Menu
in ,

AAJI: Insentif Pajak Diberikan Pemegang Polis Asuransi

AAJI: Insentif Pajak Diberikan

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon mengusulkan agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasukkan insentif pajak untuk pemegang polis asuransi ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Pemberian insentif pajak diyakini akan meningkatkan densitas dan penetrasi industri asuransi jiwa di Indonesia. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi baru mencapai 3,18 persen di 2021, meliputi penetrasi asuransi jiwa 1,19 persen, asuransi umum 0,47 persen, asuransi sosial 1,45 persen, dan asuransi wajib 0,08 persen. Sedangkan angka densitas 2021 sekitar Rp 1,82 juta.

“Kami telah melakukan kajian terkait insentif pajak ini sejak 2019. Kita ambil contoh, pemberian insentif pajak kepada pemegang polis telah diberlakukan di Thailand dan Malaysia dan telah terbukti meningkatkan penetrasi asuransi di kedua negara itu. Kalau boleh dipertimbangkan industri asuransi jiwa secara khusus, dapat insentif pajak. Kami dapat masukkan dari AAJI di Malaysia dan Thailand, di sana penetrasi mulai naik ketika mendapat insentif pajak,” ungkap Budi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang juga disiarkan secara virtual, dikutip Pajak.com (6/7).

Ia pun optimistis, pemberian insentif pajak tidak hanya akan meningkatkan penetrasi asuransi, melainkan juga dapat berdampak pada terjaganya stabilitas sistem keuangan.

“Mungkin ada pengorbanan dari negara di saat awal. Tapi sungguh itu kembali ke masyarakat karena kesejahteraan meningkat. Kembali juga ke negara karena dana investasi jangka panjang akan meningkat jauh, rasanya ini jadi kompensasi trade off yang sangat positif,” ujar Budi.

Selain itu, AAJI mengusulkan agar di dalam RUU P2SK diatur mengenai seluruh pembayaran manfaat asuransi jiwa menjadi bukan objek pajak, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

“Kami sedang banyak diskusi dengan otoritas pajak karena salah satu dampak omnibus law (Undang-Undang Cipta Kerja) sebagian produk asuransi jiwa tidak lagi bebas pajak. Kalau boleh dibunyikan di dalam RUU P2SK bahwa manfaat asuransi jiwa bukan objek pajak,” kata Budi.

Hal senada juga disampaikan oleh pelaku industri asuransi, salah satunya Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia atau Nasional Re Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe. Ia mengusulkan agar pemerintah dapat memberikan insentif pajak bagi pemegang polis asuransi atau tertanggung guna mendorong peningkatan penetrasi asuransi di Indonesia. Sebab saat ini penetrasi asuransi di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN.

“Hal ini menunjukkan peran asuransi masih belum maksimal di industri jasa keuangan. Tingkat pemahaman masyarakat juga masih rendah terhadap asuransi dan masih menganggap bahwa asuransi sebagai produk dengan biaya tinggi. Padahal literasi bagian penting di sini, tapi ada baiknya supaya masyarakat itu terliterasi dengan baik dan mereka juga merasa manfaat asuransi penting, maka perlu insentif kepada pembeli produk asuransi,” ungkap Dody.

Dengan demikian, ia berharap, pemberian insentif pajak untuk pembeli polis asuransi perlu dipertimbangkan oleh pemerintah maupun DPR. Ia optimistis bila insentif pajak ini diberikan, minat masyarakat untuk membeli produk asuransi akan terdorong dan penetrasi asuransi akan makin meningkat.

“Saya kurang paham seperti apa teknisnya, tapi missal, seperti zakat bisa masuk mekanisme fiskal, sehingga perusahaan yang bayar zakat bisa berkurang pajaknya. Kalau ini bisa dipakai pembeli asuransi maka manfaat keuangan ini akan jadi trigger bagi masyarakat untuk dia melihat ternyata asuransi ini baik. Baru kemudian literasi bisa jalan sehingga beli asuransi, penetrasi asuransi makin meningkat,” kata Dody.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version