in ,

Di Australia, Perawat Bayar Pajak Rp108 T Lebih Banyak dari Industri Migas? Ini Alasannya

Perawat Bayar Pajak Rp108
FOTO: IST

Di Australia, Perawat Bayar Pajak Rp108 T Lebih Banyak dari Industri Migas? Ini Alasannya

Pajak.comCanberra – Dalam sepuluh tahun terakhir hingga 2023–2024, perawat di Australia telah bayar pajak sebesar 7 miliar dolar Australia (Rp108 triliun) lebih banyak dibandingkan industri minyak dan gas (migas), menurut riset terbaru dari Australia Institute. Temuan ini menunjukkan bahwa kontribusi pajak perawat, yang termasuk sektor publik esensial, jauh lebih besar dibandingkan dengan perusahaan migas yang sering membanggakan jumlah pajak yang dibayarkan.

Menurut laporan tersebut, perawat di Australia telah membayar pajak penghasilan sebesar 52 miliar dolar Australia (sekitar Rp535,6 triliun, dengan asumsi kurs 1 dolar Australia = Rp10.300), atau rata-rata 5,2 miliar dolar Australia per tahun (sekitar Rp53,6 triliun per tahun) dalam kurun waktu 10 tahun. Sebaliknya, industri migas hanya membayar 45 miliar dolar Australia (sekitar Rp463,5 triliun), atau rata-rata 4,5 miliar dolar Australia per tahun (sekitar Rp46,35 triliun per tahun), meskipun sering mengklaim bahwa pajak yang dibayarkan digunakan untuk mendanai layanan publik seperti kesehatan.

Baca Juga  Bea Cukai Perkuat Ekonomi Lewat Fasilitasi Perdagangan dan Industri

“Industri minyak dan gas sering menyatakan bahwa pajak yang dibayarkan memberikan kontribusi besar, tetapi faktanya, perawat, guru, dan pekerja sektor publik lainnya yang sebenarnya memberikan kontribusi pajak lebih besar,” kata ekonom senior Australia Institute Matt Grudnoff melalui keterangan pers, dikutip Pajak.com, Sabtu (8/3).

Grudnoff menjelaskan, sebagian besar pajak yang dibayarkan oleh industri migas terjadi dalam dua tahun terakhir, saat invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan lonjakan harga energi ke tingkat tertinggi. Berdasarkan klaim kelompok lobi energi Australia, Australian Energy Producers, perusahaan anggotanya membayar pajak sebesar 11,1 miliar dolar Australia (sekitar Rp114,03 triliun) pada 2022–2023 dan 13,9 miliar dolar Australia (sekitar Rp143,17 triliun) pada 2023–2024.

“Namun, jika hanya berdasarkan data resmi dari Australian Taxation Office (ATO) hingga 2020–2021, tanpa memperhitungkan keuntungan besar akibat perang di Ukraina, rata-rata pajak tahunan industri ini hanya mencapai 2,8 miliar dolar Australia (sekitar Rp28,84 triliun) per tahun dalam sepuluh tahun terakhir,” tuturnya.

Baca Juga  Bea Cukai Perkuat Pengawasan untuk Lawan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual

Grudnoff mengemukakan, industri migas mengekspor lebih dari 80 persen gas dari Australia dan sebagian besar gas yang diekspor diperoleh tanpa biaya. Artinya, keuntungan besar yang dihasilkan sebagian besar mengalir ke luar negeri, terutama kepada pemilik asing. Hingga kini, lanjut Grudnoff, perusahaan migas belum pernah membayar Petroleum Resource Rent Tax (PRRT) untuk gas yang diekspor dari Australia, sehingga masyarakat Australia tidak mendapatkan manfaat optimal dari kekayaan gas alam yang dimiliki Negeri Kanguru ini.

Meskipun sektor sumber daya kerap mengklaim bahwa kegiatan usahanya mendanai layanan publik seperti sekolah dan rumah sakit, Grudnoff menilai bahwa kontribusi yang diberikan dalam hal pajak sebenarnya jauh lebih kecil dibandingkan pekerja biasa seperti perawat, guru, dan pekerja ritel.

Baca Juga  Gubernur Ini Imbau Wajib Pajak Agar Lapor SPT Tahunan Tepat Waktu

“Alih-alih klaim dari industri migas, faktanya perawat dan pekerja sektor publik lainnya adalah penyumbang utama pajak di Australia,” tegas juru bicara Australia Institute ini.

Grudnoff bilang, riset ini menekankan pentingnya Australia mulai memberlakukan royalti bagi gas yang diekspor dan meningkatkan pajak sumber daya (PRRT) untuk memastikan masyarakat Australia mendapatkan bagian yang adil dari kekayaan migas. Sudah pasti, pajak yang lebih tinggi dan adil dari sektor ini sangat penting untuk menjamin bahwa pendapatan negara dapat digunakan untuk layanan publik yang lebih baik, termasuk pendidikan dan kesehatan.

“Pemerintah Australia diharapkan dapat mengevaluasi kembali kebijakan perpajakan untuk sektor migas, agar keuntungan dari sumber daya alam negara dapat dirasakan lebih merata oleh masyarakat, bukan hanya oleh perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar dimiliki oleh pemodal asing,” tutup Grudnoff.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *