in ,

Serba-Serbi Pajak UMKM yang Perlu Diketahui

Serba-Serbi Pajak UMKM
FOTO: IST

Serba-Serbi Pajak UMKM yang Perlu Diketahui

Serba-serbi pajak UMKM yang perlu diketahui. Usaha Mikro Kecil dan Menengah menjadi tulang punggung ekonomi negeri ini. Keberadaan UMKM tidak terpisahkan dari pajak. Sumbangsih pajak dari UMKM menjadi bagian terpenting dari penerimaan pajak.

Dalam memenuhi kewajiban perpajakan, ada beberapa peraturan yang perlu diketahui pelaku UMKM. Karena beda omzet yang diterima maka beda pula mekanisme aturan perpajakannya. Berikut penulis akan menjelaskan serba-serbi pajak UMKM yang perlu diketahui.

UMKM dengan omzet tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun

PP Nomor 23 Tahun 2018 menjelaskan bahwa bagi pelaku UMKM orang pribadi atau badan yang memperoleh omzet tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun maka pajak yang dikenakannya yaitu PPh Final sebesar 0,5% dari omzet yang diperoleh.

Bahkan saat ini terdapat batas omzet UMKM orang pribadi yang tidak kena pajak yaitu sebesar Rp500 juta dalam setahun yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Misalnya, Bapak Bintang memiliki usaha warung kelontong dengan memperoleh omzet sebesar Rp50 juta dalam sebulan atau Rp600 juta dalam setahun. Maka jumlah pajak yang harus disetorkan Bapak Bintang kepada negara yaitu :

Baca Juga  Nilai Ekspor Indonesia Naik 5,97 Persen jadi 23,56 Miliar Dollar AS per Agustus 2024

PPh Final = (Omzet – Batas omzet yang tidak dikenakan pajak) x 0,5%

= (Rp600 juta – Rp500 juta) x 0,5%

= Rp100 juta x 0,5%

= Rp500.000

Dengan rincian omzet yang diperoleh Bapak Bintang sebesar Rp500 juta (Rp50 juta x 10 bulan) pada sepuluh bulan pertama bebas dari pembayaran pajak . Kemudian pada dua bulan berikutnya atas omzet sebesar Rp100 juta akan dikenakan pajak sebesar Rp500.000.

Dapat diartikan juga apabila pelaku UMKM memperoleh omzet tidak lebih dari Rp500 juta dalam setahun maka bebas dari pembayaran pajak.

Namun yang perlu diketahui adalah pelaku UMKM tidak selamanya dapat menggunakan aturan PP Nomor 23 Tahun 2018. Terdapat jangka waktu tertentu dalam penggunaan PPh Final 0,5% yaitu paling lama:

  • 7 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.
  • 4 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma.
  • 3 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas.

Sehingga apabila sudah melebihi batas jangka waktu tersebut, pelaku UMKM baik orang pribadi, badan maupun PT tidak boleh lagi menggunakan skema dalam PP Nomor 23 Tahun 2018. Dalam memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan skema tarif yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, pasal 17 ayat (2a), serta pasal 31E UU PPh.

Baca Juga  Realisasi Insentif Kepabeanan Tembus Rp 23,7 Triliun per Agustus

Dengan ketentuan menggunakan tarif progresif bagi pelaku UMKM orang pribadi dan tarif tunggal bagi pelaku UMKM badan. Tarif progresif untuk wajib pajak orang pribadi dan tarif tunggal untuk badan telah mengalami perubahan sebagaimana diatur dalam UU HPP.

UMKM dengan omzet lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun 

Bagi pelaku UMKM yang memiliki omzet lebih dari Rp  4,8 miliar sampai Rp 50 miliar dalam setahun maka menggunakan perhitungan tarif PPh normal yaitu tarif pasal 17 serta pasal 31E UU PPh. Terlebih lagi apabila mendapatkan omzet lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun maka harus daftar menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Aturan terbaru tarif PPh terdapat dalam UU HPP. Bagi pelaku UMKM orang pribadi menggunakan tarif progresif terbaru yang diatur dalam UU HPP. Sedangkan untuk pelaku UMKM badan dikenakan tarif tunggal sebesar 22% sebagaimana yang telah diatur dalam UU HPP.

Kemudian khusus pelaku UMKM badan dengan omzet Rp 4,8 miliar hingga Rp 50 miliar akan mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang berjumlah Rp 4,8 miliar. Skema pehitungan pajaknya sebagai berikut [(50% x 22%) x Penghasilan Kena Pajak yang Memperoleh Fasilitas] + [22% x Penghasilan Kena Pajak Tidak Memperoleh Fasilitas].

Baca Juga  Kemendagri Dorong Pemda Segera Terapkan Opsen PKB dan BBNKB

Misalnya PT Bulan memperoleh peredaran bruto (omzet) sebesar Rp 14 miliar dengan jumlah penghasilan kena pajak sebesar Rp 140 juta. Maka pajak terutang atas usahanya yang harus disetorkan PT Bulan kepada negara yaitu:

Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas

(Rp4.800.000.000 : Rp14.000.000.000) x Rp140.000.000 = Rp48.000.000

Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas

Rp140.000.000 – Rp48.000.000 = Rp92.000.000

PPh yang terutang = [(50% x 22%) x Rp48.000.000] +  [22% x Rp92.000.000]

= Rp5.280.000 + Rp20.240.000

=Rp25.520.000

Demikian serba-serbi perhitungan pajak bagi pelaku UMKM. Pada intinya ialah mekanisme perhitungan pajak atas penghasilan yang diperoleh pelaku UMKM baik orang pribadi maupun badan berbeda-beda. Maka sudah seharusnya setiap wajib pajak yang melakukan usaha paham terhadap mekanisme dan peraturan pajak yang sesuai dengan omzet yang diperolehnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *