BI: Penerimaan Pajak Pengaruhi Peningkatan Cadangan Devisa 145,4 M Dollar AS
Pajak.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2024 tercatat sebesar 145,4 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Posisi itu meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2024 yang senilai 140,2 miliar dollar AS. Salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan posisi cadangan devisa tersebut adalah penerimaan pajak.
“Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2024 setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” jelas Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (8/8).
Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai sehingga dapat terus mendukung ketahanan sektor eksternal. Prospek ekspor yang tetap positif serta neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus sejalan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik. Hal ini akan mendukung tetap terjaganya ketahanan eksternal.
“BI juga terus memperkuat sinergi dengan pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” imbuh Erwin.
Kinerja Penerimaan Pajak
Berdasarkan data kemeterian keuangan, realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 893,8 triliun hingga semester I-2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, terjadi kenaikan signifikan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 mengalami kenaikan signifikan sebesar 28,5 persen sepanjang semester I-2024. Hal ini mencerminkan peningkatan dalam aktivitas dan pendapatan karyawan. Seirama dengan itu, penerimaan PPh orang pribadi juga mengalami kenaikan sebesar 12 persen yang menunjukkan pertumbuhan dalam penghasilan individu.
“Sedangkan PPh final juga mengalami pertumbuhan 13,8 persen secara neto yang menunjukkan adanya pemulihan aktivitas dari sisi deposito, konstruksi, sewa tanah/bangunan yang didorong kenaikan aktivitas transaksi. PPN impor pun masih tumbuh. PPh 26 juga mengalami pertumbuhan 4,8 persen, ini berarti tekanan dari penerimaan pajak bisa diidentifikasi berkaitan dengan komoditas dan restitusi, sedangkan aktivitas ekonomi masih relatif terjaga. Namun kita juga tetap harus waspada,” jelas Sri Mulyani.
Comments