Tinjauan Pajak Non-Final atas Royalti Buku bagi Penulis
Penulis: Vivi Arumita Sari & Jenniffer Jerica Lioe
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Akan tetapi, dengan populasi lebih dari 276 juta jiwa, buku belum menjadi barang yang esensial bagi masyarakat Indonesia. Skor literasi membaca Indonesia dalam survei PISA 2022 hanya mencapai 359, jauh tertinggal dari rata-rata OECD sebesar 476 (OECD, 2023). Lebih lanjut, penjualan buku di sepanjang tahun 2023 hanya mencapai 16 juta eksemplar atau setara dengan 5,8% dari total populasi Indonesia (Ikatan Penerbit Indonesia, 2023).
Persentase ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Jepang yang dengan total penduduk mencapai 125 juta jiwa, berhasil mencetak 1 miliar eksemplar atau setara dengan 800% dari total populasinya (International Publisher Association, 2023). Rendahnya angka penjualan buku ini menunjukkan tantangan yang besar dalam meningkatkan budaya literasi di Indonesia. Dalam kondisi ini, penulis semestinya menjadi motor penggerak budaya literasi. Akan tetapi, penulis di Indonesia menghadapi tantangan administrasi perpajakan yang mempengaruhi semangat mereka dalam berkarya.
Penulis merupakan salah satu jenis pekerjaan bebas yang memperoleh penghasilan dalam bentuk royalti. Di Indonesia, sebagian besar royalti penulis berkisar 10% dari harga jual buku. Namun, persentase tersebut tidak sepenuhnya langsung diterima oleh penulis sebab masih dikenakan pemotongan pajak non-final sebesar 15% sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh 23).
Tarif sebesar 15% ini dinilai terlalu tinggi bagi penulis sebab penghasilan yang menjadi dasar pengenaan pajaknya (tax base) adalah 100% dari total penghasilan bruto. Selain itu, status non final menyebabkan penulis belum tahu secara pasti berapa total penghasilan bersih (take home pay) atas royalti yang diterima sebab penulis harus kembali melaporkan penghasilan royalti untuk dihitung ulang di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Menindaklanjuti keberatan tarif tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan PER-01/PJ/2023 yang mengatur penghitungan pajak royalti penulis dengan mekanisme Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) bagi Wajib Pajak (WP) yang mengalami keberatan dan kesulitan dalam menghitung penghasilan neto.
Dengan mekanisme ini, hanya sebesar 40% dari penghasilan bruto atas royalti yang dijadikan dasar pengenaan pajak sehingga tarif efektif menjadi 6%. Untuk dapat memanfaatkan fasilitas ini, penulis harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya melampirkan surat penggunaan NPPN kepada DJP dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan dan memiliki jumlah peredaran bruto penghasilan pekerjaan bebas dalam setahun kurang dari 4,8 miliar rupiah.
Perlakuan mekanisme NPPN ini tentu menjadi angin segar bagi penulis. Akan tetapi, penggunaan norma ini bersifat opsional dan mensyaratkan prosedur administratif tambahan yang harus diinisiasi oleh penulis itu sendiri. Selain itu, status non-final pajak royalti menyebabkan penulis harus melakukan rekonsiliasi seluruh penghasilan yang dipotong oleh pihak penerbit. Proses ini tidak hanya menuntut ketelitian tinggi, tetapi juga keterampilan administratif yang seharusnya tidak menjadi beban utama bagi pelaku kerja industri kreatif seperti penulis.
Penulis yang tidak memiliki keterampilan administratif pajak yang mumpuni berpotensi mengalami kesalahan hitung yang akan menghasilkan kurang bayar atau lebih bayar (over compliance). Pada kondisi lebih bayar, WP dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran tersebut yang juga dikenal sebagai restitusi. Akan tetapi, proses restitusi dapat ditempuh setelah dilakukan pemeriksaan yang justru menambah beban administratif lanjutan bagi WP.
Desain pemajakan non-final untuk royalti buku ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan asas kesederhanaan (simplicity) dalam perpajakan karena seharusnya peraturan dan prosedur pajak dirancang dengan jelas dan sederhana untuk meminimalisir biaya kepatuhan pajak (compliance cost). OECD (2015) juga menegaskan bahwa aturan perpajakan sebaiknya sederhana dan memberikan kejelasan sejak awal agar WP dapat memahami dan mengantisipasi kewajiban perpajakannya tanpa kerumitan berlapis.
Meskipun secara aturan, pajak atas royalti penulis sudah diatur dan tersedia fasilitas NPPN. Akan tetapi skema non-final tetap menimbulkan beban administratif tambahan yang mengganggu kepastian bagi penulis karena royalti yang dikenai pemotongan di awal (PPh 23) tetap harus dilaporkan ulang dalam SPT dan direkonsiliasi secara manual sehingga penulis menghadapi risiko salah lapor, lebih bayar, atau bahkan pemeriksaan saat mengajukan restitusi.
Hal ini tidak sejalan dengan prinsip simplicity dan certainty dalam sistem pajak. Ketidaksederhanaan inilah yang pada akhirnya berpotensi melemahkan semangat penulis dalam berkarya, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan administratif atau literasi perpajakan yang memadai.
Berangkat dari ketidaksederhanaan skema pemajakan non-final untuk royalti buku, pemerintah perlu meninjau ulang sifat pemotongan ini agar bersifat final. Skema pajak final terbukti dapat meringankan beban administratif dan mendorong produktivitas penulis sebagai aktor penting dalam meningkatkan budaya literasi. Sebagai contoh, Filipina menerapkan tarif final sebesar 10% untuk royalti buku sehingga penulis tidak perlu melakukan rekonsiliasi di akhir tahun.
Skema final ini tidak hanya menyederhanakan proses administrasi, tetapi juga penulis hanya dikenakan pemotongan sekali dan langsung mengetahui penghasilan bersih (take home pay) yang diterima tanpa terbebani oleh prosedur tambahan yang membingungkan (PricewaterhouseCoopers, 2023). Perlakuan skema final ini turut mendorong peningkatan jumlah penerbitan buku (ISBN) di Filipina sebesar 26% dengan pendaftaran judul buku dari yang semula 9.056 pada tahun 2023 naik menjadi 11.407 pada 2024 (National Book Development Board, 2024).
Situasi ini mengindikasikan bahwa kepastian fiskal dan rendahnya hambatan administrasi dapat mendorong lebih banyak judul buku yang diterbitkan oleh penulis. Sehingga dampaknya akan memperkaya ketersediaan bacaan yang turut mendorong peningkatan literasi masyarakat. Berdasarkan keberhasilan praktik skema final di Filipina.
Pemerintah Indonesia sebaiknya meninjau kembali kebijakan pajak royalti agar tidak semata terfokus pada penerimaan fiskal (revenue productivity), melainkan juga mengedepankan fungsi stabilisasi pajak dalam menjaga keberlanjutan ekosistem penulis dan mendorong semangat berkarya penulis sehingga dapat meningkatkan budaya literasi di Indonesia.
Daftar Pustaka
BBC News Indonesia. (2017, 7 September). Penulis Tere Liye berhenti jual buku di toko buku karena pajak. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41183907
Dimensi Internasional Tax. (2020). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 (Klaster Kemudahan Berusaha, Bidang Perpajakan). Perpajakan DDTC. https://perpajakan.ddtc.co.id/sumber-hukum/peraturan-pusat/undang-undang-11-tahun-2020-klaster-kemudahan-berusaha-bidang-perpajakan
Direktorat Jenderal Pajak. (2023). PER-1/PJ/2023 tentang petunjuk teknis pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. Ortax. https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/25081
Direktorat Jenderal Pajak. (2015). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Ortax. https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/15783
Firdausa, A. A. (2023, September 7). Penulis dan buku, lebih baik dipajak atau dibajak? Direktorat Jenderal Pajak. https://www.pajak.go.id/id/artikel/penulis-dan-buku-lebih-baik-dipajak-atau-dibajak
International Publishers Association, & Nielsen BookData. (2023). International publishing data 2023: Asia region summary. https://internationalpublishers.org/wp-content/uploads/2023/11/IPA-Nielsen-BookData-Asia-Region-Summary.pdf
KBA News. (2025, 30 Januari). Tere Liye berharap Prabowo habisi pembajakan buku dan turunkan pajak royalti bagi penulis. https://kbanews.com/pilihan-redaksi/tere-liye-berharap-prabowo-habisi-pembajakan-buku-dan-turunkan-pajak-royalti-bagi-penulis/
Kumparan. (2017, 6 September). Keluhan Tere Liye soal tarif pajak royalti penulis buku. https://kumparan.com/kumparannews/keluhan-tere-liye-soal-tarif-pajak-royalti-penulis-buku/full
Muflihahni, F., Subroto, B., & Rusydi, M. K. (2021). The effect of motivation, tax system complexity, and financial conditions on taxpayer compliance. Journal of Economics, Business, & Accountancy Ventura, 24(2), 184–194. https://journal.perbanas.ac.id/index.php/jebav/article/view/2609/pdf_1
OECD. (2023). PISA 2022 Results (Volume I): The State of Learning and Equity in Education, PISA, OECD Publishing, Paris. https://doi.org/10.1787/53f23881-en
PricewaterhouseCoopers. (2025, 12 Januari). Philippines – Individual – Income determination. PwC Tax Summaries. https://taxsummaries.pwc.com/philippines/individual/income-determination
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments