Menu
in ,

Cara Hitung Pajak pada Program Pengungkapan Sukarela

Cara Hitung Pajak pada Program Pengungkapan Sukarela

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah telah memutuskan untuk memberlakukan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau voluntary disclosure program. Program itu yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ini untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan hartanya yang belum atau kurang diungkapkan pada saat program Pengampunan Pajak sebelumnya.

Dalam program pengungkapan sukarela yang berlangsung selama 6 bulan, mulai dari Januari-Juni 2022 ini pemerintah juga memberikan panduan atau tata cara bagi Wajib Pajak yang ingin mengungkapkan aset properti, seperti rumah atau uangnya.

Pemerintah berencana, pelaporan pada program pengungkapan sukarela ini bakal dilakukan secara online untuk meminimalisasi interaksi antara petugas pajak dan Wajib Pajak. Saat ini target, sasaran, hingga mekanisme pelaporan sedang dalam penggodokan. Direktorat Jenderal Pajak tengah menyiapkan infrastruktur digital untuk proses pelaporannya, sekaligus menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat mengingat waktunya tinggal 2,5 bulan lagi.

Pada konferensi pers APBN Kita September lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sudah menentukan besaran tarif PPh final seiring dengan disahkannya UU HPP. Besaran tarif lebih tinggi dibanding tarif tebusan saat program Pengampunan Pajak sebelumnya. Besaran tarif itu tertuang dalam dua klaster kebijakan dengan masing-masing kebijakan dibagi dalam tiga kategori yang tarifnya berbeda satu sama lain.

Klaster kebijakan I untuk pengungkapan harta tahun 2015 bagi yang sudah mengikuti program Pengampunan Pajak tahun 2016 dan kebijakan II untuk mengungkap harta perolehan tahun 2016-2020 untuk yang sudah mengikuti program Pengampunan Pajak maupun yang belum.

Secara rinci, kebijakan I mengatur, peserta program Pengampunan Pajak tahun 2016 untuk orang pribadi dan badan dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program Pengampunan Pajak, dengan membayar PPh Final sebesar:

Pertama, tarif 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Kedua, tarif 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri. Contoh kasus, Wajib Pajak memiliki rumah di dalam negeri dengan nilai per 31 Desember 2015 senilai Rp 2 miliar. Namun, Wajib Pajak tersebut sudah pernah mengikuti program Pengampunan Pajak tahun 2016, tetapi rumah tersebut belum diungkap dalam program Pengampunan Pajak. Maka, tarif final yang perlu dibayar adalah 8 persen dikalikan Rp 2 miliar. Berarti, total yang harus dibayar Rp 160 juta.

Ketiga, tarif 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

Sementara dalam klaster kebijakan II, Wajib Pajak Orang Pribadi peserta program Pengampunan Pajak maupun non-peserta dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016 sampai tahun 2020, tetapi belum dilaporkan pada SPT tahun 2020. Mereka wajib membayar PPh final dengan ketentuan,

Pertama, tarif 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Kedua, tarif 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, dan,

Ketiga, tarif 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan. Contoh kasusnya, Wajib Pajak memiliki dua rumah Rp 3 miliar dan sebuah rekening Rp 1 miliar di Indonesia yang hartanya diperoleh selama tahun 2016-2020. Dua buah rumah tersebut sudah dilaporkan dalam SPT tahunan tahun 2020, tetapi rekening belum terlapor dalam SPT tahun 2020. Kemudian, Wajib Pajak itu berencana menginvestasikan uang Rp 1 miliar itu pada SBN. Maka ia masuk dalam klaster kebijakan II dengan tarif 12 persen. Tarif final yang perlu dibayar adalah, 12 persen dikalikan Rp 1 miliar, sehingga nominal yang harus dibayar adalah Rp 120 juta.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version