya dibebaskan dari kewajiban PPh berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan PP Nomor 55 Tahun 2022, akan menghadapi kebingungan dalam melaksanakan kewajibannya,” ujarnya.
Selain itu, Wajib Pajak juga dihadapkan dengan ketidakjelasan mengenai kewajiban penyampaian penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang harus disampaikan paling lama akhir Maret 2025. “Kebingungan bagi Wajib Pajak orang pribadi dengan jumlah peredaran bruto tertentu itu, apakah di 2025 masih tetap menggunakan fasilitas PPh 0,5 persen final, kembali ke NPPN, atau pembukuan? Di sisi lain, Wajib Pajak tersebut diperhadapkan dengan kewajiban menyampaikan pilihan tersebut paling lama tiga bulan setelah berakhirnya tahun pajak,” ungkap Vaudy.
Dengan demikian, IKPI mendorong agar regulasi tentang perpanjangan fasilitas PPh final segera diterbitkan. “Kami berharap regulasi ini dapat segera diterbitkan sesuai dengan paket kebijakan stimulus ekonomi yang diumumkan oleh pemerintah sendiri,” pungkas Vaudy.
Comments